Yovandra Askara, seorang duda beranak satu. Dia merupakan seorang CEO muda perusahaan Yovan Group. Tak pernah Yovan berpikir untuk kembali menikah, tetapi putra nya terus meminta ibu darinya.
Sampai akhirnya, putranya mengenalkannya pada seorang janda cantik yang merupakan ibu dari teman sekolah putranya. Yovan mengenal wanita itu, dia bernama Aletta Safira. Cinta pertama Yovan saat duduk di kelas dua SMA. Namun, sangat di sayangkan. Aletta memiliki trauma terhadap pernikahan, dia hanya ingin fokus terhadap putrinya saja.
Putri Aletta yang bernama Qiara Alzena mengagumi sosok Yovan menjadi Papa nya. Begitu pun dengan putra Yovan, dia mengagumi Aletta menjadi ibunya.
"Kau mau mama ku kan Altap?" Seru Qiara pada seorang bocah bernama Altaf Askara, yang tak lain putra dari Yovan.
"Iya." Jawab Altaf dengan mengangguk polos.
"Ada catu cala bial kau dapat mama ku, dan aku dapat papa mu." Bisik Qiara.
"Calana?"
"Meleka halus nikah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berikan cinta untuk mereka
Malam hari, Yovan membawakan makan malam yang dirinya beli dari luar. Karena rumah sakit tempat Altaf di rawat dekat dari restoran sushi, Yovan pun memutuskan untuk membeli sushi saja.
"Ini untukmu dan juga Qiara, hanya ini yang ku dapat. Yang lainnya agak jauh," ujar Yovan sembari memberikan dua kotak sushi.
Aletta mengangguk, tak masalah dengan sushi. DIrinya bisa nakan sushi, tetapi putrinya. Aletta belum pernah mengenalkan makana khas jepang itu pada putrinya.
"Itu apa mama?" Tanya Qiara saat melihat makanan yang masih asing di matanya.
"Ini semacam ... Qiara makan ikan pakai nasi. Cuman bedanya, nasinya di roll saja dengan isian ikan. Enak kok, Qiara mau coba?"
Qiara menatap tak yakin dengan makanan itu, tetapi penjelasan sang mama terlihat menggiurkan. Menangkap kebingungan Qiara, Altaf pun menyahut.
"Ikan na Ikan calmon, kata papa bica buat pintal. Makan lah, bial otakmu pintalan cedikit." Sahut Altaf yang mana membuat Qiara mendelikkan mata padanya.
"Ayo sini cobain." Aletta menyumpitkan satu sushi dan menyodorkan nya di depan mulut Qiara. Qiara memundurkan wajahnya, dia masih ragu dengan makanan di hadapannya.
"Jadi pintal memangna kalau makan ini?" Tanya Qiara dengan ragu.
"Iya, nanti pintar. Bisa loncat kelas Qiara kalau pintar," ujar Aletta yang mana membuat Qiara akhirnya yakin.
"Mau ku jadi pintal!" Seru Qiara dan membuka mulutnya lebar-lebar dan melahap sushi itu.
Yovan dan Altaf mengamati raut wajah Qiara yang terkesan sedang berusaha memakan sushi itu. Terlihat sekali saat ini Qiara sedang tertekan. "Gimana? Enak kan?" Tanya Aletta dengan senyum mengembang.
Qiara mencoba tersenyum, "E ... HWEEK!" Qiara menadahkan kedua tangannya di depan mulutnya, dia mengeluarkan sushi yang belum sempat dirinya telan. Dengan mata berkaca-kaca. Qiara menyodorkan sushi itu ke arah Aletta.
"Nda enak hiks ... nda cukaaa ... biallah b0doh aku nda papa. Nda mau makan, menyakitkan kali lacana." Mendengar itu, Aletta tertawa kecil. Dia mengambil tisu dan mengambil sushi yang Qiara muntahkan. Memang putrinya tidak bisa di paksa untuk memakan makanan aneh seperti ini. Sebab, sejak kecil Qiara hanya di kenalkan makanan sederhana saja. Wajar saja, apabila putrinya itu tidak suka.
"Biar aku belikan di kantin rumah sakit saja." Saran Yovan.
"Eh enggak usah kak, tadi kak Yovan bawa roti. Biar Qiara makan roti saja," ujar Aletta yang tak enak hati.
"Enggak papa, biar aku belikan. Mungkin malam ini di kantin ada menu ayam. Aku belikan itu, gak papa kan? Atau mau yang lain? Biar ku hubungi sekretarisku untuk membawanya kesini?" Yovan sudah bersiap mengeluarkan ponselnya.
"Eh enggak usah kak! Gak papa, makanan yang ada di kantin saja. Gak usah repot-repot," ujar Aletta yang tak enak hati.
"Enggak repot, Qia putriku juga kan? Seorang putri tidak akan merepotkan Papa nya." Sahut Yovan sembari tersenyum. Yovan menempelkan ponselnya di telinganya, matanya beralih menatap Qiara yang sedang meminum air putih untuk menetralkan rasa tidak enak di mulutnya.
"Apa makanan yang Qia mau hm?" Tanya Yovan sembari menunggu panggilannya terjawab.
"Mau mi lebus." Jawab Qiara setelah meminum airnya.
"Pentecan nda pintal, mi lebus lupana pikilanmu!" Seru Altaf yang mana membuat Qiara mendelik.
"CILIK AJA CI KELJANAAA! HELAN." KEsal Qiara.
"Qia." Tegur Aletta sembari menggelengkan kepalanya, tak baik jika putrinya berteriak di rumah sakit.
"Dia duluan." Seru Qiara tak mau di salahkan.
Tatapan Aletta beralih menatap Yovan, "Tolong, belikan sate saja kak. Qia suka sate ayam," ujar Aletta.
Mendengar itu, Yovan melengkungkan senyuman nya. Dia senang karena Aletta akhirnya mau mengutarakan keinginannya. "Halo Riko, tolong kamu belikan saya sate ayam. Tidak usah banyak, tiga puluh tusuk saja. Iya, bawa ke rumah sakit. Terima kasih."
Mendengar tiga puluh tusuk, sontak Aletta pun protes. Jumlah tiga puluh itu sangat banyak, dan putrinya pasti tidak akan menghabiskannya. "Kak! Itu terlalu banyak, putriku tidak akan habis!" Seru Aletta.
"Putri kita." Sahut Yovan dengan tatapan tajam. Seketika, Aletta meneguk kasar ludahnya, tatapan Yovan sangat menakutkan menurutnya saat ini.
.
.
.
Selepas makan makan malam, Aletta mengajak putrinya tidur. Di ruang rawat Altaf, sudah tersedia brankar lain untuk Aletta tidur bermalam bersama putrinya. Sementara Yovan, memilih untuk tidur di sofa. "Altaf mau tidul cama Mama juga." Ujar Altaf ketika Aletta merebahkan dirinya bersama Qiara.
Mendengar itu, Qiara menoleh dengan tatapan sinis. "Qia lagi ngantuk kali, janan pancing emoci Qia loh!" Ancam Qia dengan tatapan kesal.
"Ma ...." Altaf meminta bantuan pada Aletta
Aletta beralih menatap Yovan yang sedang memainkan ponselnya sembari duduk di sofa, sepertinya pria itu belum menyadari apa yang kedua bocah itu perdebatkan. Wanita itu bingung, dia takut kedua bocah itu akan kembali ribut.
"Kau tidul cama Papa caja, bial Mama tidul dengan Altaf." Saran Altaf yang mana membuat Qiara membelalakkan matanya.
"Heeehh! Kenapa kau yang atul-atul Qia atap lumah?! Enak kali ngomona. Teltekan kali diliku." Seru Qiara tak suka.
Qiara menoleh pada Aletta yang sudah terkihat mengantuk, "Ma, becok pulang caja. Libet kali atap lumah." Pinta Qiara yang mana membuat Altaf melototkan matanya.
"Ada apa?"
Qiara dan Aletta sontak menoleh pada Yovan, terlihat pria itu menaruh ponselnya dan beranjak menuju brankar Altaf. Tangannya di raih oleh putranya dengan menatap nya tatapan memelas. "Paa, Altaf mau tidul cama Mama." Rengek Altaf
"Heeeh! cudah ku bilang! Tidul cendili! Janan manja!" Kesal Qiara.
Aletta mengangkat pandangannya, dia menatap Yovan yang juga tengah menatapnya. Kedua orang dewasa itu terlihat lelah, karena sedari tadi kedua bocah itu selalu berdebat. "Begini saja, malam ini Qiara tidur sama Papa bagaimana?" Saran Yovan.
Qiara mengerjapkan matanya, mata bulatnya menatap Yovan yang tengah menunggu jawaban darinya. Dirinya merasa bahunya di elus oleh sang kama, sehingga dia pun mengalihkan tatapannya pada wanita itu. "Mama." Cicit Qiara.
Aletta ingat sekali, jika Qiara ingin di temani tidur oleh papanya. Bahkan setiap malam, putrinya selalu berkata hal yang sama. Dirinya teringat kejadian yang bahkan, baru saja terjadi kemarin malam.
"Malam ini tidul cama Mama, becok tidul cama papa." Celoteh Qiara sebelum kantuk menjemputnya.
"Qia, kan Mama sudah bilang. Qia hanya punya Mama, tidak ada papa. Kita bisa bahagia berdua," ujar Aletta yang sedih setelah mendengar perkataan putrinya.
Qiara mendongak, dia mengerjapkan matanya saat melihat mata sang mama berkaca-kaca. "Mama nda bica belikan Papa untuk Qia?"
Jantung Aletta seperti di remas, permintaan putrinya terdengar sangat sederhana. Namun, terlalu berat untuk ia penuhi. Rusaknya pernikahannya dengan Xyan membuat luka mendalam bagi Aletta. Aletta kembali tersadar, saat ini yang putri nya butuhkan bukan hanya dirinya. Melainkan sosok papa yang akan memanjakannya. Melindunginya dan memberikannya cinta.
Disaksikan olehnya sendiri, bagaimana Yovan mengelus kepala Qiara dan menatap nya dengan tatapan hangat seorang ayah. Yang mana, seharusnya hal itu di lakukan oleh Xyan sebagai ayah kandungnya. Hati Aletta, merasakan debaran aneh yang terasa asing dalam hatinya.
"Aletta." Panggil Yovan saat melihat Aletta yang tengah melamun.
"Eh iya?!" Sahut Aletta dengan terkejut.
"Qiara sudah mau, aku minta tolong ... tidurlah dengan Altaf. Sampai dia sembuh, aku akan memberikan pengertian lebih padanya untuk tak selalu menuntut apa yang dia inginkan," ujar Yovan.
Aletta menggeleng, "Tidak, keinginan Altaf adalah keinginan sederhana seorang anak. Mari kita sepakat untuk ...,"
"Berikan cinta untuk mereka."