Kisah satu keluarga yang memiliki ilmu spiritual dan memiliki khodam pendamping dari bangsa Jin. Namun tanpa diduga itu juga terus berlanjut hingga ke anak cucu mereka.
Lalu apakah yang terjadi pada anak cucu mereka? Apakah bisa terlepas dari perjanjian dengan bangsa Jin?
Simak terus ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. M yanie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KUNTILANAK PART 3
WARNING 21+
HARAP BIJAK DALAM MEMBACA
Melihat orang tuanya dibakar hidup-hidup membuat Setyo menangis, menyaksikan betapa kejamnya mereka terhadap keluarganya. Melihat Ning yang sedang memeluk suaminya, kedua provokator itu langsung memisahkan Ning dari suaminya, yang akhirnya membuat Ning terlepas dari Welas dan Setyo.
Setyo berusaha untuk memegang kaki salah satu provokator itu agar tidak membawa Ning, dengan sekuat tenaga Setyo bangun sambil memeluk anaknya.
Tapi justru anaknya direbut oleh warga yang masih membabi buta memukuli Setyo, bahkan Welas yang masih bayi saja mereka tidak memiliki belas kasihan.
"Ja.. Jangn sakiti anakku tolong." Rengek Ning kepada warga yang membawa anaknya.
"Alllaaahhhhh..Jangan banyak bicara kalian, lebih baik kita rajam anak Kyai gadungan ini!" Teriak salah satu warga.
"Tidak.. Tidak aku mohon lepaskan suami saya." Ning bahkan mencoba menggigit Provokator itu agar bisa terlepas dan melindungi suaminya.
"Jangan bawa suami saya, hiksss.. hikss arrrgghhh tidak, tolong ampuni suami saya aku mohon." Dengan tangis yang begitu menyesakkan dan pilu, Ning menyaksikan suaminya di kubur setengah badan dan dilempari batu.
Ning mencoba melepaskan dirinya dari genggaman provokator itu, saat terlepas dari sang provokator, Ning berlari ke arah suaminya untuk membantu dan menghalangi dari lemparan batu.
Tapi justru Ning terkena lemparan batu dan terkena kepalanya yang akhirnya kepalanya mengeluarkan darah yang begitu banyak.
Dilihat wajah suaminya sudah penuh dengan luka dan darah yang memenuhi wajahnya, dengan tubuh yang terkubur, hanya menyisakan wajahnya saja.
"Sudah.. Sudah warga mereka sepertinya sudah tidak berdaya sebentar lagi juga akan MATI. lebih baik kalian pulang sisanya biar saya yang urus dengan teman saya." Ucap salah satu provokator yang mencoba memberikan kode kepada temanya untuk memisahkan Ning dari Setyo.
Setelah warga semua sudah bubar, dan hanya menyiksakan Welas yang masih berada di gendongan provokator yang satunya. dengan tega mereka menjambak Ning dan menariknya agar terlepas dari Setyo yang sudah tidak berdaya.
Karena Welas yang menangis terus sang provokator pun kehilangan kesabarannya, "DIAM.. DIAM tidak HUH!!!" Welas diletakkan di depan Ayahnya.
Salah satu provokator itu mengambil sembilah pisau dari balik bajunya, dan akhirnya menusukkan pisau itu ke perut Welas, seketika Welas terdiam dan sudah tidak ada suara tangisan dari bayi yang masih berumur dua bulan itu.
"Tidak.. Tidak arrgggggghhh.. Kalian manusia berhati iblis, hewan saja memiliki belas kasihan, kalian tidak pantas disebut manusia, aaaarregghhhhhhh anakku." Suara jeritan kesakitan seorang Ibu yang menyaksikan anaknya dibunuh didepan matanya.
Kekejaman dua pria itu belum berakhir, setelah berhasil membunuh Welas, mereka memukuli Ning hingga lemas.
Yang satunya memegangi tangan Ning agar tidak memberontak, sedangkan yang satunya mencoba merobek baju yang dipakai Ning.
Dengan suara yang lemah dan parau Ning masih mempertahankan kehormatannya, "To.. long ampuni sa.. ya, jangan lakukan ini kepada saya, hiks.. hikss.."
Kedua laki-laki itu tidak mau mendengarkan ucapan Ning, tenaga sudah habis dengan wajah yang sudah babak belur tapi Ning masih berusaha untuk melawan.
"CUIHHH.." Ning meludahi pria yang mencoba untuk memperkosanya.
"PLAAAAAKKKK.. " Pria itu menampar Ning, dan menjambak rambut Ning hingga kepalanya tertarik kebelakang dengan wajah yang berhadapan dengan pria itu.
"Dasar wanita JALANG.. Sudah untung kamu tidak kubunuh karena rasa sukaku masih ada untukkmu, siapa suruh dulu kamu menolakku Hah?" Dengan tangan masih menjambak rambut Ning, pria itu memberi kode kepada temanya untuk membuka seluruh pakaian Ning.
Ning yang sudah tidak berdaya hanya bisa menggerakkan kakinya, karena merasa kesulitan membuka baju Ning pria itu menginjak perut Ning dengan keras hingga membuat Ning mengeluarkan darah dari mulutnya.
Kedua pria itu akhirnya bergilir untuk menikmati tubuh Ning, dengan membabi buta mereka memperkosa Ning di depan jazad anak dan suaminya.
Ning yang sudah tidak memiliki tenaga lagi, dia hanya menangis sambil melihat suami dan anaknya yang sudah tidak bernyawa, dengan tubuh yang sedang di nikmati oleh kedua pria yang berhati seperti iblis itu, dalam hati Ning berucap akan membalaskan dendamnya.
"Aaarrgggggggg..Aku sudah selesai nih boss." Ucap salah satu pria itu yang merasa puas menikmati tubuh Ning.
"Hemm.. Lebih baik Ning kita bunuh saja, toh sudah tidak ada gunanya."
Akhirnya pria itu mencabut pisau tadi yang masih tertancap ditubuh Welas, dan ditusukkan ke perut Ning. "Aaaaaaakhhhh."
Ning memegangi perutnya yang berlumuran darah, rasanya rasa sakit sudah tidak dirasa karena sakit hati, kebencian dan jiwa yang penuh dendam lebih besar dari sakit fisiknya.
"Sudah, lebih baik kita pergi dari sini." Mereka berdua pun akhirnya pergi dari sana,
Dibalik pohon yang besar terlihat ada sesosok orang yang sedari tadi memperhatikannya, kedua pria itu mendekati sesosok manusia itu.
"Sudah beres Boss.. Mana bayaran kami." Ucap salah satu pria itu kepada orang yang berada di balik pohon tanpa kita ketahui siapa orang itu.
"Bagus.. Jangan sampai rahasia ini bocor, kalau sampai semua ini bocor makan nyawa kalian yang akan ku habisi."
"Tenang Boss.. Amannnn."
FLASHBACK OFF
***
Kuntilanak yang sekarang kita tahu bernama Ning masih menyorot kan mata yang penuh dengan dendam dan kebencian terhadap manusia.
"Kamu lebih baik kembali ke alammu, tidak baik untuk membalaskan dendammu." Ucap sang Ustadz.
"HIHIHIHI.. Tau apa kalian tentang rasa sakitnya HUH.. Disaat keluargaku di dzolimi kemana manusia-manusia itu, tidak ada satu orang pun yang menolong kami." Ning melihat lagi ke arah Rani yang masih menangis dipelukan Ibu.
"Serahkan anak itu, dia adalah anakku." Mendengar ucapan Ning, Ibu semakin erat dalam memeluk Rani dan bersembunyi di balik punggung Ayah.
"Lebih baik kamu pergi dengan tenang, karena ini bukanlah tempatmu."
Mendengar penuturan Ustadz, Ning merasa tidak suka dan akhirnya mencekik Ustadz itu, dengan sekuat tenaga Ustadz itu melepaskan belenggu yang mencekik lehernya.
" La yukallifullahu nafsan illa wus'aha, laha ma kasabat wa 'alaiha maktasabat, rabbana la tu'akhizna in nasina au akhta'na, rabbanā wa la tahmil 'alaina isran kama hamaltahu 'alal-lazina min qablina, rabbana wa la tuhammilna ma la taqata lana bih(ī), wa'fu 'anna, wagfir lana, warhamna, anta maulana fansurna 'alal qaumil-kafirun(a).
Artinya: "Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) "Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir." ( Al-Baqarah ayat 286 )
Setelah pak Ustadz membacakan Ayat tersebut Ning merasakan kesakitan,dan pak Ustadz bisa terlepas dari jeratan Ning.
"Akkhhhhh panas dan sakit, tunggu.. Aku akan kembali untuk mengambil anak itu dari tangan kalian dan membalaskan dendam ku yang terdahulu." Setelah mengucapakan perkataan itu, Ning menghilang tanpa jejak.
Siapa yah sosok laki-laki di balik pohon itu?
***
Note
Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka, dan usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Dan janganlah kamu perangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. ( Al-Baqaroh ayat 191 )
Ingat yah fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.
semangat
Subroto nampak dilema, entah harus membuang benda itu atau tidak. Tapi, jika di buang, dia sedikit tidak rela.
Kalau seperti kata-kata di atas, mungkin bisa sedikit baik
Itu mungkin sedikit lebih bagus
Setelah tanda titik, awali dengan huruf besar
Spasi
Mungkin ga perlu ada tanda , di kalimat (Ketika Subroto)
Itu bisa di gabung aja (Ketika Subroto mencari kunci lemari itu)
/Grin//Grin//Grin//Grin//Grin/......