NovelToon NovelToon
Soulmate

Soulmate

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Karir / Persahabatan / Romansa / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: sJuliasih

Saling suka, nyatain perasaan, terus pacaran?! Nyatanya nggak semudah itu.

Buktinya aja Freya, si anak beasiswa. Dan Tara, sang ketos si anak donatur. Mereka cinlok, sama-sama suka, tapi terpaksa harus back street .

Alasannya klasik dan klise. Bokap Tara nggak setuju kalo anaknya itu pacaran, terlebih sama Freya yang beda kasta dengan keluarga mereka.

Hingga Tara pun harus kuliah ke luar negeri dan putus komunikasi sepihak dengan Freya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sJuliasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Mars Senior High School merupakan salah satu sekolah bergengsi dan bertaraf internasional di kota Freya. Tak hanya sebagai tempat untuk menuntut ilmu, sekolah itu juga di jadikan sebagai ajang pamer materi atau kekuasaan orang tua.

Jelas saja, karna mayoritas siswa yang mengayom pendidikan di sekolah itu adalah para anak konglomerat dan pengusaha. Maka tak heran jika sekolah itu terkenal elit dan mewah.

Namun kembali lagi, Freya tak peduli. Ia hanya ingin menimba ilmu dan memperluas wawasannya di sekolah itu. Bahkan Freya sama sekali tak menyimpan sifat dengki melihat anak-anak lain yang lebih beruntung darinya.

Bagi Freya, ia tak memiliki waktu untuk mencemburui nikmat dan kepunyaan orang lain. Di sekolah itu, bisa menemukan sahabat seperti Andre, Hana dan Risa saja sudah menjadi suatu hal yang sangat berharga bagi Freya.

Walau berbeda latar belakang, ke tiga sahabatnya itu sama sekali tak pernah mempermasalahkannya. Pun bagi Andre, semua manusia itu ia anggap sama bahkan tak ada alasan untuk membeda-bedakannya.

***

Sepekan pun berlalu, hari yang paling mendebarkan bagi Freya dan siswa penerima beasiswa lainnya pun tiba. Siap tidak siap, kini mereka harus mengikuti ajang olimpiade yang di adakan antar sekolah itu.

Dengan di kawal seorang guru dan dua orang anggota osis, Freya beserta ke empat siswa dari Mars Senior High School mulai memasuki gedung auditorium sekolah lain yang di tunjuk sebagi tuan rumah untuk olimpiade.

Padahal Tara selaku ketua osis lah yang seharusnya mengawal mereka. Namun karna hari olimpiade bertepatan dengan turnamen bola basket, maka Tara selaku kapten, tidak bisa mendampingi peserta olimpiade.

Karena prioritasnya saat ini adalah tim basketnya yang juga harus memenangkan turnamen dan mengharumkan nama sekolah.

Setelah seluruh peserta olimpiade memenuhi ruang auditorium, ajang bergengsi antar sekolah itu pun di mulai. Walau berlangsung cukup lama, namun tak sedikit pun memudarkan semangat dan antusias mereka.

Usai olimpiade berakhir, satu persatu pemenang dari ajang adu kecerdasan itu segera di umumkan.

"Selamat kepada Freya Davina, perwakilan dari Mars Senior High School mendapat juara pertama dalam bidang fisika."

Freya tersenyum puas, tak sia-sia ia belajar keras dan gigih selama ini. Sesaat ia teringat akan ucapan seseorang kepadanya, 'datang dari keluarga kelompok bawah itu emang harus siap capek. Kalau tidak semangat dan memilih menyerah, siapa yang akan di andalkan?' walau terdengar omong kosong, namun sekarang Freya membenarkan pernyataaan itu.

Kabar kemenangan Freya pun langsung tersebar luas di Mars Senior High School. Guru-guru merasa bangga terhadap Freya, dan Sigit yang juga berhasil memenangkan olimpiade dalam bidang bahasa Inggris.

Teman sekelas Freya bahkan ikut bersorai atas kemenangannya. Terlebih Andre, Hana dan Risa. Ke tiga sahabatnya itu tampak bahagia dan penuh haru.

Sementara di lapangan basket Mars Senior High School, Tara tengah menyeka peluh yang membasahi wajah dan dahinya. Kemenangan timnya yang berhasil mengalahkan tim basket dari sekolah lain membuatnya merasa puas dan berbangga hati.

Para penonton mulai berhamburan keluar dari lapangan basket. Beberapa anggota dari tim basket Tara juga sudah meninggalkan lapangan indoor itu sejak pertandingan telah usai.

Namun Tara memilih tinggal dan membiarkan dirinya duduk di salah satu kursi penonton. Menyenderkan tubuhnya yang terasa lelah seraya membayangkan wajah Freya. Ada rasa sesal di hatinya karena tak bisa menyaksikan kemenangan Freya. Padahal jauh-jauh hari, ia sudah menyiapkan beberapa hal untuk mendukung gadis itu.

"Kenap lo Tar? Suntuk banget muka lo." Kenzo, salah satu anggota tim basket menghampiri Tara, lalu menyerahkan sebotol mineral kepadanya.

"Nggak papa gue." sahut Tara dan langsung menenggak air mineral hingga hampir tak tersisa.

"Dimana-mana ya Tar, orang kalo abis menang itu mukanya ceria, happy, nggak kayak muka lo yang kayak orang depresi." sambung Kenzo.

Tara hanya diam, menatap ke arah lapangan basket yang sudah kosong.

"Baru putus lo sama pacar lo?" terka Kenzo.

"Apaan sih." Tara pun bangkit dari duduknya dan hendak keluar dari tempat itu.

"Tara, cerita sama gue. Siapa tau gue bisa ngebantu lo." tukas Kenzo seraya mengikuti langkah Tara.

Bukannya merespon, Tara malah semakin mempercepat langkahnya hingga membuat Kenzo setengah berlari. "Tunggu Tar."

***

Dua hari kemudian...

"Berarti lo udah fix dong Frey dapet beasiswa." tukas Hana membuka obrolan begitu mereka tiba di kafetaria untuk sarapan.

"Siapa bilang. Perjuangan gue untuk dapetin beasiswa belum berakhir guys." Freya menghela nafas pelan.

"Kenapa gitu Frey?" tanya Andre menatap serius ke arah Freya yang duduk di hadapannya.

"Kata pak Wira sih, selain gue harus menang olimpiade, gue juga harus bisa mempertahankan peringkat satu gue pas ujian akhir kenaikan kelas nanti." papar Freya.

"Kenapa sekarang jadi ribet banget ya? Perasaan selama 2 tahun nggak ada tuh embel-embel apapun untuk ngedapetin beasiswa." Hana menimpali.

Freya hanya mengangkat kedua bahunya, menyatakan kalau ia sendiri pun tidak mengerti dengan kebijakan dari sekolah.

"Tapi kembali lagi Frey, lo nggak usah terlalu pusing mikirin masalah itu. Apapun yang terjadi kedepannya, kita pasti bakal bantuin lo. Iya nggak guys?!" ujar Andre. Hana pun setuju dan langsung mengangguk.

"Kenapa lo senyum-senyum nggak jelas gitu?" tanya Hana yang menyadari gelagat aneh dari Risa.

"Tara, guys! Dia nggak bosen apa ya jadi orang ganteng setiap hari." celetuk Risa seraya terus menatap ke arah Tara yang duduk tak jauh dari meja mereka.

Freya pun seketika menoleh dan mengarahkan pandangan ke arah yang sama dengan Risa.

Bersamaan dengan itu, seorang siswi menghampiri Tara yang tengah berbincang dengan anggota tim basketnya.

Dahi Freya mengerut, bukan karna penasaran siapa siswi yang kini berdiri di samping Tara. Ia hanya merasa heran mengapa raut wajah Tara seketika berubah menjadi datar. Bahkan tatapan mata Tara yang biasanya terlihat hangat, kini tampak kejam dan dingin.

"Siapa tuh cewek? Nggak ada kerjaan lain apa selain caper sama Tara!" Risa mendengus kesal melihat lelaki incarannya di dekati gadis lain.

"Bukannya itu Intan ya?! Selebgram yang suka pamer barang-barang branded kalo lagi nge vlog." tukas Hana, manusia paling update di antara mereka berempat.

Belum sempat Freya bertanya lebih tentang siswi bernama Intan itu, bel sekolah pun berbunyi. Lekas mereka meninggalkan kafetaria dan beriringan melangkah ke lapangan sekolah guna melaksanakan upacara yang memang di laksanakan setiap hari seninnya.

Dengan khidmat, rangkaian susunan upacara bendera pun di laksanakan hingga selesai.

"Kepada seluruh siswa di harapkan untuk tetap berada di barisan masing-masing. Karna kepala sekolah akan memberikan piala penghargaan kepada dua orang pemenang olimpiade semalam." papar Tara selaku ketua osis.

Para siswa yang sudah hampir bubar kembali ke barisannya semula.

"Baik lah, kalau begitu langsung saja saya panggilkan kedua orang yang sudah menyumbangkan piala ke sekian kalinya untuk sekolah."

"Yang pertama, saya persilahkan kepada Sigit Adelino dari kelas XI IPA³ untuk maju ke depan." ujar Tara dengan nada datar.

Seluruh siswa pun mulai bersorai sembari bertepuk tangan saat Sigit meninggalkan barisan dan melangkah mendekat ke arah podium.

"Dan yang kedua, selamat atas kemenangannya yang luar biasa. Saya persilahkan kepada Freya Davina dari kelas XI IPA¹ untuk maju, menjemput piala penghargaan dari kepala sekolah ." dengan lantangnya Tara mengucapkan itu.

"Perasaan pas manggil nama Sigit, si Tara nggak sesemangat ini deh." ujar Risa seraya menyikut pelan lengan Freya.

"Mana keliatan menggebu banget lagi si Tara." Hana menimpali.

Seolah tak mendengar ucapan kedua sahabatnya, Freya pun bergegas meninggalkan barisan.

Suasana lapangan sekolah menjadi riuh di iringi suara tepuk tangan yang saling bersahutan, ketika kepala sekolah mulai menyerahkan piala penghargaan kepada Freya dan Sigit.

Usai itu, kepala sekolah juga menyerahkan piala kemenangan kepada tim basket Tara. Tara pun segera mengambil posisi tepat di samping Freya, guna mewakili tim basketnya. Piala di serahkan, kontan saja suara para siswi bersorai lebih heboh. Bahkan ada yang tak segan berteriak histeris memanggil nama Tara.

Kepala sekolah dan para guru yang menyaksikan hal itu pun hanya bisa berdecak seraya menggelengkan kepala. Bukan suatu pemandangan yang asing lagi ketika para siswi bertingkah 'gila' ketika melihat Tara.

Pesona seorang Tara Mahendra memang begitu luar biasa. Selain di karuniai wajah tampan dan visual sempurna, Tara juga berasal dari keluarga konglomerat nan terpandang.

"Baik lah, berhubung semua piala sudah di serahkan kepada masing-masing pemenang, maka seluruh siswa di persilahkan bubar dengan tertib." ujar kepala sekolah setelah menyampaikan pidato singkatnya.

Satu persatu siswa mulai meninggalkan barisan dan menuju ke kelas masing-masing. Tak terkecuali Freya, Tara dan Sigit. Namun sebelum mereka kembali ke kelas, lebih dulu mereka ke ruangan kepala sekolah guna menyerahkan piala yang baru saja mereka terima.

Karena memang sejatinya piala-piala yang mereka menangkan itu hanya akan menjadi pajangan di lemari etalase yang berada di ruang kepala sekolah.

"Kalian boleh kembali ke kelas." tukas kepala sekolah usai ke tiganya menyerahkan piala.

"Baik pak." mereka menjawab serempak lalu menarik diri dari ruangan itu.

"Frey, gue duluan ya." ucap Sigit.

"Kenapa nggak bareng aja, Git? Kelas kita kan sebelahan." sahut Freya.

"Nggak enak gue jadi pihak ke tiga." sambung Sigit.

"Maksud lo?!" Freya tak paham.

"Gue... Gue duluan ya Tar." ujar Sigit yang langsung mendapat anggukan dari Tara.

Freya yang masih tak mengerti dengan ucapan Sigit, hanya mematung seraya menatap punggung lelaki berbadan sedikit gempal itu hingga menghilang di pertigaan koridor.

"Ayo gue anter ke kelas lo!" Tara membuat Freya tersentak.

"Ngapain? Kelas gue sama kelas lo aja beda arah." Freya menimpali.

"Nggak ngaruh buat gue, mau kelas gue di sabang dan kelas lo di merauke sekali pun nggak masalah buat gue."

"Udah ya Tar, ini masih pagi. Males gue mau berdebat sama lo."

"Isi kepala lo itu kayaknya harus di benahi deh, Frey. Biar lo nggak suka suudzon sama gue. Udah ayo, keburu guru lo masuk."

"Gue bisa sendiri. Lebih baik lo ke kelas lo sendiri sana." Freya pun berlalu dari hadapan Tara.

'Lucu banget sih lo, Frey.' Tara mengulas senyum sambil memperhatikan Freya yang semakin menjauh dan akhirnya tak terlihat lagi.

***

1
korokoro
kaget banget Tara, jangan nakal main cubit pipi aja/Scowl/
Julia H: namanya juga modus kak🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!