NovelToon NovelToon
PESUGIHAN BAPAK

PESUGIHAN BAPAK

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Hantu / Tumbal
Popularitas:11.4k
Nilai: 5
Nama Author: Vie Junaeni

Ratu tinggal di panti asuhan sejak kecil. Ia tak pernah menyangka kalau akan menjadi pewaris harta berlimpah milik Hadinata Praditha dari Desa Gandasturi. Akan tetapi, gadis itu malah disambut cibiran dan dikucilkan oleh para warga desa yang curiga kalau kedatangannya akan menambah musibah. Apalagi di desa tersebut tengah dilanda teror makhluk kerdil yang dianggap “peliharaan” pesugihan bapaknya.

Kedatangan Adam yang tengah melakukan kegiatan KKN di desa, membuat secercah kebahagiaan bagi Ratu. Adam yang juga menyukai Ratu, berusaha membela gadis itu. Namun, kejadian mengerikan yang menyisakan sebuah misteri muncul silih berganti menghantui.

Ratu dan Adam mulai curiga bahwa ada rahasia besar di balik pesugihan keluarga Praditha. Apalagi ketika nyawa mereka malah terancam menjadi sasaran makhluk kerdil dan juga seseorang yang misterius.

Mampukah Ratu dan Adam bertahan hidup untuk menghentikan teror makhluk kerdil di Gandasturi?


Note : Buat yang plagiat, ATM, auto kutilan sebadan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vie Junaeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 - Sosok Kerdil di Rumah Rahmat

...Bab 19 - Sosok Kerdil di Rumah Rahmat...

...**********...

“Mau ngapain elu?”

Adam yang sudah terjaga langsung menatap tajam ke arah Adit. Pemuda gemuk itu pun terkejut dan terpeleset karena sudah terlanjur mengangkat satu kaki yang dia arahkan ke wajah Adam. Suara berdebam sontak mengejutkan semuanya.

“Gue bilang apa, Ndut, kalau niat mau ngerjain Adam ada aja yang bakal bikin kita kualat,” gumam Sule seraya membantu Adit untuk bangkit.

“Hehehe, gue kan cuma punya ide. Lagian Adam kalau udah gak pingsan kenapa ngagetin gitu, sih?!” sungut Adit seraya meringis kesakitan memegangi bokongnya.

“Mas Adam, ini teh angetnya diminum dulu,” ucap gadis manis itu menyodorkan segelas teh hangat pada Adam.

“Makasih, ya.” Adam menerimanya lalu meneguknya.

“Jadi, kamu kenapa bisa sampai pingsan dekat hutan?” tanya Kakek Slamet.

“Saya juga nggak tau, Kek. Pokoknya saya ngerasa ada yang pukul punggung saya,” jawab Adam.

“Wah, siapa orangnya yang berani pukul temen gue? Harus gue pukul balik, tuh!” sahut Sule.

“Kalau gue tahu juga gue kejar balik,” kata Adam.

“Iya juga, ya.” Sule duduk seraya menyiapkan suntikan antibiotik untuk adiknya Karsih.

“Kalian udah cek keadaan pasien?” tanya Adam.

“Belum. Soalnya ngurusin elu dulu yang pingsan,” jawab Adit.

Sule pun mengangguk seraya menyiapkan rivanol dan kasa kalau diperlukan untuk membersihkan luka di tubuh pasien.

“Ya udah, ayo kita cek dulu!” kata Adam seraya bangkit.

Tiba-tiba, suara Rahmat berteriak terdengar. Semua yang ada di teras rumah langsung bergegas ke kamar tempat Rahmat dibaringkan.

“Dek, kamu kenapa?” Karsih mulai panik menemui adiknya.

“Itu, itu di sana Mbak Yu!” Anak berusia delapan tahun itu menunjuk ke arah jendela.

Daun jendela itu membuka dan menutup berulang kali. Padahal tidak ada angin kencang. Namun, Adam dapat melihat sosok kerdil bermata merah yang tubuhnya persis seperti jenglot hanya saja tinggi dan besar tubuhnya seperti anak kecil.

“Gak ada apa-apa di jendela,” ucap Sule.

“Iya nggak ada apa-apa. Tapi kok jendelanya kebuka ketutup terus gitu, ya, padahal nggak ada angin?” sahut Adit.

“Mungkin engselnya kendor,” kata Adam mendekat ke arah jendela lalu menutup jendela tersebut sampai jari-jari si kerdil terjepit.

“Udah gue kunci, nih. Nggak akan kebuka lagi,” sahut Adam melayangkan tawa kecil.

Sosok kerdil itu menarik tangannya. Ia menatap Adam tajam dengan geram. Di kejauhan dekat kebun singkong, Adam melihat ada sosok hitam yang bermata merah sedang mengawasi. Si kerdil yang ada di depan jendela, langsung pergi menuju sosok yang dilihat Adam tadi.

Adam mendekat pada Rahmat. Menggunakan sarung tangan, lalu mengecek keadaan anak itu.

“Pasang infus nggak, Dam?” tanya Adit.

“Iya, kasih dia infus. Suntik antibiotik juga. Terus kasih salep buat lukanya ini,” sahut Adam.

“Kayaknya salep kita udah mulai habis. Tapi gue udah pesen, sih. Cuma kalau pun gak sampe rumah Mas Karyo, paling dikirim ke puskesmas,” kata Sule.

“Ya udah nggak apa-apa. Elu pesen sama obat-obatan lainnya juga?” Setelah menyuntikkan obat pada Rahmat, Adam lantas membuang sarung tangan medis itu, lalu mencuci tangannya.

“Udah, Dam,” Sule mengangguk.

Setelah memberikan Karsih petunjuk memberikan obat pada adiknya itu, ketiga pemuda itu pamit. Kakek Slamet terlebih dahulu menaburkan garam kasar di sekitar rumah Karsih sebelum pergi.

“Buat apa itu, Kek?” tanya Adit.

“Saya yakin kalau ada yang mau ambil Rahmat, makanya dia nunjuk ke jendela tadi. Jadi buat jaga-jaga, katanya Pak Kades suruh taburi garam kasar di sekitar rumah,” jelasnya.

“Kalau nggak mempan gimana, Kek?” tanya Adam.

“Yang penting sudah berusaha, Mas. Ayo, ke rumah pasien selanjutnya. Hari masih panjang, loh!” ajak Kakek Slamet.

Ketiga pemuda itu pun mengikutinya.

...***...

Sepulangnya dari Desa Onde, Adam meminta Sule untuk menghentikan mobilnya. Dia melihat Siti tengah membeli buah pisang di depan gerbang rumah keluarga Hadinata.

“Mau ngapain, Dam?” tanya Sule.

“Gue mau ngomong bentar sama Siti. Kalian tunggu di sini bentar,” sahut Adam.

Pemuda itu turun dari mobil dan menghampiri Siti.

“Eh, Mas Adam dari mana?” tanya Siti.

“Dari periksa pasien di desa sebelah. Ti, gue boleh nanya nggak?”

“Nanya apa?” Siti menghampiri lebih dekat seraya menyodorkan pisang ambon pada Adam.

“Gue mau tanya tadi seharian si Ratu pergi nggak dari rumah?” bisik Adam.

“Non Ratu?”

“Hus, jangan kenceng-kenceng ngomongnya!” pinta Adam yang meminta Siti menjauh dari penjual pisang sejenak.

“Non Ratu seharian di rumah, kok. Malahan dia diajarin masak sama si mbok,” kata Siti tak mengerti.

“Beneran dia nggak ke mana-mana?” tanya Adam lagi menegaskan.

“Lah, beneran Mas Adam. Mau saya panggilkan Non Ratunya? Kayaknya ini akal-akalan Mas Adam aja, deh, biar ketemu sama Non Ratu, iya kan?” ledek Siti.

“Nggak, Ti, bukan gitu. Tadi gue liat Ratu di Desa Onde, cuma ya kayaknya mungkin aja mirip doang,” sahut Adam.

“Masa, sih?”

“Udah jangan dibahas lagi sama Ratu. Mungkin gue salah lihat. Pak beli pisang raja itu satu sisir,” pinta Adam pada si penjual pisang tersebut.

“Oh, nggih Mas. Sepuluh ribu,” tukasnya.

Adam menyerahkan selembar uang kertas puluhan ribu pada si penjual pisang tadi. Lalu, ia pamit pada Siti menuju mobilnya. Adit dan Sule juga melambaikan tangannya untuk pamit pada Siti. Sementara itu, di balik jendela lantai dua, Ratu tengah memperhatikan kepergian Adam kala itu.

“Ngapain kamu ngintip-ngintip gitu?!” Sari menyentak Ratu yang langsung terkesiap.

“Nggak ngapa-ngapain, kok. Aku cuma lihat Siti lagi beli pisang apa,” sahut Ratu.

Gadis itu bergegas menuju ke kamarnya kemudian. Meninggalkan Sari yang masih menatap ke arah saudara tirinya itu penuh curiga.

“Hmmmm, mencurigakan sekali si Ratu,” gumam Sari.

Di dalam kamar Ratu, gadis itu tengah memandangi sebuah kaos hijau yang terdapat banyak bercak darah. Kaos yang ia simpan dalam sebuah kotak kardus yang ia letakkan di kolong ranjangnya.

“Aku nggak tau kenapa kaosku ini bisa ada darahnya. Padahal bukan darah aku juga. Tapi, aku takut kalau cerita ini ke Siti,” gumam Ratu.

Gadis itu memilih untuk menyembunyikan kaos itu rapat-rapat. Saat semua tak memperhatikan dirinya, ia akan membakar kotak kardus tersebut bersama tumpukan sampah lainnya esok pagi.

“Non Ratu!” Siti mengetuk pintu kamar gadis itu tiba-tiba.

Membuat Ratu terkejut dan langsung mendorong kotak kardus itu ke kolong ranjang.

“Iya, Ti, masuk aja!” titah Ratu.

“Ini saya bawa pisang ambon buat Non Ratu. Eh iya, tadi saya ketemu Mas Adam, dia nanyain Non Ratu, loh,” kata Siti.

Padahal Adam sudah memintanya untuk tidak membicarakan yang ia katakan perihal tentang Ratu tadi.

“Tanya apa?” Ratu berusaha menjauhkan Siti dari ranjangnya.

“Pokoknya aneh, deh. Masa kata Mas Adam dia lihat Non Ratu di desa sebelah. Kocak, ya? Padahal kan Non Ratu di rumah belajar masam sama si mbok, ya?”

“Hehe, iya kocak.”

“Non, tapi kenapa kaki Non berdarah?” tanya Siti.

Ia melihat ujung tumit kanan milik Ratu yang mengeluarkan darah seolah baru saja menginjak benda tajam.

...*******...

...To be continued ...

1
Haryati
selamat berjuang menuntaskan misteri Adam ..
Zuhril Witanto
lagi thor🤭
Zuhril Witanto
lanjut
Zuhril Witanto
gimana mau ada...pastilah arwahnya di sekap ma pesugihan pak Hadi .kan Karyo pernah bilang kalau wabah penyakit nya ilang bakalan ada yang mati sebagai ganti
Mama Jasmine
curiga sama Karyo yg bunuh pak sugeng
tah dikasi racun atau apa ???

ahhhh curigaan mulu kan gara2 kak vie bikin cerita beginian /Facepalm/
Mama Jasmine
aku mulai curiga sama si sule
bisa jadi dia terlibat dgn sengaja membawa Adam ke desa itu
kali aja ini ada hubungannya dgn nyi ageng atau masako lagi yg ngincar keluarga kencana ungu

lahhhh aku mulai traveling tebak2an nih hehehehe
Mama Jasmine: iya nih lama gak men petak umpet disini
soalnya sedang kembali di dunia nyata wkwkwkwk/Chuckle//Chuckle//Chuckle/
Vie Junaeni: aku suka aku suka tebak²an nya

/Smile//Smile//Smile/
total 2 replies
Zuhril Witanto
lanjut
Zuhril Witanto
tuh kan Karyo tau tapi pura2
Zuhril Witanto
kayaknya ratu gak sadar kalau udah makan kambing
Haryati
mas Karyo pasti tau itu pesugihan dan rahasia tu uan Hadi...🤔🤔
Vie Junaeni
ngeri kena mental sama Adam ya
Tini Timmy
ini jatuhnya pocong yang kena mental /Joyful/
Tini Timmy
Adam bener" ya/Sob//Facepalm/
Tini Timmy
/Facepalm//Facepalm/
Haryati
cong.....pocong wes tak bilangin jangan gangguin Adam,.kena mental kan lu....😂😂😂😂
Zuhril Witanto
ngakak🤣🤣🤣🤣
Zuhril Witanto
apa iya ratu
Zuhril Witanto
🤣🤣🤣
Zuhril Witanto
🤣🤣🤣Adam di lawan
Mama Jasmine
udah Dam minta info aja sama tuh pocong soal Adit
kalau tuh pocong tutup mulut sumpel aja mulutnya pakai jantung pisang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!