Dealova, gadis cantik dengan segala kesedihannya. Dipaksa menjadi orang sempurna membuat Lova tumbuh menjadi gadis yang kuat. Dia tetap berdiri saat masalah datang bertubi-tubi menghantamnya. Namun, sayangnya penyakit mematikan yang menyerang tubuhnya membuat Lova nyaris menyerah detik itu juga. Fakta itulah yang sulit Lova terima karena selama ini dia sudah menyusun masa depannya, tapi hancur dalam hitungan detik.
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Setelah pulang sekolah, kita fitting baju."
Lova menoleh menatap Aksa yang sedang menyetir. Dia menghela nafas kala mendengar ucapan pria itu.
"Kita beneran nikah? Kenapa?" tanya Lova, terdengar tak masuk akal.
"Gak ada alasan untuk menolak. Kamu cukup ikuti aja."
"Aku gak bilang mau nolak, kan? Aku tanya, kenapa kita harus nikah?"
"Takdir."
Lova mendengus. Dia tersenyum miring yang terkesan meremehkan, "Jadi Bapak nikahin aku tanpa alasan yang jelas?"
"Ada alasannya, tapi kamu gak perlu tau," jawab Aksara.
"Semuanya demi kebaikan kamu, Lova," lanjut Aksa.
"Sekalipun itu demi kebaikan aku, tetap aja itu salah! Mana ada murid dinikahi guru sendiri?"
Aksa hanya diam setelah mendengar ucapan Lova. Jika dibalas, maka masalah akan semakin panjang.
Setelah absen 1 hari, kini Lova dan Aksa kembali masuk sekolah. Seperti biasa, setiap hari pasti ada perdebatan diantara mereka.
Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di pekarangan sekolah. Tapi, Lova ragu untuk keluar dari mobil. Pasalnya, baru kali ini Lova turun di parkiran sekolah bersama Aksa. Apa jadinya nanti kalau semua orang melihatnya satu mobil dengan Aksa?
"Ayo turun. Kamu betah di sini sama saya?" tanya Aksa.
"Betah? Ya kali! Aku cuma takut kalau orang-orang mikir aneh-aneh pas tau aku satu mobil sama Bapak!" ketus Lova.
"Nggak akan. Ayo turun. Bentar lagi bel." Aksa melihat jam tangannya.
"Tunggu masuk kelas semua deh, Pak. Aku malu...," cicit Lova.
"Malu sama apa, Lova? Harusnya kamu bangga karena bisa satu mobil sama saya," ucap Aksa percaya diri.
"Dih! Tunggu masuk kelas pokoknya!" putus Lova.
"Kamu lupa hari ini ada ulangan harian?"
Ucapan Aksa membuat Lova menepuk jidat, benar juga. Pagi ini kelasnya memang ada ulangan harian matematika. Bisa-bisanya dia lupa!
"Y-yaudah deh! Tapi aku dulu yang keluar Bapak nanti aja, tunggu aku sampai kelas!" Setelah mengatakan itu, Lova langsung keluar dari mobil dan berlari sambil menunduk menutupi wajahnya dengan rambutnya.
Aksa tersenyum tipis. Menggemaskan. Padahal Lova tidak melakukan hal yang lucu, tapi di mata Aksa tetaplah menggemaskan.
****
Lova meminum air dari botolnya dengan tergesa-gesa. Dia baru saja menyelesaikan ulangan harian. Hampir saja tidak bisa menjawab karena dia tidak belajar tadi malam. Untungnya, ingatan Lova lumayan tajam. Hanya mengandalkan rumus, semua soal berhasil terjawab.
"Lova, hidung lo!" Seruan Qyra membuat Lova mengusap hidungnya. Seketika seisi kelas menatapnya dengan berbagai macam tatapan.
Darah lagi? Batin Lova. Dia terus mengusap hidungnya yang mimisan.
"Pake tisu, Va," ucap salah satu siswi yang dengan baik hatinya memberikannya tisu.
"Banyak banget. Gimana ini?" Salah satu siswi lainnya panik melihat darah yang semakin banyak keluar dari hidung Lova.
"Gue gak papa. Ini gak sakit kok," ucap Lova berusaha menenangkan temannya.
"Yakin, Va?"
Lova mengangguk masih terus mengusap hidungnya dengan tisu.
"Ra, mending lo antar Lova ke UKS, deh."
Qyra mengangguk setuju, dia pun segera menghampiri Lova. "Ayo, Va. Biar sekalian diperiksa dokter," katanya.
Karena semuanya telah khawatir, Lova pun menurut. Dia pergi ke UKS diantar Qyra.
Mimisan bukanlah hal yang asing bagi Lova. Hanya saja, dia jarang mimisan, jadi agak kaget saat darah keluar dari hidungnya.
Saat mimisan, Lova selalu berpikir jika dia hanya kelelahan saja. Tapi, akhir-akhir ini dia jarang melakukan aktivitas berat dan kenapa malah sering mimisan? Itulah yang Lova khawatirkan.
****
Setelah diperiksa dokter, sekarang Lova tiduran di ranjang UKS sendirian. Aksa tak tau karena memang Lova tak mengabarinya.
Matanya menatap langit-langit ruangan. Tatapan begitu kosong dan hampa. Berkali-kali dia menghela nafas berat. Entah kapan ini akan berakhir.
Lova meremas botol obat yang dia genggam. Dia yang pada dasarnya tidak suka obat, mulai sekarang malah harus rutin minum obat agar tidak sering mimisan.
Kepalanya terasa berdenyut, Lova memejamkan mata menikmati denyutan yang selalu menghampirinya.
"Kenapa sakit banget," bisiknya.
Lova bangkit dan segera meminum obat tersebut dengan tergesa-gesa. Rasanya sangat menyiksa jika terus dibiarkan berdenyut.
Setelah meminum obatnya, Lova memasukkan botol obat itu ke dalam sakunya, lalu dia memejamkan mata, bersiap untuk tidur. Tak lupa Lova menyalakan alarm di ponselnya agar tidak kebablasan.
Untungnya ada Qyra yang mau mengijinkannya saat ada guru masuk nanti.
****
Pak Aksa
[Fitting bajunya besok aja. Hari ini saya ada rapat sama guru lain.]
Membaca pesan dari Aksa membuat Lova tak kuasa untuk menahan senyumnya. Ini kesempatannya untuk kabur.
Ting!
Pak Aksa
[Saya sudah kirim sopir untuk jemput kamu. Jangan coba-coba untuk kabur. Saya akan awasi kamu dari jauh.]
Detik itu juga senyum Lova menghilang digantikan dengan senyum masam.
"Curiga gue kalau si Aksa dukun," cibirnya.
Lova mengusap wajahnya dengan kasar. Padahal dia sudah merencanakan banyak hal.
"Kangen Bang Kai." Bibir Lova melengkung ke bawah. Dia tak tau kondisi kakaknya setelah dihajar Aksa malam itu.
"Oh! Gue minta ijin aja kalau gitu!"
Tidak ada salahnya mencoba. Kalau Aksa tidak memperbolehkan, maka Lova akan nekat.
^^^^^^[Aku pengen ketemu Mama Papa boleh?]^^^^^^
[Boleh. Tapi ingat pesan saya, jangan lebih dari 2 jam. Saya akan awasi kamu dari sini.]
"Nyenyenyenye! Bilang 'iya' doang apa susahnya, sih?!" kesal Lova. Tapi sedetik kemudian dia tersenyum seraya membalas pesan Aksa.
^^^[Iya bapakkuuuuu:)))]^^^
Lova segera turun dari ranjang dan segera pulang. Karena 10 menit lagi bel pulang berbunyi, jadilah Lova duluan pulang. Lagi pula jika ditanya satpam, dia punya alasan, yaitu 'sedang sakit'.
Sebenarnya ini bukan satu atau dua kali dia pulang duluan. Guru-guru pun tau kalau Lova sering pulang duluan dan besoknya dia akan dihukum, tapi kali ini, Lova jamin tidak akan dihukum. Dia punya backingan sekarang, siapa lagi kalau bukan Aksa?
"Alasan apa lagi kali ini?" Seolah sudah hafal, pak satpam langsung bertanya saat melihat Lova berjalan lesu ke arahnya.
"Santai dong, Pak. Perasaan, saya salah mulu deh," kesal Lova. Belum apa-apa sudah disemprot duluan.
"Gimana mau santai? Kamu ini selalu pulang duluan!"
"Padahal saya anak teladan loh, Pak," ucap Lova memasang wajah sedih.
"Iya teladan, telat datang pulang duluan!" balas pak satpam.
Lova menyengir mendengar ucapan itu. Benar, itulah yang dia maksud 'teladan'.
"Kali ini saya beneran sakit kok, Pak. Saya juga udah izin pulang tadi. Terus, supir saya juga sudah nunggu, tuh." Lova menunjuk mobil hitam yang terparkir di seberang jalan.
"Saya gak percaya. Sudah sana masuk lagi!"
"Saya mau pulang, Pak. Bapak kok gak percaya banget sih. Saya aduin Pak Aksa baru tau rasa! Biar Bapak dipecat sekalian!"
Pak satpam memegang dadanya kala mendengar ucapan Lova. Gadis itu benar-benar tidak ada sopannya sama orang tua.
"Ya sudah! Lebih baik kamu pulang dari pada bikin darah tinggi saya kumat!"
Lova tersenyum lebar, "Gitu dong dari tadi!"
Pak satpam hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Lova yang sangat di luar nalar. Untung saja anaknya tidak pernah seperti itu.
***
up up up! CRAZY UP!
oiya janlup up ya kak