Anson adalah putra tunggal dari pemilik rumah sakit tempat Aerin bekerja. Mereka bertemu kembali setelah tiga belas tahun. Namun Anson masih membenci Aerin karena dendam masa lalu.
Tapi... Akankah hati lelaki itu tersentuh ketika mengetahui Aerin tidak bahagia? Dan kenapa hatinya ikut terluka saat tanpa sengaja melihat Aerin menangis diam-diam di atap rumah sakit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Ketika Anson hendak kembali ke bangsal VVIP, lagi-lagi ia melihat Aerin. Gadis itu sedang berbicara akrab dengan seorang dokter pria yang Anson tidak pernah lihat sebelumnya. Mereka berdiri di depan lift. Aerin tidak berhenti-berhenti tersenyum pada lawan bicaranya itu. Ia belum menyadari kehadiran Anson.
Lelaki berjubah dokter di sebelah gadis itulah yang lebih dulu menyapa Anson saat menyadari keberadaan pria itu. Hampir semua dokter dan staf di rumah sakit tersebut sudah tahu siapa Anson.
Tiap kali berpapasan, mereka akan selalu menunduk hormat padanya. Hanya Aerin yang tidak sopan, menurut Anson. Gadis itu terkesan santai sekali tiap kali mereka berpapasan. Tapi tidak heran sih, karena sikapnya sudah begitu dari dulu. Anson masih ingat. Kalau tiba-tiba Aerin bersikap formal padanya, mungkin dia akan merasa aneh. Kalau bukan pura-pura tidak lihat, gadis itu akan menyapanya seolah mereka sangat akrab.
Anson tersenyum sinis ketika Aerin menyadari keberadaannya. Lihat sekarang, ia hanya menampilkan senyum lebar tanpa menunduk hormat atau apalah. Memangnya mereka teman?
Gadis seperti ini yang katanya berbakat? Huh!
Dia masih ingat perkataan papanya tadi. Dan masih tidak begitu percaya.
"Apa saja yang kau kerjakan hari ini?"
Anson tiba-tiba bertanya dalam lift. Sekarang dalam tempat itu hanya ada mereka berdua. Lelaki yang berbincang-bincang dengan Aerin tadi entah kenapa tidak ikut masuk.
Anson menengok ke samping, pada Aerin yang jauh lebih pendek darinya. Gadis itu meliriknya sebentar lalu kembali menatap depan.
Aerin cukup heran karena Anson bicara lebih dulu padanya, padahal dulu lelaki itu selalu cuek. Jarang sekali bicara lebih dulu, jarang sekali menyapanya, bahkan hampir tidak pernah. Mungkin karena sekarang pria itu atasannya. Karena Anson terus menatapnya, mau tak mau Aerin membalas pertanyaan lelaki itu.
"Seperti biasa, memeriksa kondisi pasien. Itu saja hari ini." jawabnya enteng. Anson menyampingkan badannya menghadap gadis itu.
"Aku mendengar banyak orang mengeluh tentang pekerjaanmu. Saat ini kau bekerja di TIM-ku. Bekerjalah dengan benar, kalau tidak tinggal tunggu surat pemecatanmu keluar." tepat di saat Anson selesai bicara, pintu lift terbuka. Pria itu melangkah keluar meninggalkan Aerin yang masih menatapnya keheranan.
Apa itu tadi ancaman? Pria itu mengancamku?
Aerin mendengus kesal. Kan memeriksa pasien memang tugasnya. Darimana ceritanya ia malas-malasan. Ia hanya mengambil tugas yang menurutnya lebih ringan saja. Ah ... Mungkin karena dia jarang sekali mengambil shift malam jadi orang-orang mengira ia malas-malasan dengan pekerjaannya.
Sejauh ini kan para pekerja di rumah sakit itu mau dokter atau staf yang lain pun banyak waktu santainya saking banyaknya dokter dan pekerja lainnya jadi mereka bisa membuat shift per jam. Aerin tidak merasa dia mengabaikan tugasnya.
Huffft..
Gadis itu menghembuskan nafas panjang ikut keluar lift. Memang kalau ada orang yang tidak menyukai kita, mereka akan selalu mencari-cari apa kesalahan kita. Anson dan Logan contohnya. Tapi apa daya, Aerin hanyalah seorang dokter biasa. Bukan seperti mereka yang mempunyai kekuasaan. Lebih baik diam daripada melawan. Kalau kena sanksi apalagi melawan, dirinya sendiri yang rugi.
"Aerin, kau yang membuat laporan pasien episkleretis?( peradangan pada jaringan tipis yang terletak di antara sklera dan konjungtiva mata )"
Laras menghampiri Aerin yang baru saja masuk ruangan kerja mereka dan bicara dengan nada tinggi. Ia bahkan melempar lembar kertas laporan di atas meja Aerin. Mengundang perhatian beberapa perawat yang kebetulan ada situ, bahkan Danzel dari dalam ruangannya. Laras kayaknya memang sengaja ingin memperdengarkannya pada mereka semua, terutama Anson.
Aerin menatap Laras tidak suka.
"Kenapa? Laporannya berantakan lagi? Atau kali ini ada paragraf yang hilang? Ah, jangan-jangan aku lupa mencantumkan namamu lagi di dalam laporan itu?" jujur saja, Aerin bisa menahan semua tuduhan dan sikap kasar yang ditujukan padanya. Tapi kalau terus-terusan diserang langsung seperti ini ia tidak tahan.
Ia tidak suka terlihat lemah, apalagi di depan Laras. Gadis itu selalu menjelek-jelekkannya namanya pada banyak orang, dan sekarang mau sok menindasnya? Hah! Jangan harap.
Laras meninggikan dagunya, menatap Aerin dengan sangat angkuh. Ia tahu orang-orang pasti lebih banyak yang berpihak padanya karena nama Aerin yang sudah terlampau buruk. Ia selalu iri pada gadis itu, apalagi sejak tadi ia perhatikan Anson terus memperhatikan Aerin dari dalam sana.
Laras melihat bukan hanya sekali, sejak hari pertama mereka menjadi tim Laras mengamati mereka. Ia merasa ada sesuatu antara mereka dan ia tidak suka. Ia iri karena Aerim selalu mendapat perhatian banyak pria.
Apalagi yang memperhatikannya salah satunya adalah Anson, laki-laki impian banyak wanita. Kaya, pintar dan tampan. Jelaslah Laras tidak suka.
"Kau itu selalu bekerja asal-asalan, lihat kerapihan tulisanmu dalam membuat laporan. Nama wali pasien saja salah ketik, dan aku dimarahi habis-habisan, kau puas? Atau kau memang sengaja ingin mempermalukan aku?" tuduh Laras sengaja di kuat-kuatkan supaya suaranya kedengaran sampai ditelinga Anson di dalam sana. Aerin malah menertawai Laras.
"Kalian berdua,"
Pandangan Aerin dan Laras juga orang-orang yang ada dalam ruangan itu berpindah ke Anson. Lelaki itu telah berdiri di depan pintu ruangannya, menatap Aerin dan Laras bergantian dengan sorot mata dingin. Yang lain memilih kembali melakukan tugas mereka daripada di semprot atasan mereka itu.
"Keruanganku sekarang juga." perintah Anson kemudian berbalik masuk.
Bertindak secara impulsif dan sulit mengontrol emosi.
Pendarahan selama Operasi Buruknya sangat beresiko dapat menyebabkan Infeksi setelah operasi . Gumpalan darah yang dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, atau masalah paru-paru .
Satu bab buruk dalam hidup itu tidak berarti itu adalah akhir, tetapi itu adalah awal dari babak baru dalam hidupmu..
Namun jika situasinya seperti ini tingkat Lithium yang sangat tinggi dalam darah dapat mengganggu fungsi ginjal dan organ tubuh lainnya jika dikonsumsi berlebihan.