Di tengah hiruk pikuk dunia persilatan. Sekte aliran hitam semakin gencar ingin menaklukkan berbagai sekte aliran putih guna menguasai dunia persilatan. Setiap yang dilakukan pasti ada tujuan.
Ada warisan kitab dari nenek moyang mereka yang sekarang diperebutkan oleh semua para pendekar demi meningkatkan kekuatan.
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak yang masih berusia 7 tahun. Dia menjadi saksi bisu kejahatan para pemberontak dari sekte aliran hitam yang membantai habis semua penduduk desa termasuk kedua orang tuannya.
Anak kecil yang sama sekali tidak tau apa apa, harus jadi yatim piatu sejak dini. Belum lagi sepanjang hidupnya mengalami banyak penindasan dari orang-orang.
Jika hanya menggantungkan diri dengan nasib, dia mungkin akan menjadi sosok yang dianggap sampah oleh orang lain.
Demi mengangkat harkat dan martabatnya serta menuntut balas atas kematian orang tuanya, apakah dia harus tetap menunggu sebuah keajaiban? atau menjemput keajaiban itu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aleta. shy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memberikannya
3 tahun kemudian...
Waktu berlalu begitu cepatnya. Malam dan siang silih berganti, tidak terasa jika sekarang umur Yuan sudah menginjak 10 tahun.
Berkat latihan dan kerja kerasnya serta penempatan latihan sesuai porsi dari gurunya nenek Ling, membuat ilmu beladiri Yuan sekarang mengalami perubahan yang signifikan. Diusianya sekarang Yuan berhasil berada di tahap Pendekar murni.
Seperti yang diketahui, tahap tersebut adalah tahap pertama atau tahap awal dalam tingkatan ilmu beladiri.
Sebenarnya untuk umur Yuan yang sekarang bukan tidak mungkin dia bisa berada di tingkat kedua tahap pendekar, yaitu tahap Pendekar mula. Namun karena keterlambatannya dalam menekuni ilmu beladiri membuat Yuan sedikit tertinggal dibandingkan dengan anak seusianya.
Ketertinggalan dalam pembelajaran ilmu beladiri, membuat nenek Ling mengatur sedemikian rupa cara latihan anak didiknya itu agar bisa setara dengan anak-anak lainnya yang seumuran dengan Yuan.
Note: Tingkatan kekuatan para pendekar terbagi menjadi 6 tingkatan
Pendekar murni
Pendekar mula
Pendekar bumi
Pendekar langit
Pendekar alam
Pendekar surgawi
...
"Jurus pedang api!"
Dari tangan Yuan mengeluarkan cahaya terang yang terus mengalir kearah pedang digenggaman tangannya. Seketika pedang tersebut mengeluarkan aura berwarna merah dengan ujungnya seperti ada api yang dinyalakan.
Seekor harimau putih kembali menyerang Yuan, tidak gentar sedikitpun walaupun melihat anak itu mengeluarkan jurus pedangnya.
Yuan terus menghindari serangan demi serangan harimau putih itu, berusaha menemukan celah untuk melancarkan serangan balik.
Saat harimau putih itu lengah dan akan melakukan serangan berikutnya, Yuan akhirnya menemukan kesempatan emas dan tidak ingin melewatkannya. Pedang yang sebelumnya sudah dibalutkan dengan jurus, dimanfaatkan untuk memberikan luka yang serius serta mematikan kepada targetnya itu.
"Terima ini!!!" Yuan menggocek sedikit gerakannya lalu berbalik arah mengecoh harimau putih itu. "Kena kau!!." Langsung menghunuskan pedangnya ditubuh harimau putih tersebut dengan tenaga penuh.
"Auuuuuummmmm!!!"
Raungan kesakitan.
Suara raungan harimau itu cukup keras akibat bagian tubuhnya terkena luka tusukan pedang ditambah lagi efek jurus pedang Yuan yang membuat lukanya seperti dibakar. Tubuhnya meronta-ronta kesana kemari, namun beberapa detik kemudian luka itu kembali tertutup yang membuat Yuan menghela nafas kasar. "Tidak ada pilihan lain."
"Jurus pedang ilusi!" Yuan kembali mengeluarkan jurus pedangnya.
Angin bertiup pelan menerpa harimau putih dihadapannya ini yang terlihat begitu murka kepada Yuan. Nafsu membunuhnya kian meningkat membuat matanya berapi-api dengan taringnya terbuka lebar.
Namun belum sempat bertindak lebih jauh, jurus yang dikeluarkan Yuan tadi sudah terlebih dulu bereaksi.
Tiba-tiba muncullah pedang dari segala arah yang jumlahnya begitu banyak mengarah kepada harimau putih tersebut sebelum kemudian meluncur dengan kecepatan tinggi menusuk badannya hingga dipenuhi oleh tusukan pedang.
"Auuuuuummmm!" Sekali lagi raungan kesakitan harimau putih itu kuat menggelegar di indra pendengaran Yuan.
Yuan berlari zig-zag untuk menghilangkan fokus harimau putih tersebut memutar-mutar kan pedangnya dan,
"Sreghh...."
Darah segar mengalir membasahi tanah dengan kepala dan badan harimau putih itu terpisah satu sama lain.
Namun dalam hitungan detik lagi, tubuh serta darah yang sebelumnya bercucuran di tanah langsung hilang tanpa bekas meninggalkan sebuah batu kecil yang melayang berwarna keemasan.
Yuan kemudian mendekat kearah batu tersebut segera mengambilnya dengan tangan yang disarungkan kain khusus terlebih dahulu.
Tidak lama setelah berada ditangan Yuan, aura warna batu tadi perlahan memudar berganti dengan warna yang agak kehitam-hitaman.
Yuan kembali memastikan jika aura dari batu tersebut benar-benar telah sepenuhnya menghilang, setelah itu barulah ia simpan didalam sebuah kantong yang memang sudah disiapkan sebelumnya.
"Setidaknya cukup untuk hari ini" gumam Yuan pelan.
Yuan ingin segera pulang ke Desa Bunga Teratai biru dan tidak ingin lama-lama berada didalam hutan siluman ini. Setelah misi hariannya selesai, dia tidak pernah berleha-leha di hutan yang sangat berbahaya tersebut.
Semenjak kekuatannya yang sudah meningkat serta menunjukkan perkembangan signifikan, nenek Ling tidak lagi memberikan latihan-latihan biasa seperti anak pada umumnya. Dia lebih memilih supaya Yuan mempraktekkan langsung semua ilmu yang yang dimiliki anak tersebut.
Tidak main-main, nenek Ling langsung memperkenalkan hutan siluman kepada Yuan dan memberikan latihan-latihan dengan membunuh para siluman untuk diambil sesuatu dari siluman tersebut jika terbunuh yaitu berupa permata siluman.
Permata siluman biasanya difungsikan seseorang untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Tergantung seberapa langka permata siluman yang didapatkan.
Adapun harimau putih yang berhasil dibunuh Yuan tadi adalah sosok siluman yang hanya berusia kurang dari 50 tahun. Semua itu sudah di setting oleh nenek Ling hanya untuk menguji kemampuan muridnya tersebut.
Nenek Ling cukup tau dengan hutan siluman tersebut. Pada umumnya semua orang di desanya dilarang untuk bepergian kehutan siluman. Selain karena berbahaya, larangan itu merupakan peraturan awal yang sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka sehingga itu semua dijadikan sebagai bentuk penghormatan.
Tapi tidak berlaku bagi nenek Ling, sedari kecil dia memang sudah dikenal sebagai seseorang yang susah diatur. Dia tipe orang yang mudah melanggar peraturan demi menghilangkan rasa penasarannya.
Salah satunya adalah hutan siluman yang dianggap keramat ini oleh penduduk di desanya. Sudah puluhan tahun dia beraktivitas di hutan ini, semua jenis makhluk sudah ditemuinya. Nenek Ling mengakui jika hutan siluman ini memang sangat berbahaya, tapi hanya ditempat-tempat tertentu. Sedangkan ditempat lalu lalang nya itu merupakan tempat siluman-siluman biasa yang kekuatannya hanya dibawah rata-rata.
Hutan siluman ini merupakan tempat nenek Ling mencari kayu bakar untuk dijual, sebab itu dia selalu lalu-lalang disini. Ditempat biasa, nenek Ling perlu bersaing dengan pencari kayu lainnya. Dan pada akhirnya nenek Ling memutuskan mencari di hutan siluman saja sehingga tidak perlu berebut untuk mendapatkannya.
"Sangat disayangkan jika hutan yang penuh sumber daya ini disia-siakan begitu saja." Jujur saja semua permata siluman yang didapatkan sejak kecil, semuanya memiliki efek yang lumayan besar sampai Nenek Ling berada ditingkatan berbeda dengan para tetua desa lainnya.
...
Yuan kembali ke desa dan menghadap kepada gurunya.
"Guru"
Yuan memberikan penghormatan setelah bertemu dengan Nenek Ling. Kemudian dia mengeluarkan isi kantongnya yang banyak dengan permata permata siluman yang apabila dijual di pasar gelap pasti akan mendapatkan uang yang lumayan.
"Berhasil?" tanya Nenek Ling menaikkan satu alisnya.
"Berhasil lagi guru" jawab Yuan lugas. Dia senang karena dapat menjalankan ujian dari nenek Ling.
"Bersenang-senanglah. Malam ini ada yang ingin nenek sampaikan kepadamu" Nenek Ling membalikkan badannya menjauhi Yuan. Rencananya malam ini dia akan menyerahkan KITAB ALAM SUCI kepada Yuan. Dalam hatinya masih was-was takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Mendengar ucapannya gurunya, Yuan kembali memberi hormat membungkukkan badannya dan bersiap untuk menuju pasar perbelanjaan di desa bunga teratai biru ini.
...
Sesampainya di pasar perbelanjaan, Yuan terlihat mendekat kearah seorang pedagang yang memang sedari tadi menunggunya.
"Akhirnya kau datang juga" ucap pedagang itu setelah melihat wujud Yuan dihadapannya.
"Jadi?" tanya pedagang itu.
"Sebentar paman." Yuan terlihat mengeluarkan sesuatu dikantong celananya dan melirik kiri dan kanan waspada takut ada yang melihatnya.
Pedagang itu nampak kegirangan setelah melihat sesuatu keluar dari kantong anak tersebut. Dia kemudian mengambilnya, segera disimpan ditempat yang aman.
"Ambillah, datanglah kemari jika ingin bertukar barang lagi" Ucap pedagang tersebut menyodorkan gandum dan beras masing-masing satu karung.
"Terimakasih paman." Yuan pulang memikul kedua karung yang berisi beras dan gandum itu dengan hati yang berbunga-bunga.
"Aku akan membuatkan nenek makanan yang enak." Yuan senang bukan kepalang, membayangkan bagaimana reaksi neneknya setelah dia membawa pulang 2 karung gandum dan beras ini.
Kehidupan yang mereka jalani selama 3 tahun ini tidak mulus begitu saja. Hasil pendapatan kayu bakar nenek Ling yang selalu ditolak oleh setiap tempat saat ingin menjualnya membuat mereka berdua hidup serba kekurangan karena tidak memiliki penghasilan.
Setiap harinya Yuan selalu melihat jika nenek Ling mengikat perutnya menahan rasa lapar. Dia lebih mementingkan isi perut Yuan dibanding perutnya sendiri. Begitu juga Yuan, dia tidak rakus serta mementingkan dirinya sendiri. Setiap makanan yang disiapkan nenek Ling, selalu disisakan setengahnya agar perut keduanya sama-sama terisi walaupun sedikit.
Begitulah kehidupan yang mereka jalani selama 3 tahunan ini. Yuan sangat menyayangi nenek Ling, dia benar-benar menganggap kalau orang tua itu sebagai pengganti kedua orangtuanya.
Namun, setelah Yuan dipercaya untuk memasuki hutan siluman sebagai bentuk ujian, disitulah awal kehidupan Yuan dan nenek Ling sedikit membaik.
Semua permata siluman yang didapatkannya ternyata mempunyai nilai yang tinggi jika menjualnya di pasar gelap. Yuan awalnya tidak sengaja menjatuhkannya dan kemudian dilihat oleh salah seorang pedagang di pasar sehingga dengan sedikit percakapan, terjadilah tukar menukar atau barter antara permata siluman dengan barang yang diinginkan Yuan.
Pasar gelap seperti pasar pada umumnya. Tetapi secara bersamaan disitu juga merupakan tempat penukaran barang-barang terlarang yang memang harus dengan sembunyi-sembunyi. Ya, walaupun pihak-pihak desa pun sebenarnya mengetahui tetapi dikarenakan salah satu pemasukan terbesarnya berasal dari situ, mereka seolah-olah menutup mata tidak mengetahuinya.
Yuan tidak pernah menyembunyikan hal sekecil apapun kepada nenek Ling. Bahkan saat pertama kali membawa barang-barang ketempat tinggal mereka, dengan jujur Yuan mengatakan jika semua ini dia dapatkan dari hasil penukaran permata siluman miliknya.
Reaksi nenek Ling biasa-biasa saja tidak memarahinya, hingga sekarang pun dia sering melakukan proses tukar-menukar barang dan nenek Ling tetap menerimanya dengan senang hati.
Walaupun begitu, Yuan tetap berhati-hati, dia hanya melakukan proses tukar menukar dengan satu orang saja. Begitu juga dengan pedagang tersebut yang menerima permata siluman dari Yuan, dia juga menutup rapat identitas anak itu sebagai bentuk perjanjian awal antara dirinya dengan Yuan.
Mereka berdua tetap waspada demi keuntungan satu sama lainnya. Ya walaupun Yuan tau jika keuntungan pedagang itu jauh berkali-kali lipat dari apa yang ia keluarkan.
"Apa yang aku dapatkan ini memang tidak sesuai dengan apa yang aku keluarkan"
...
"Enak?" Binar mata Yuan menunggu jawaban orang dihadapannya sekarang.
"Hmmm sedikit asin" Nenek Ling memberikan sedikit candaan kepada Yuan seraya menaikkan alis matanya tersenyum mengejek.
"Ah nenek, apa salahnya sedikit berbohong biar aku senang." Jawab Yuan berpura-pura cemberut.
Nenek Ling tergelak melihat ekspresi anak dihadapannya ini. Tidak tahan melihatnya, nenek Ling langsung berpindah duduk disebelah Yuan.
"Awww sakit nek" Yuan sedikit meringis memegang pipinya setelah tangan nenek Ling mencubit kedua pipinya.
"Aku bukan anak kecil lagi" sambung Yuan.
"Kau tetap anak kecil di mata nenek." Jawab nenek Ling. Namun dirinya berfikir sejenak, sebelum melontarkan pertanyaan kepada Yuan.
"Bukankah sekarang kamu berusia 10 tahun nak?" tanya nenek Ling yang langsung di anggukkan oleh Yuan, membuat dirinya menggelengkan kepalanya pelan.
"Aihh, kau memang masih anak-anak kalau begitu"
Yuan tersenyum lebar menanggapi perkataan nenek Ling. Mulutnya juga penuh dengan makanan.
...
"Nenek, ini a..apa?"
Yuan terpaku setelah nenek Ling menyodorkan sebuah buku yang terlihat begitu usang nya. Tidak tau sama sekali maksud dan tujuan mengapa buku ini diserahkan kepadanya.
"Ambil ini nak. Simpanlah terlebih dahulu" jawab nenek Ling menggenggam tangan Yuan diarahkan kepada kitab tersebut.
"Tapi ini buku apa?" Terlalu polos dalam pengetahuan ilmu beladiri sampai-sampai dia tidak mengetahui jika buku yang diserahkan kepadanya begitu berharga di dunia persilatan ini.
Nenek Ling tidak mengindahkan pertanyaan Yuan.
Saat KITAB ALAM SUCI menyentuh tangan Yuan, tiba-tiba cahaya putih berkilau muncul disela-sela kitab tersebut beberapa detik sebelum kembali seperti sediakala.
Hanya dilihat oleh Yuan.
"A..apa ini?" Yuan ternganga setelah cahaya terang benderang menyilaukan matanya. Dia seperti terhipnotis sebentar. Di alam bawah sadarnya, seolah-olah ada yang mengatakan sesuatu kepadanya.
"Ribuan tahun, akhirnya!! hahaha..."
Setelah Yuan sadar, matanya menatap nenek Ling penuh pertanyaan.
"KITAB ALAM SUCI, kitab nenek moyang terdahulu yang begitu diperebutkan semua orang di dunia persilatan. Nenek sangat berharap jika kamu bisa mempelajarinya"
Nenek Ling menatap Yuan penuh harap. Sudah waktunya kitab ini dimanfaatkan sebaik mungkin, dan Yuan merupakan orang yang tepat untuk kekuatan besar ini menurut nenek Ling. Satu dari tiga syarat yang wajib dipenuhi untuk mempelajari kitab tersebut sudah ada pada diri Yuan.
"Tapi...." Yuan belum memahami apa arti semua ini. Masih terlalu bingung, ingin bertanya lebih jauh tentang buku ditangannya ini yang dikatakan nenek Ling adalah sebuah kitab tersebut.
Namun, netra matanya kembali melihat wajah nenek Ling. Terlihat mata itu seakan sangat berharap kepada dirinya sehingga Yuan mengurungkan niat untuk bertanya lagi.
"Te..terima kasih nek"
Yuan membolak-balik Kitab Alam Suci itu, dari bentuknya tidak menunjukkan kalau kitab ini tampak berharga. Lebih tepatnya, jika dilihat secara langsung dengan mata telanjang hanya seperti buku biasa pada umumnya.
"Bagaimana cara menggunakannya?" Batin Yuan berkecamuk.