Nasib memang tidak bisa di tebak. ayah pergi di saat kami masih butuh perlindungannya. Di tengah badai ekonomi yang melanda, Datang Sigit menawarkan pertolongan nya. hingga saat dia mengajakku menikah tidak ada alasan untuk menolaknya.
. pada awalnya aku pikir aku sangat beruntung bersuamikan pria itu.. dia baik, penyayang dan idak pelit.
Tapi satu yang tidak bisa aku mengerti, bayang-bayang keluarganya tidak bisa lepas dari kehidupannya walaupun dia sudah membina keluarga baru dengan ku.
Semua yang menyangkut keluarga harus di diskusikan dengan orang tuanya.
janji untuk membiayai adik-adik ku hanya omong kosong belaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Dari semula keluarga sudah tidak suka padaku, di tambah kejadian malam itu membuat mereka semakin membenciku.
Apalagi Rani memperkeruh suasana dengan fitnahannya.
Dia menyebar gosip di antara para tetangga kalau aku selingkuh dengan Dokter Agam.
Mas Sigit yang memang sangat gampang terpengaruh ikut termakan omongan Rani. Sampai-sampai dia tidak mau tidur sekamar denganku. aku tidak terpengaruh dengan hal itu. Karena jujur aku sudah lelah dan kehilangan rasa kepada suamiku itu. Tapi masalahnya, Bulan selalu merengek minta tidur dengan kami, ayah ibunya. Mungkin karena kebiasaan dari bayi dia melihat kami di sampingnya saat membuka mata.
Aku juga sudah coba menanyakan hal itu, tapi jawabannya sangat dingin.
"Aku masih sakit hati oleh pengkhianatan mu."
Dia menuduhku berkhianat tanpa alasan. Hanya berbekal hasutan Rani saja. Dengan seorang dokter pula. Aku tidak tau tanggapan dokter itu kalau tau dirinya di gosipkan denganku. Membayangkan itu, Malunya sampai ke ubun-ubun.
"Aku tidak pernah selingkuh, aku baru kenal dengan dokter itu saat sebulan sakit. tapi baiklah. terserah apa pendapat mu, aku capek menjelaskan. Tapi ingatlah Bulan, dia tidak mau tidur."
Dia tidak mengindahkan ucapanku. Malah melenggang pergi ke kamar adiknya.
Pagi itu. Aku lihat Rani menyiapkan sarapan buat suamiku. Mas Sigit terlihat agak kaget. Tapi saat mengetahui kehadiranku di sana. Dia menyambut Rani dengan senyum lebar.
Sepertinya mereka sengaja melakukannya agar aku sakit hati.
"Terima kasih, Ran."
"Oh, ya.. Dari mengecek barang di gudang, jangan lupa kita akan menjemput Tara, Mas." ucap Rani lagi.
"Tentu saja aku tidak lupa. Tara adalah cahaya rumah ini. Dan Kesayangan kita semua." sambut mas Sigit sambil melirik ku.
"Tara dan Bulan adalah kebahagiaan rumah ini." ia meralat ucapannya saat melihatku melotot padanya.
Mendengar itu Rani membuang muka.
"Mas, sepertinya semua sudah tidak bisa di perbaiki. Jalan terbaiknya adalah berpisah." aku memantapkan diri dengan keputusan ku. Mas Sigit mendongak menatapku.
"Ia, walaupun aku tau ini tidak baik buat Bulan."
wajah mas Sigit terlihat tegang dengan rahang mengeras.
"Memohon sambil menangis darah pun aku tidak akan menceraikan mu..!" ucapnya murka.
"Lalu untuk apa aku disini? Kau tidak menganggap keberadaan ku lagi. Rani dan Tara adalah hidupmu. biarkan aku dan Bulan pergi."
"Itu karena kesalahan terbesar mu. Berpikirlah sedikit, kau selalu salah paham kepada mereka. Dan yang lebih memalukan, kau membalas ku dengan dokter itu. Ini, kan maumu?" teriaknya. Suara kami yang keras mengundang yang lainnya datang ke kamar kami.
"Ada apa ini ribut-ribut?" sela ibu mertua.
"Dia protes dengan semua perlakuan kita.vdan sekarang dia mau bercerai." jawab mas Sigit geram.
"May, kau tidak sadar dengan apa yang kau lakukan? Kau sudah mencoreng aib di keluarga kita. ibu tidak tahan dengan omongan tetangga tentang hubunganmu dengan dokter itu. Astaga.. apa kurangnya Sigit di matamu?"
Aku menghembuskan nafas kasar.
"Berapa kali aku bilang, aku tidak ada hubungan apa-apa dengan dokter itu. Bahkan ketemu saja baru dua kali, itupun secara kebetulan. aku juga tidak tau siapa yang menyebar gosip murahan itu."
"Alasan..! kalau tidak ada api tentu saja tidak ada asap." ucap Rani yang muncul tiba-tiba sambil menuntun anaknya.
"Karena sudah dapat gandengan yang jauh lebih kaya, tentu saja dia mau berpisah dengan mas Sigit..." celetuk Rani lagi.
Aku bosan dengan mulut nyinyir wanita itu.
"Iya, lalu kau mau apa? Bukannya itu uang kau harapkan? Kalau aku pergi dari rumah ini kau bisa menikah dengan mas Sigit...!"
Semua terperangah menatapku.
"Apa kau bilang? Jadi benar semua gosip yang beredar..?" tegas ibu mertua.
Terlanjur. Walaupun semuanya bertolak belakang. Aku terpaksa mengakuinya. Aku melakukan itu karena berharap bisa membungkam mulut Rani saja.
"Aduh sakit...!" keluh Tara tiba-tiba sambil memegang kepalanya.
Semua mata tertuju pada anak itu.
Mereka sampai lupa dengan perdebatan kami.
Tara memang sudah boleh pulang, tapi masih perlu pengawasan ekstra.
"Karena Tara sudah ada di sini, tidak boleh ada suara keras di rumah ini...!" perintah ibu menatapku.
Aku pergi ke kamar melihat keadaan Bulan.
Aku sama sekali tidak ingin terlibat suasana lebay mereka.
Tapi dari kamar masih bisa aku dengar suara obrolan mereka.
"Mas, apa dong hadiah buat Tara yang sudah berkumpul sama kita lagi?" ucap Rani manja seolah kepada suaminya sendiri. Aku benar-benar muak dengan tingkah mereka.
Diam-diam aku merapikan baju ku dan keperluan Bulan. Terlepas dari apapun yang terjadi, saat ini aku tidak ingin berada dirumah ini.
Sayup terdengar di telingaku mereka semua akan liburan ke puncak. Dan benar, mas Sigit datang ke kamar dan memberi tau.
"Untuk menyambut kepulangan Tara. kami berencana mau liburan ke puncak. Bulan akan ikut denganku. Terserah kau mau ikut atau tidak.." ucapnya datar.
"Aku dan Bulan tidak ikut." jawabku ketus.
"Kalau kau tidak ikut, terserah saja. Tapi Bulan tetap bersamaku." dia berkeras.
"Sebaiknya jangan di perpanjang, aku malas berdebat, Mas. Intinya Bulan tidak akan ikut..!" aku langsung tidur membelakanginya.
"Aku bicara baik-baik lho, May." Dia terlihat gusar oleh jawabanku.
"Habiskan saja waktumu bersama Rani dan Tara." jawabku sambil tetap membelakanginya.
"Inilah yang tidak aku mengerti. setiap aku ingin membahagiakan Tara, kau selalu marah dan sinis. dia anak yatim. kau tau itu, kan?"
"Aku sangat tau kalau dia anak yatim, aku belum lupa. lalu apakah ibunya juga anak yatim?" sindir ku tajam. Dia menggeleng keras.
"Aku tidak tau lagi harus bicara apa padamu." mas Sigit pergi dengan membanting pintu.
Besoknya saat ibu sedang ada di warung dan mas Sigit ke tempat kerjanya.
Aku membawa Bulan keluar dari rumah itu.
Aku tau apa yang ku lakukan ini salah. Tapi aku juga tidak punya jalan lain lagi.
***
Ibuku menyambut kedatangan kami dengan terharu. Aku sudah menceritakan semuanya.
"Pergi tanpa ijin suami itu memang salah. tapi ibu juga tidak membenarkan sikap mereka." ucap ibuku bijak.
Sehari di rumah ibu mas Sigit memang terus menghubungiku, tapi aku sama sekali tidak menggubrisnya. Kalau memang berniat ingin bertemu Bulan, dia pasti datang. Itulah pikiranku.
Tapi sampai malam menjelang dia tidak menghubungiku lagi. Jangankan menelpon, mengirim pesan saja tidak.
Tapi ya sudahlah.. Mungkin mereka sedang sibuk mempersiapkan liburannya.
Yang lain sudah terbang ke alam mimpi, begitupun Bulan. tiba-tiba aku teringat mas Sigit. Aku sadar saat menikah dengannya memang tanpa cinta. Tapi seiring waktu, perasaanya sayang di hatiku mulai tumbuh. Tapi di saat itu pula perasaanku harus terhempas oleh sikapnya.
Karena ingin melupakan beban berat itu, aku membuka sebuah platform novel online kesayanganku.
Tiba-tiba terbesit di kepalaku. kenapa aku tidak menuangkan kisah hidupku kedalam sebuah cerita? aku yakin pasti banyak orang yang suka dan simpati. Tanpa menunggu lagi aku mulai menulis. Sampai jam dua dini hari
Aku bisa menyelesaikan empat bab sekaligus.
Setelah ku upload, luar biasa sambutan pembaca. Sungguh aku tidak menyangka.
Aku berharap dengan kegiatan menulis ini bisa menjadi ladang rezeki yang berkah buatku dan Bulan.
Esoknya, seorang ibu-ibu menyapaku.
"May, kapan pulang? Ternyata semakin cantik saja. pantas kalau dokter itu kepincut padamu."
Aku terperanjat. Ternyata gosip itu sampai juga ke lingkungan tempat tinggal ibu.
"Ibu, semua tentang kabar itu tidak benar. saya dan dokter itu tidak ada hubungan apapun. Kami hanya kenal sepintas saja.Tolong jangan sebarkan lagi. saya malu."
Aku mohon dengan menangkupkan kedua tangan.
"Tapi percuma saja. Gosip ini sudah menyebar. dan kenapa kau malu. Dokter Agam saja tidak keberatan." ibu itu tersenyum menggodaku.
Hah? Jadi gosip ini sudah sampai padanya?
Aku menutup wajahku. Apa yang harus aku katakan bila suatu saat berpapasan dengannya. Dia pasti tertawa mengejek ku. bagaimana mungkin seorang Dokter muda yang gagah bisa di gosipkan dengan seorang wanita kampungan seperti diriku?