Marsha Aulia mengira, ia tidak akan pernah bertemu kembali dengan sang mantan kekasih. Namun, takdir berkata lain. Pria yang mengkhianatinya itu, justru kini menjadi atasan di tempatnya bekerja. Gadis berusia 27 tahun itu ingin kembali lari, menjauh seperti yang ia lakukan lima tahun lalu. Namun apa daya, ia terikat dengan kontrak kerja yang tak boleh di langgarnya. Apa yang harus Marsha lakukan? Berpura-pura tidak mengenal pria itu? Atau justru kembali menjalin hubungan saat pria yang telah beristri itu mengatakan jika masih sangat mencintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
05. Akhirnya Aku Menemukan Mu.
Kaki Marsha terasa bergetar, dan jantungnya pun berdetak lebih cepat. Gadis itu seolah berat melangkah keluar dari dalam pesawat yang beberapa menit lalu telah mendarat di bandara internasional Soekarno-Hatta.
Lima tahun lalu, dengan berat hati ia meninggalkan pulau Jawa karena rasa sakit hati yang di alami. Sekarang, setelah ia nyaman berada di tempat pelariannya, gadis itu harus kembali demi tuntutan pekerjaan.
“Ada apa, Sha?” Tanya Chef Robby dari belakang punggung gadis berusia dua puluh tujuh tahun itu.
Semua penumpang burung besi itu sudah keluar, kini tertinggal mereka berdua di ambang pintu.
“Ayo. Jangan sampai petugas memarahimu.”
Tanpa meminta ijin terlebih dulu, chef Robby meraih jemari Marsha. Menuntun gadis itu untuk keluar dari dalam pesawat.
“C-chef.” Marsha melihat ke arah pertautan tangan mereka.
“Maaf.” Seketika Chef Robby melepasnya.
“Aku hanya tidak mau kita kena mara pramugari karena terlalu lama di atas sana.” Jelas Chef Robby.
Marsha menganggukkan kepalanya pelan.
“Sha. Aku tidak tahu apa yang kamu alami di masalalu. Tetapi, aku mohon cobalah untuk melepaskannya.”
Ucapan Chef Robby membuat gadis itu menatap sang atasan penuh tanya.
“Maaf jika aku lancang atau sok tahu. Tetapi, aku merasa ada sesuatu yang terjadi di masalalu yang membuat kamu enggan untuk kembali kesini.” Chef Robby kembali berbicara. Meraka berjalan pelan menjauh dari pesawat.
“Maafkan aku, Chef. Untuk saat ini, aku belum bisa bercerita. Tetapi, Terimakasih atas sarannya.” Gadis itu kemudian melangkah penuh semangat.
Setelah mendapatkan koper dan barang lainnya. Para Staff hotel kembali berkumpul sembari menunggu mobil jemputan yang akan mengantar mereka ke tempat tinggal yang telah disediakan oleh pemilik hotel.
Para Staff hotel yang datang dari Bali, mendapatkan tempat tinggal gratis berupa apartemen tipe studio. Apartemen yang hanya terdiri dari satu ruangan yang mencakup semua fungsi mulai dari tempat tidur, dapur, ruang belajar, lemari pakaian, dan lain sebagainya dengan tambahan kamar mandi. Lokasinya pun tidak jauh dari hotel tempat mereka bekerja.
Marsha mengingat kembali kenangan yang terlintas di benaknya, saat mini bus yang ia tumpangi melaju pelan di tengah padatnya lalu lintas jalanan.
Gadis berusia dua puluh tujuh tahun itu tidak menyangka akan kembali ke Jakarta secepat ini. Ia bahkan berkeinginan untuk menetap di pulau dewata.
“Apa kamu tidur, Sha?” Tanya Chef Robby saat melihat sang asisten memejamkan mata. Mereka duduk sedang berdampingan.
“Tidak, Chef. Hanya sedikit mengingat masalalu.” Aku gadis itu tanpa sadar.
“Aku harap kamu mengingat masalalu yang indah. Bukan yang menyakitkan.”
Dahi Marsha berkerut, halus seolah bertanya kenapa?
“Karena aku tidak suka melihat wajah kamu yang murung. Tersenyum lebih cantik.” Ucap Chef Robby sembari menyunggingkan sudut bibirnya.
“Iya, chef. Aku juga mengingat yang indah-indah.” Balas Marsha dengan tersipu malu. Baru kali ini ia mendapat pujian dari orang lain, selain Rafael.
Tidak. Baru saja Marsha mengatakan mengingat kenangan indah. Gadis itu justru teringat nama sang mantan kekasih. Ia pun menggelengkan kepalanya pelan.
“Selamat beristirahat, Sha.” Ucap Chef Robby saat mereka sudah berada di depan unit apartemen, yang kebetulan kembali berdampingan.
“Iya, Chef.”
\~\~\~
Pagi pun tiba.
Pukul enam pagi Marsha telah siap dengan seragam Chef jaketnya. Ini adalah hari pertamanya bekerja di hotel pusat. Gadis itu tidak ingin melakukan kesalahan dengan terlambat datang.
Saat sedang memakai sepatu, bel pada pintu apartemen berbunyi. Marsha pun bergegas membukanya.
“Sarapan.”
Chef Robby berdiri di depan pintu, sembari mengangkat sebuah paper bag.
“Silahkan masuk, Chef.” Gadis itu memberi jalan.
“Kenapa repot sekali, Chef?” Tanya Marsha saat Chef Robby mengeluarkan isi didalam paper bag. Dua kotak bubur ayam, dan dua botol air mineral.
“Karena aku tahu belum ada apa-apa di apartemen ini.” Ucap pria berusia tiga puluh lima tahun itu.
Chef Robby bertekad menunjukkan ketertarikannya pada Marsha secara terang-terangan. Mereka sekarang berada di Jakarta. Jauh dari Chef Made, tentu tidak ada orang yang akan berani menggoda mereka lagi.
“Rencananya pulang kerja nanti aku akan berbelanja, Chef.” Ucap Marsha sembari menerima bubur ayam yang di serahkan oleh Chef Robby padanya.
Pria dewasa itu menganggukkan kepalanya. “Kita pergi bersama. Aku juga ingin membeli beberapa keperluan.”
Marsha pun mengangguk setuju.
Tiga puluh menit kemudian, mereka pun berangkat bersama. Di lobby apartemen, tanpa sengaja bertemu dengan dua senior koki yang juga akan berangkat kerja.
“Yang lainnya dimana?” Chef Robby menanyakan keberadaan dua senior koki lainnya.
“Mereka dapat jadwal kerja sore, chef.”
Chef Robby mengangguk paham. Mereka pun berjalan menuju halte bus di depan apartemen.
Ini baru hari pertama mereka di Jakarta. Jadi, belum sempat membeli atau menyewa kendaraan untuk di gunakan sehari-hari. Chef Robby sendiri berniat membeli sebuah mobil bekas, untuk mempermudahkan dirinya berpergian selama satu tahun kedepan.
Tiba di depan hotel, para pekerja menatap kagum bangunan hotel mewah tempat mereka mencari nafkah itu. Gedung tinggi menjulang, berbeda dengan hotel di Bali yang tidak boleh lebih tinggi dari pohon kelapa.
Lain halnya dengan Chef Robby. Pria dewasa itu sudah pernah bekerja di hotel itu sebelum di pindah tugaskan ke cabang Bali.
“Selamat datang, Chef.” Ucap petugas ke amanah yang berjaga di depan pintu gerbang hotel.
Mereka kemudian berjalan menuju lobby, yang menjadi penghubungan bangunan utama hotel dan restoran.
Langkah-langkah riang para pekerja dapur itu menjadi pusat perhatian beberapa orang.
“Sepertinya aku mengenali wanita itu.” Gumam seorang pria yang baru saja keluar dari dalam lift.
Pria berpakaian formal khas orang kantoran itu pun mengusap wajahnya, agar penglihatannya semakin jelas.
“Ya. Tidak salah lagi.” Ia pun melebarkan langkah. Namun, rombongan para pekerja itu telah menghilang di balik pintu penghubung.
“Selamat pagi pak.” Sapa seorang wanita yang bertugas di resepsionis.
“Pagi.” Pria itu membalas. “Oh ya. Apa kamu tahu, orang-orang yang lewat disini tadi itu?” Tanyanya kemudian.
“Oh mereka Chef dan senior koki di restoran, pertukaran dari cabang Bali, pak.”
Mendengar jawaban resepsionis itu, sang pria pun mengangguk paham.
“Akhirnya aku menemukanmu, Sha.”