(Tahap Revisi)
Hani tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran pekerjaan dari sahabatnya, yakni menjadi pelayan di sebuah Villa mewah. Namun nasib naas malah menimpanya di villa mewah itu.
"Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?" seorang wanita paruh baya langsung melabraknya.
"Laki-laki yang burungnya mati suri" Hani mengatakannya dengan judesnya di depan semua orang.
Yuk simak kisahnya hanya di cerita Dihamili Tuan Impoten!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alif Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Bapak-bapak dan ibu-ibu kompleks tampak heran melihat mobil mewah memasuki kompleks perumahan permadani. Ini kali pertama mereka melihat mobil mewah memasuki kompleksnya. Siapa gerangan penghuni kompleks yang akan di kunjungi orang kaya itu, pikir mereka.
"Dimana rumahnya? Mama sangat ilfil melewati gang sempit begini" tanya Nyonya Miranda dengan wajah jutek.
Nyonya Miranda benar-benar belum bisa menerima keputusan putranya, bagaimana bisa putra semata wayangnya sekaligus pewaris DW Group harus menikah dengan kaum kelas menengah ke bawah, alias rakyat miskin.
Jikalau pun wanita berandalan itu hamil, dia masih meragukan kehamilannya. Jangan-jangan wanita berandalan itu cuma memanfaatkan putranya demi bisa bergabung dalam keluarganya.
"Sebentar lagi kita sampai" sahut tuan Wibowo dengan raut wajah terlihat bahagia. Ini kali keduanya berkunjung ke rumah calon istri cucunya.
"Kenapa sih pakai acara lamaran segala, harusnya langsung nikah saja" ucap Nyonya Miranda dengan ketusnya.
Seharusnya tak perlu diadakan acara lamaran, mengingat calon istri putra semata wayangnya sudah hamil di luar nikah, syukur-syukur putranya mau menutup aib wanita berandalan itu.
Sedari tadi Nyonya Miranda mengomel tak jelas di atas mobil, hanya tuan Wibowo yang selalu menggubris ucapannya. Sementara Hans tak pernah menimpali ucapan ibunya, dia memilih diam dengan pandangan lurus ke depan.
"Begitulah prosesi dan adat istiadat sebelum melangsungkan pernikahan. Pertama-tama melakukan acara lamaran, kalau kedua belah pihak setuju, maka lanjut ke jenjang pernikahan. Jika tidak setuju, berarti semua rencana pernikahannya batal. Untuk itu, aku menyuruh Hans mengikuti segala prosesi sebelum ke jenjang pernikahan" ucap tuan Wibowo dengan santainya, membuat putrinya mencebik kesal di tempat duduknya.
Tak berselang lama kemudian, mobil yang membawamu mereka berhenti di depan pagar kayu sebuah rumah sederhana yang terlihat sangat minimalis. Beberapa anak-anak sedang bermain di halaman rumah.
"Benarkah ini rumahnya? Apa kita tidak salah alamat?" tanya Nyonya Miranda dengan raut wajah heran melihat bangunan sederhana yang jauh dari kata "..." Dia tidak bisa mendeskripsikannya.
Hans yang belum pernah menginjakkan kakinya di rumah Hani hanya mampu diam tanpa menyahuti ucapan ibunya. Dia malah memperhatikan suasana rumah Hani dari depan yang tampak ramai dengan banyaknya anak kecil sedang bermain di teras rumah dan halaman.
"Benar, ini rumah calon istri Hans" jawab tuan Wibowo, lalu bergegas turun dari mobil.
Nyonya Miranda hanya mampu membulatkan kedua matanya dengan raut wajah tampak tidak percaya mendengar ucapan ayahnya. Bisa-bisanya putra semata wayangnya berjodoh dengan wanita miskin.
Kedatangan Hans bersama keluarganya langsung disambut hangat oleh Ibu Halimah dan para ibu-ibu tetangga. Lalu Hans bersama keluarganya dipersilahkan masuk ke dalam rumah sederhana calon istrinya.
Para pelayan wanita dari kediaman keluarga Dirgantara yang diutus langsung tuan Wibowo membawa seserahan untuk acara lamaran itu, mereka mulai menyerahkan seserahan yang dibawanya pada keluarga calon istri tuan mudanya.
Sementara itu, para ibu-ibu langsung heboh memuji ketampanan Hans, mereka terang-terangan mengatakannya bahwa calon suami neng Hani sweet sangat tampan dan macho.
Dengan sopan Ibu Halimah mempersilahkan mereka duduk di kursi. Terlihat Nyonya Miranda mengerutkan keningnya melihat kursi usang yang harus dia duduki.
Hans mampu membaca pikiran ibunya yang enggan untuk menduduki kursi usang itu. Sedangkan kakeknya sudah duduk di kursi lebih dahulu dari mereka.
"Silahkan duduk" ucap Ibu Halimah yang kembali mempersilahkan mereka duduk.
Dengan terpaksa Nyonya Miranda duduk di kursi kayu di samping ayahnya, disusul Hans yang juga duduk di kursi berhadapan dengan kursi calon istrinya.
"Nak Feni, cepat bawa Hani kesini" bisik ibu Halimah kepada sahabat ponakannya.
"Baik Bibi" ucap Feni lalu melangkah cepat masuk ke dalam kamar sahabatnya.
"Wow, siapa ini? Aku bahkan tidak bisa mengenalinya, cantik sekali" ucap Feni dengan hebohnya, membuat Hani tersipu malu.
"Biasa aja kali, aku memang terlahir cantik. Jadi wajar saja kalau aku tampil cantik hari ini dan berkat tangan terampil mas nya" ucap Hani berbangga diri yang memuji dirinya sendiri. Dia berusaha menghilangkan perasaan deg-degan dalam dirinya.
"Kok di panggil mas sih, panggil incess baby, eke, kenapa sih" protes incess baby sambil memainkan kipas ditangannya.
"Oh maaf incess baby. Terima kasih ya sudah merias ku, aku sangat suka hasilnya" ucap Hani tersenyum manis.
"Sama-sama sayang. Ditunggu hari pernikahannya dan jangan lupa undang incess" ucap Incess baby.
"Gampang itu" sahut Hani sambil menaikkan jempolnya.
"Sudah-sudah, tuan Hans dan keluarganya sudah tiba. Bibi memintaku untuk membawamu menemui mereka, karena acaranya sudah di mulai" jelas Feni lalu menarik tangan sahabatnya untuk membawanya keluar kamar.
Hani langsung dilanda perasaan deg-degan, lagi-lagi jantungnya berdetak kencang saat berjalan ke ruang tamu. Apalagi semua orang memandang kearahnya, termasuk Hans yang langsung dibuat terpesona.
"Ehemm, pandangannya di jaga dulu, belum halal" sindir tuan Wibowo kepada cucunya.
"Tak ada yang menarik, untuk apa dibanggakan. Lagian sudah bocor" ucap Nyonya Miranda dengan ketusnya.
"Tidak masalah, lagian putramu yang sudah membuatnya bocor" sahut tuan Wibowo tersenyum tipis yang sangat tahu betul siapa yang disinggung putrinya.
Nyonya Miranda berdengus kesal dan sangat tidak suka jika ayahnya terus membela wanita berandalan nan kismin itu.
Sementara Hani terlihat malu-malu duduk di kursinya, sedari tadi pandangannya selalu menunduk, membuat Hans diam-diam curi pandang kearahnya.
Tampak Hani tidak fokus sepanjang acara lamaran berlangsung. Dia hanya mampu mengangguk saat Hans melamarnya, bahkan dia tidak sadar sudah tersemat sebuah cincin berlian di jari manisnya.
Prokkk
Prokkk
Suara tepukan tangan gemuruh terdengar menggema dalam ruang tamu diikuti suara ibu-ibu mengucapkan selamat untuk Hani dan Hans.
Feni yang merupakan MC acara mulai berteriak heboh mengucapkan selamat untuk sahabatnya, lalu Feni mempersilahkan semua orang untuk menikmati jamuan nya.
Hingga acara lamaran itu berjalan dengan lancar. Sesuai kesepakatan dari kedua belah pihak keluarga, pernikahan Hani dan Hans akan dilaksanakan tanggal 11 yang terhitung sekitar sepuluh hari lagi mulai hari ini.
"Selamat Hani, aku sangat bangga kamu dapat calon suami tajir melintir" goda Feni kepada sahabatnya.
"Makasih bestie, namun tak ada yang perlu dibanggakan. Dapat suami yang sederajat kita pun tidak masalah, melarat pun tidak masalah, yang jelas kita tetap menjadi wanita terhormat tanpa dirusak diawal" ucap Hani dengan senyuman dipaksakan. Ingin rasanya dia menertawakan takdirnya, namun tidak ada yang bisa diubah hanya waktu yang bisa menjawab bagaimana nasibnya kedepannya.
Sementara Hans dan keluarganya baru saja tiba di rumah. Terlihat Nyonya Miranda begitu kesal sampai-sampai tas mahalnya di lempar ke sofa.
"Ayah, aku tidak setuju jika pernikahan Hans dan wanita berandalan itu digelar meriah yang dihadiri tamu undangan mayoritas rekan bisnis ayah dan rekan bisnis Hans. Apa kata orang jika tahu asal usul keluarga calon istri Hans. Aku sungguh malu memperkenalkan wanita berandalan itu di depan teman-teman sosialita ku dan rekan Bisnisku" ucap Nyonya Miranda dengan kesalnya.
"Ada apa denganmu Miranda! Bukannya bahagia, kamu malah memikirkan hal yang tidak penting. Hans, satu-satunya cucu penerus ku, jadi tidak salah jika pernikahan cucuku digelar meriah" ucap tuan Wibowo dengan suara meninggi.
"Apa ayah tidak malu....."
"Ayah tidak akan pernah malu, justru ayah bangga karena sebentar lagi calon penerus keluarga Dirgantara akan terlahir. Dan mulai sekarang, ayah akan memberimu tugas untuk mengajarkan aturan dan tata krama kepada calon menantu di rumah ini. Satu lagi buang jauh-jauh sifat arogansi mu, nak. Ayah sangat tidak suka jika kamu merendahkan orang lain" ucap tuan Wibowo dengan tegasnya membuat Nyonya Miranda diam membisu.
Akan harus melakukan cara agar pernikahan ini batal. Batin Nyonya Miranda dengan seringai liciknya
Bersambung......