Seorang gadis 24 tahun, seorang guru SD berparas cantik dan selalu berpakaian tertutup, tanpa sengaja menemukan seorang gadis kecil yang sedang menangis di pinggir jalan.
"Mama...!"
Gadis kecil itu memanggilnya dengan sebutan Mama, membuatnya terkejut dan kebingungan. Ia tak mengenal anak itu sama sekali.
Meski begitu, gadis kecil itu bersikeras memintanya untuk membawanya pergi bersama. Penampilannya tidak menunjukkan bahwa ia anak terlantar. Lantas, siapa sebenarnya gadis kecil ini? Apa rahasia di balik pertemuan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur dzakiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa aku setua itu di matanya?
"Maaf? Ikut kemana?" tanya Khyra, bingung. Ia tidak tahu harus ikut kemana, apalagi tangannya terus dipegang oleh Lea, dan pria itu malah memintanya ikut. Ikut kemana?
"Ke rumah," jawabnya singkat, semakin membuat Khyra bingung.
"Maaf?" Khyra bertanya, penuh dengan kebingungan.
"Lea tidak ingin melepaskanmu, jadi kamu harus ikut bersama kami," jelas pria itu. Sungguh, pria besar itu, selain wajahnya yang menakutkan dan ekspresinya yang datar, juga bicara sangat sedikit. Hal itu membuat Khyra merasa tidak nyaman. Khyra sadar, dengan perlakuan pria itu yang kaku, tentu Lea merindukan kasih sayang orang tua, terutama ayahnya.
Khyra merasa tidak mungkin ikut bersama mereka. Ia kembali berjongkok untuk menyesuaikan posisi Lea. Khyra menatap gadis kecil itu dengan perasaan sedih. Rasanya, pertemuannya dengan Lea begitu singkat, namun ia sudah merasa menganggap Lea seperti adiknya, karena Khyra adalah anak tunggal. Jadi, keberadaan Lea, walau hanya sebentar, membuatnya merasa sedikit berbeda.
"Lea, itu ayah dan nenek. Lea harus pulang sama mereka, ya? Mama sayang Lea, Lea anak pintar," ucap Khyra dengan lembut, sambil mengelus pipi chubby Lea.
"Mama jahat!! Lea tidak mau! Hiks... TIDAK MAU!!" Tangisan Lea semakin keras, membuat Khyra benar-benar merasa frustrasi. Pelukan Lea yang semula hanya memegang tangannya, kini semakin erat. Badannya terasa terkunci dalam pelukan Lea. Khyra menatap nenek Lea dan pria yang merupakan ayah Lea, bergantian. Ia ingin sekali bertanya tentang ibu Lea, namun melihat situasi ini, Khyra hanya bisa menebak-nebak. Mungkin ibu Lea sudah meninggal atau mereka berpisah, tetapi Khyra merasa tidak nyaman untuk bertanya.
"Saya sudah tidak bisa berlama-lama, kamu harus ikut kami," pinta pria itu.
"Iya, nak. Mohon maaf sekali lagi. Kami benar-benar butuh bantuanmu untuk ikut bersama kami," kata Nenek Lea kepada Khyra. Mereka pun frustasi, sama seperti Khyra. Namun, Khyra sangat lemah jika melibatkan orang tua. Jika sudah ada orang tua yang meminta, ia tidak bisa menolak. Ia melihat Sakinah seolah meminta bantuan, tapi Sakinah hanya menggelengkan kepala, seakan juga tidak tahu harus berbuat apa.
"Baiklah, saya akan ikut. Ini sebagai perpisahan terakhir saya dengan Lea," ucap Khyra sambil menggendong Lea. Khyra segera berpamitan dengan Sakinah dan meminta Sakinah pulang terlebih dahulu. Ia akan pulang menggunakan taksi.
Mereka semua kemudian berjalan menuju parkiran. Di samping Khyra, pria itu berjalan, terus menatap Lea dalam gendongan Khyra. Ia merasa bersalah dan merasa dirinya kurang sebagai seorang ayah. Ia pikir dengan memberikan kehidupan yang terbaik untuk Lea sudah cukup, itulah sebabnya ia menolak kehadiran seorang istri.
Sementara itu, Nenek Lea tenggelam dalam pikirannya, merenung tentang banyak hal yang terjadi. Seolah ada rencana yang disusun dalam pikirannya.
Setibanya di mobil, pria itu membuka pintu mobil untuk Khyra, tentunya perlakuan itu ditujukan untuk Lea. Tanpa basa-basi, Khyra langsung masuk ke dalam mobil. Mobil itu segera melaju, meninggalkan tempat itu. Lea terus memeluk Khyra, tidak ingin melepaskan pelukannya. Lea menyandarkan kepalanya di dada Khyra. Setelah menangis begitu lama, mungkin Lea merasa lelah, dan akhirnya tertidur dalam pelukan
Satu jam perjalanan akhirnya berlalu, dan mobil mereka memasuki pekarangan rumah yang begitu besar dan mewah. Namun, bagi Khyra, semuanya tampak biasa saja—tepat seperti yang sudah ia perkirakan. Mobil berhenti tepat di depan pintu utama, memberikan pemandangan keseluruhan kediaman itu dengan lebih jelas.
"Lea tertidur," ujar Khyra, meminta mereka segera mengambil Lea karena ia merasa kesulitan menanganinya. Nenek Lea, yang mendengar itu, segera mengambil Lea dengan sangat hati-hati.
"Kalau begitu, saya pamit," kata Khyra, berniat segera pergi. Namun, langkahnya dihentikan oleh nenek Lea.
"Kamu pulang naik apa? Tunggu, kamu pulang saja bersama sopir kami," kata nenek Lea.
"Tidak usah, Tante. Saya bisa pulang naik taksi," jawab Khyra cepat, tak ingin merepotkan mereka.
"Di sini sulit mendapatkan taksi. Biar saya saja yang mengantar," ujar pria itu yang kebetulan juga hendak kembali ke perusahaan. Tidak ada alasan lagi bagi Khyra untuk menolak.
"Kamu bisa menunggu di dalam mobil," lanjut pria itu. Khyra pun menurut, segera masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang.
"Shaka, jangan lupa minta nomor gadis itu. Kita sangat berutang budi kepadanya," ucap nenek Lea, yang hanya dibalas dengan anggukan kecil oleh pria itu.
Melihat Khyra duduk di kursi belakang, pria itu tampak sedikit terganggu. "Saya bukan sopirmu," ujarnya setelah masuk ke dalam mobil.
"Maafkan saya," ujar Khyra dengan nada tidak nyaman. Namun, ia tetap duduk di kursinya tanpa bergerak, karena baginya, duduk di depan, apalagi hanya berdua dengan pria yang bukan mahramnya, jauh lebih tidak nyaman.
"Kamu minta maaf, tapi tetap duduk di sana?" ujar Shaka dengan nada datar.
"Maaf, Pak. Tapi saya tidak bisa duduk di depan. Kalau ini membuat Anda tidak nyaman, saya bisa mencari taksi," jawab Khyra dengan hati-hati.
"Sudah saya bilang, di sini tidak akan ada taksi," sahut Shaka dingin. "Ya sudah, terserah kamu. Tapi saya bukan sopirmu," lanjutnya sambil menyalakan mesin dan melajukan mobil.
Khyra, yang awalnya hanya menunduk, memutuskan untuk memandang ke luar jendela. Ia berusaha menyembunyikan kegugupannya, meski hatinya berdebar canggung.
Dari kaca spion, Shaka melirik gadis di kursi belakang. Pakaian tertutup yang dikenakan Khyra serta jilbabnya membuatnya terlihat sederhana tapi anggun. Shaka menghela napas, membuka laci mobil, lalu mengeluarkan sebuah notebook kecil dan bolpoin.
"Ibu saya meminta nomor teleponmu," katanya, menyerahkan benda itu ke Khyra.
Khyra dengan cepat mengambil notebook dan bolpoin itu, lalu menuliskan nomornya. Shaka kembali fokus pada jalan, tanpa berkata lebih banyak.
Ketika akhirnya mereka sampai di depan rumah Khyra, ia sedikit kesulitan memberikan arahan karena rumahnya berada di area yang cukup tersembunyi.
"Terima kasih, Pak," ucap Khyra sambil segera keluar dari mobil.
Shaka tidak menjawab, hanya terdiam di belakang kemudi. Pikirannya sibuk dengan satu hal.
"Pak? Apa aku setua itu di matanya?" gumamnya dalam hati, sedikit kesal. Ia menggeleng pelan dan melajukan mobilnya kembali ke arah perusahaan.
Perjalanan ini memberinya waktu untuk merenung. Ia merasa lega karena Lea sudah ditemukan, apalagi dalam keadaan baik-baik saja. Namun, pikirannya tetap berputar pada satu hal, Lea yang terus memanggil Khyra dengan sebutan "Mama."
Hal itu membuat Shaka tidak nyaman. Bagaimana mungkin seorang gadis asing bisa membuat Lea begitu terikat? Ia tahu, Lea pasti akan marah besar jika sadar Khyra tidak ada di sampingnya lagi. Shaka mendesah pelan, berusaha memikirkan apa langkah selanjutnya yang harus ia ambil.