Seorang gadis keturunan Eropa yang berambut sebahu bernama Claudia. Sebagai anak ketua Mafia kejam di bagian eropa, yang tidak memiliki keberuntungan pada kehidupan percintaan serta keluarga kecil nya. Beranjak dewasa dia harus memilih jalan kehidupan yang salah mengikuti jejak ayah nya sebagai mafia, di karenakan orang tua nya bercerai karena seseorang masuk ke dalam kehidupan keluarga nya sebagai Pelakor. Akibat perceraian orang tua nya, dia menjadi gadis yang nakal serta bar bar dan bergabung menjadi mafia. Dia memiliki seorang kekasih yang hanya mencintai diri nya karena n*fsu semata. Waktu terus berjalan membuat dia muak, karena percintaan yang toxic & pengkhianat dari orang terdekat nya. Dia mencoba untuk merubah diri nya jadi lebih baik, agar mendapatkan cinta yang tulus dari pria yang bisa menerima semua kekurangan dan masa lalu buruk nya serta melindungi diri nya. Akan kah ada pria mencintai dan menerima gadis ini dengan tulus? Yuk ikuti setiap bab nya! Happy reading semua 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widya Pramesti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suara Tembakan
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...--------Hari Kedua Masuk Kampus--------...
Udara pagi yang sejuk tidak membuat Claudia bermalas-malasan untuk bangun lebih awal hari ini. Rasa semangat membara di diri nya mulai tumbuh, setelah mencerna semua tentang kehidupan Zen yang tidak pantang menyerah dan terpuruk dalam kesedihan walau tak mendapatkan kasih sayang seorang ayah.
Sebelum fajar menyingsing, Claudia berniat untuk mandi terlebih dahulu sebelum sarapan. Saat itu Isabella juga sudah bangun lebih awal seperti biasa setiap hari nya, dia harus menyiapkan sarapan untuk sang putri kesayangan nya agar mendapatkan energi penuh supaya fokus mengikuti mata kuliah hari kedua nya.
"Clau, tumben kamu bangun sepagi ini?" seru Isabella melihat sang putri yang sudah berpakaian sangat rapi dan tas ransel di pundak nya.
Tak butuh lama ternyata Claudia sudah selesai mandi dan bersiap-siap, " hehe, lagi bagus mood nya bu!" imbuh Claudia mendaratkan pantatnya di kursi meja makan.
"Hem, mood karena apa itu?"
"Apa karena tetangga kita yang tampan itu yaaaa....? tukas Isabella yang sedang menuangkan susu ke gelas dan menyajikan sereal gandum di dalam wadah.
Isabella melangkah ke meja makan dan meletakkan susu dan sereal untuk sang putri.
"Apa sih bu, masa mood baik harus karena dia. Lagian, Zen masih menyebalkan bagi ku!" sahut Claudia dengan nada sebal dan langsung melahap sarapan tersebut yang sudah di sajikan oleh sang ibu.
"Menyebalkan sih menyebalkan ya, tapi kenapa kamu ajak dia untuk mengajari memasak?!" ujar Isabella yang ternyata mendengar kan obrolan Claudia dan Zen kemarin.
Claudia yang sedang mengunyah terdiam sejenak, "loh, ibu dengar obrolan kami?"
"Bukan nya kata ibu sedang mules?!" ucap Claudia, yang masih ingat jika sang ibu permisi ke toilet dan meninggalkan mereka berdua di meja makan.
"Ibu beneran mules, tapi tidak sengaja mendengar kan obrolan kan setelah keluar dari toilet!" timpal Isabella yang sedikit kikuk bicara nya, sebenarnya dia memang tidak mules saat itu tapi bersembunyi di balik tembok untuk mendengarkan percakapan Claudia dan Zen serta memberikan mereka kesempatan berduaan agar lebih akrab.
"Hmmm...., gitu!"
"Oke deh bu, nanti setelah jam kuliah aku kerumah Zen ya mau belajar memasak dari resep ibu nya" ujar Claudia meminta izin terlebih dahulu.
"Boleh sayang, lagian rumah dia kan di samping rumah kita. Jadi, ibu tidak terlalu khawatir!" sahut Isabella memberikan izin dengan senang hati.
"Terimakasih bu, aku berangkat dulu ya!" pamit Claudia.
"Loh, cepat banget kamu berangkat nya. Ini masih jam berapa, Clau...!" seru Isabella.
Claudia melihat arloji di tangan kiri nya, menunjukkan jam 7 Pagi.
"Tidak masalah bu, lagian aku ingin bersantai dulu di kelas nanti sebelum masuk dosen dan pintu gerbang kampus juga tidak di gembok bu!" lirih Claudia.
"Ooo...begitu, ya sudah kamu hati-hati di jalan ya nak!" ujar Isabella yang mengerti, mungkin karena efek semangat yang baru muncul di dalam diri Claudia. Membuat putri nya, tidak masalah jika harus berangkat lebih awal.
Claudia menggangguk serta tersenyum kepada ibu nya.
Diri nya kini ke garasi rumah mengambil motor nya, lalu menghidupkan mesin nya selama beberapa menit ia memanaskan mesin motor nya.
"Apa Zen, belum bangun ya?" gumam Claudia menoleh ke arah rumah di sebelah nya.
"Hmmm, aku berangkat duluan aja deh!" lirih Claudia, yang sebenarnya berharap bisa berangkat bareng dengan tetangga nya itu.
Kini diri nya menancap gas motor nya menuju kampus dengan kecepatan sedang.
...--------Di Parkiran Kampus-------...
Tidak butuh waktu lama, Claudia telah sampai ke pintu gerbang kampus dan di parkir kan motornya di tempat parkiran khusus kendaraan roda dua. Di sebrangnya ada tempat parkir khusus kendaraan roda empat.
Terdapat sebuah mobil Porsche milik Kenzie yang terparkir disana.
"Itu bukan nya mobil Kenzie?"
"Tapi, tumben dia datang lebih awal!" gumam Claudia menyipitkan matanya untuk memastikan bahwa itu benar mobil Kenzie.
Dia melangkah menuju parkiran kendaraan roda empat untuk melihat plat mobil Porsche, apakah milik Kenzie atau bukan.
"Benar mobil Kenzie ini!"
"Aku harus ke kelas mau pasti in, jika Kenzie ada disini!" buncah Claudia melangkah lebih cepat menuju ke kelas nya yang ada di lantai dua.
Kampus itu masih terlihat sangat sepi, belum ada mahasiswa lain dan dosen datang saat itu bahkan satpam di kampus juga belum kelihatan.
Claudia melewati satu persatu satu kelas lain, sehingga tiba di kelas nya. Tidak terdapat Kenzie yang berada di dalam situ, hanya ada kursi yang masih tersusun rapi di dalam kelas nya.
"Kok, Kenzie gak ada di dalam kelas?"
"Tapi mobil nya ada di parkiran. Hmmm, aneh banget!".? lirih Claudia.
Dia tidak ingin mengambil pusing dan terlalu kepo keberadaan Kenzie sekarang. Dirinya memilih duduk di kursi milik nya itu.
Claudia meraih tasnya dan mengambil sebuah buku novel tentang kehidupan mafia, diri nya memang menyukai membaca buku apapun. Selain hobby olahraga, dia juga sangat menyukai membaca buku untuk ketenangan pikiran nya.
"Kejam sekali mafia di novel ini, apa ayah ku juga seperti ini ya? Aku harap, ayah tidak pernah membunuh siapapun!" gumam Claudia sendirian di dalam kelas.
"Tapi, ayah kan juga mafia kata ibu. Apa kemungkinan ayah juga kejam seperti cerita di novel ini!" timpal Claudia yang baru ingat jika ayah nya memang di juluki sebagai Mafia kejam, tapi diri nya belum pernah melihat sang ayah membunuh siapapun di depan mata nya.
Claudia melanjutkan aktivitas membaca novel nya itu, di saat keadaan sedang hening. Claudia mendengar kan suara tembakan beberapa kali dari arah selatan, tepat nya di bagian kantin kampus nya.
Dor! Dor! Dor!
"Suara apa itu? Seperti suara tembakan!" Katanya.
Dia mencoba keluar dari kelas, memberanikan diri nya untuk melihat apa sebenarnya yang sedang terjadi.
Claudia turun ke lantai satu menuju ke sebuah kantin yang ada di dekat halaman belakang kampus nya. Saat tiba di kantin, bola mata nya melebar besar.
"Kenzie!" ucap Claudia melihat tubuh kenzie terkapar di lantai kantin yang sudah banyak darah bercucuran disitu.
"Kenzie, Lo kenapa?" Claudia berlari menghampiri diri nya yang sudah meraung kesakitan.
"Cla-clau...!" panggil Kenzie dengan suara rintihan kesakitan, di bagian kaki nya terdapat luka tembakan dan terdapat dua buah peluru yang menancap di kaki kiri kenzie.
"Ken, siapa yang lakuin ini ke Lo?" tanya Claudia yang mencoba menahan d4rah yang terus keluar dari kaki kiri Kenzie.
Kenzie menggelengkan kepalanya, karena dirinya memang tidak terlalu kenal siapa orang yang telah menembak kakinya dengan sengaja.
"Ken, kaki sebelah Lo masih sanggup berdiri kan? Biar aku bawa ke kelas ya, aku obatin di kelas saja!" ujar Claudia yang berniat menolong nya, karena diri nya selalu membawa kotak P3K.
Kenzie menggangguk iya dan menyetujui perkataan Claudia. Claudia memapah tubuh Kenzie yang sedikit berat bagi nya, mereka berjalan pelan-pelan menuju ke kelas yang ada di lantai dua.
Sesampainya di kelas, Claudia meraih kotak P3K yang isi peralatan medis sedikit lengkap di dalam situ.
Dia mengelap darah di kaki Kenzie, walaupun masih terus keluar. Claudia berusaha mengeluarkan dua peluru yang masih menancap di kaki Kenzie menggunakan alat medis yang dia bawa di kotak P3K.
Kotak P3K milik nya lumayan besar, dia mendapatkan itu dan belajar tentang kesehatan dan cara merawat pasien dari sang ibu yang dulu nya berkerja sebagai perawat rumah sakit dan berhenti semenjak lahirnya Claudia.
"Ken, tahan ya Ini agak sakit!" pinta Claudia, mengeluarkan peluru nya satu persatu.
"Aaaarrgghh....!" Kenzie meraung kesakitan.
Claudia tetap terus melanjutkan mengeluarkan peluru terakhir, dan menutupi luka nya mengunakan kasa steril dengan lebih tebal agar tidak masuk udara ke luka tembak tersebut.
"Selesai!"
"Tapi, ini belum sepenuhnya selesai. Kamu masih butuh penanganan medis lebih lanjut!" buncah Claudia, karena dia hanya bisa mengeluarkan peluru serta membaluti kaki Kenzie mengunakan kasa steril.
"Jadi aku harus di tangani ke rumah sakit?" tanya Kenzie.
"Iya Ken, kamu harus di berikan suntikan vaksin tetanus dan antibiotik infus agar luka mu tidak terinfeksi" jawab Claudia sedikit menjelaskan apa yang dia pelajari dari ibu nya dan buku medis yang dia baca cara menangani berbagai bentuk luka.
"Ooo, tapi aku tidak sanggup ke rumah sakit dengan kaki ku yang seperti ini!" ucap Kenzie melihat celana nya di kaki kiri sudah penuh darah.
"Hmm, aku ingin mengantar mu tapi tubuh mu sedikit berat!" pungkas Claudia yang memang tak sanggup memapah tubuh Kenzie yang berisi padat dan tinggi.
Kenzie menghela nafas, karena apa yang dikatakan Claudia benar jika tubuhnya memang sedikit berat karena body nya besar tinggi dan kelihatan kekar.
Saat itu satu persatu mahasiswa sudah berdatangan dari kelas lain dan beberapa dosen juga sudah muncul. Beberapa teman kelas nya juga sudah hadir memasuki kelas dan memandang Kenzie dengan wajah syok termaksud Naura.
"Astaga Kenzie, kaki kamu kenapa?" tanya Naura.
"Aku di tembak secara tiba-tiba di kantin pagi tadi masih keadaan sepi, tapi aku tidak tau siapa yang telah menyerangku karena wajahnya tertutup dengan masker hitam dan topi serta pakaiannya berjubah hitam gitu" lirih Kenzie menceritakan sedikit kejadian nya.
"Astaga, jahat banget tuh orang!" tukas Naura dengan rasa iba.
"Ken, apa Lo punya musuh?" Claudia memberi sebuah pertanyaan kepadanya, karena dia merasa janggal atas kejadian ini.
"Engga ada Clau, Lo tau sendiri kan kalau aku hanya berteman dekat sama Alvin dan tidak punya musuh siapapun itu!" jawab Kenzie.
"Hmm, aneh juga ya!" kata Claudia.
Seluruh teman kelas nya pada berkerumunan di dalam, memandang Kenzie serta berbagai pertanyaan menanyakan kondisi nya. Bel masuk pun berbunyi, setiap dosen memasuki ke ruang kelas masing-masing di tempat mereka ngajar.
Dosen wanita cantik yang bernama Sabrina sebagai wali kelas mereka yang disebut dosen pembimbing akademik itu melangkah masuk ke ruangan, beliau melihat para mahasiswanya berkerumunan di dalam.
"Ada apa ini pada berkerumunan?" seru Sabrina.
Semua mahasiswa terkejut mendengarkan suara dosen pembimbing mereka, dan langsung duduk ke kursi nya masing-masing. Tidak dengan Zen, yang baru sampai di ruangan tersebut tapi Sabrina tidak menegur dan memarahi nya.
"Bu, ada satu mahasiswa di kelas kita yang sedang mendapat musibah!" ucap Naura mengangkat tangan nya.
"Benar kah? Siapa itu?" tanya Sabrina dengan nada cemas.
"Kenzie Bu, teman sebelah kiri saya ini. Dia di tembak oleh orang tak di kenal pagi tadi!" sahut Claudia.
"Astaga, kejadian nya dimana? Kenapa bisa ini terjadi?" lirih Sabrina dengan wajah khawatir.
"Di kantin tadi pagi bu, saya datang lebih awal!" ujar Kenzie dengan wajah yang sudah kelihatan pucat.
"Astaga, ya tuhan. Pantas saja tadi pagi ada yang heboh di kantin kata nya ada d4rah bercucuran disitu, ternyata itu milik kamu?" tukas Sabrina, Kenzie pun menggangguk iya.
"Kamu kerumah sakit saja, saya beri izin serta tolong siapapun antar dan temenin Kenzie kerumah sakit dan akan saya beri izin di jam kuliah saya hari ini!" pinta Sabrina.
"Saya bersedia Bu!" Claudia mengangkat tangan nya.
"Saya juga Bu!" sahut Zen, Kenzie menoleh ke arahnya dan memutarkan bola mata nya.
"Oke boleh, kalian berdua temanin Kenzie ke rumah sakit!"
"Kalian saya berizin untuk hari ini!" ucap Sabrina.
"Baik bu, terimakasih!" jawab Claudia dan Zen secara bersamaan.
Mereka berdua pun memapah tubuh Kenzie melangkah keluar dari ruangan tersebut menuju parkiran mobil.
"Ken, minta kunci mobil Lo dong! Nanti kami pulangnya naik taksi aja" seru Claudia.
Kenzie meraih kunci mobilnya di saku celana, saat hendak memberikan ke tangan Claudia. Zen merampas kunci itu dengan cepat.
"Biar aku yang bawa!"
"Masa iya, wanita yang bawa. Wanita itu harus di ratukan!" tukas Zen.
Kenzie terplanga saat kunci nya di rampas.
"Udah Zen, biar aku saja. Lagian aku juga bisa nyetir mobil kok!" timpal Claudia.
"Dengerin tuh, jangan sok jadi cowo yang perhatian deh!"
"Paling juga modus tuh!" ucap Kenzie dengan nada ketus.
"Clau, biar aku saja! Kamu cukup duduk tenang, selagi ada aku biarkan diriku yang nyetir ya..." ujar Zen dengan nada lembut.
"Oke deh!".
"Dih, mobil-mobil aku malah dia yang sok ngatur!" gerutu Kenzie dengan kesal.
Dia langsung duduk di kursi belakang mobil, dengan wajah cemberut karena enggan duduk di samping Zen. Claudia dan Zen menyusul masuk ke dalam mobil, Zen langsung menghidupkan mesin mobilnya dan mereka bertiga segera meluncur ke rumah sakit.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...----------------...
...bersambung.......
🥰🥰🥰🥰🥰🥰
mampir juga dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/
🥰🥰🥰🥰🥰
🥰🥰🥰🥰🥰