Yara Vianca tak sengaja mendapati buku nikah suaminya dengan wanita lain. Tentunya, dia merasa di khianati. Hatinya terlampau sakit dan perih, saat tahu jika ada wanita lain yang menjadi madunya. Namun, penjelasan sang suami membuat Yara tambah di buat terkejut.
"Benar, aku juga menikah dengan wanita lain. Dia Dayana, istri pertamaku." Penjelasan suaminya membuat dunia Yara serasa runtuh. Ternyata, ia adalah istri kedua suaminya.
Setelah Yara bertemu dengan istri pertama suaminya, di sanalah Yara tahu tentang fakta yang sebenarnya. Tujuan Alva Elgard menikah dengan Yara agar dia mendapat kan anak. Sebab, Dayana tak dapat hamil karena ia tak memiliki rahim. Tuntutan keluarga, membuat Dayana meminta suaminya untuk menikah lagi.
Alva tidak mengetahui jika saat itu ternyata Yara sudah mengandung. Karena takut bayinya di ambil oleh suami dan madunya setelah dirinya di ceraikan, ia memilih untuk pergi dan melepaskan suaminya.
5 tahun kemudian.
"Om Alpa, ada indomaletna nda?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Buku nikah di ruang kerja Mas Alva
Seorang wanita cantik tengah memoles lipstik merah cherry di bibirnya. Matanya menatap penuh ke arah cermin di mana memantulkan dirinya yang kini sedang mengenakan gaun malamnya. Senyuman cantik di bibirnya tergambar, membuat lesung pipinya tercetak dengan jelas. Hidungnya yang mancung dan bulu matanya yang lentik membuat wanita itu terlihat sangat cantik.
Dia mengibas rambut panjang gelombangnya, tatapannya pun tak terlepas dari cermin di hadapannya saat ini. Wanita itu begitu mengagumi kecantikannya malam ini. Namun, dia merasa ada sesuatu yang kurang. Tangannya langsung meraih parfum yang terletak di atas meja riasnya dan menyemprotkannya ke beberapa sisi tubuhnya. Aroma vanilla terc1um sangat pekat dari tubuh wanita itu.
Ting! Tong!
Suara bell berbunyi, wanita itu pun melebarkan senyumannya. Dia meletakkan kembali parfumnya dan bergegas memakai kimono gaunnya. Lalu, beranjak untuk membukakan pintu untuk orang yang sedari tadi dia tunggu kedatangannya.
Cklek.
Terlihat, seorang pria tampan berahang tegas menatap wanita yang membukakan pintu untuk nya dengan tatapan yang datar. Dia meneliti penampilan wanita itu dari atas hingga bawah sebelum membuka suaranya.
"Apa yang kamu lakukan dengan gaun ini, Yara?" Tanya pria itu dengan sorot mata tajamnya.
Yara Vianca, seorang wanita cantik berusia 25 tahun. Dirinya menikah dengan pria bernama Alva Logan, yang tak lain adalah pria di hadapannya. Pernikahan keduanya baru memasuki bulan ketiga. Namun, ini adalah ke lima kalinya Yara menyambut suaminya pulang. Mengapa? Karena Alva bekerja di luar kota, sehingga ia hanya bisa pulang dua kali dalam sebulan saja.
"Aku ...."
"Masuklah, kamu akan masuk angin dengan baju terbuka seperti itu." Ujar Alva seraya beranjak masuk dan membiarkan Yara berdiri di ambang pintu dengan tatapan melongo.
"Aneh, katanya suami senang di sambut dengan pakaian seperti ini. Apa ... aku nya aja yang terlalu berlebihan?" Gumam Yara.
Tak ada pikiran negatif apapun, Yara kembali menutup pintu dan menyusul suaminya yang sudah masuk ke dalam kamar mereka. Di kamar, terlihat Alva sedang membuka pakaian kantornya dengan tatapan serius. Takut mengagetkan, Yara berjalan pelan seraya menautkan jari jemarinya.
"Mas, mau aku buatkan kopi atau teh?" Tanya Yara dengan canggung.
"Kopi saja, jangan pakai gula. Aku tidak suka manis," ujar Alva sebelum dirinya masuk ke dalam kamar mandi.
Yara mengangguk, dia segera ke dapur untuk membuatkan kopi untuk suaminya. Seraya mengaduk kopi tersebut, Yara berpikir sejenak. "Mas Alva sejak awal juga sangat dingin, tapi bisa-bisanya dia menikahiku. Parahnya lagi, aku jatuh hati pada pandangan pertama. Astaga, pertemuan kami sangat manis." Gumam Yara seraya menahan senyumnya.
Pernikahan Yara dan Alva tak berlangsung lama, Yara yang sebagai resepsionis hotel tempat Alva menginap membuat keduanya sering bertemu. Kebetulan, Alva sedang membangun proyek di dekat hotel dimana Yara bekerja. Tak di sangka, Alva justru malah mengajak wanita itu menikah setelah proyeknya selesai di bangun. Keduanya hanya berkenalan selama kurang dari satu bulan, dan langsung memutuskan untuk menikah.
Cklek!
Yara kembali ke kamar dengan secangkir kopi di tangannya, wanita itu menatap ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Sepertinya, Alva berendam untuk merilekskan tubuhnya. Yara lalu memutuskan untuk menaruh cangkir kopi yang ia bawa ke atas nakas. Saat akan berbalik, Yara tak sengaja melihat pakaian kantor milik suaminya yang tadi pria itu kenakan tergeletak di atas ranjang.
"Ck, kebiasaan buruknya belum hilang juga yah ternyata. Sudah aku katakan ribuan kali, baju kotor taruh di tempatnya. Astaga, pria itu dingin dan kaku. Tapi, sangat pemalas. Sudahlah, mau bagaimana lagi? Dia suamiku." Celoteh Yara seraya membawa pakaian kotor itu ke ranjang kotor.
TANG!
"Eh?!" Yara melihat ada sesuatu yang jatuh dari jas suaminya. Benda itu menggelinding hingga menabrak lemari pakaian. Yara yang penasaran segera melihat benda yang mirip seperti cincin tersebut.
Wanita itu berjongkok, dia meraih benda tersebut dan melihatnya dengan teliti. itu adalah sebuah cincin pernikahannya dengan Alva yang seharusnya di pakai oleh pria itu. Namun, mengapa suaminya justru melepas cincin pernikahan mereka?
"Apa yang kamu lakukan di situ?" Suara berat Alva mengejutkan Yara, wanita itu berdiri dan membalikkan tubuhnya menghadap ke arah sang suami.
"Ini, tadi aku ...." Perkataan Yara terhenti saat melihat suaminya sedang menggosok kepalanya dengan handuk kecil. Namun, bukan itu yang menjadi objek utama penglihatannya. Melainkan, sebuah cincin yang ada di jari manis tangan kanan suaminya. Cincin dengan desain yang berbeda tetapi Yara cukup tahu jika cincin itu adalah cincin pernikahan.
"Aku apa?" Tanya Alva kembali seraya membuka pintu lemari dan mengambil baju tidurnya. Sebab, saat ini dia hanya memakai handuk untuk menutupi area bawahnya saja.
"Tidak ada." Jawab Yara dengan kemah seraya menyembunyikan cincin itu di kepalan tangannya. Pikirannya langsung mengarah ke hal-hal negatif, mendadak dirinya menjadi overthinking.
Yara memilih untuk merebahkan dirinya di ranjang, dia pun memunggungi suaminya tidur dengan menghadap ke arah lemari. Hatinya tak bisa tenang, otaknya berpikir keras untuk mencari jawaban tentang cincin yang di pakai oleh suaminya.
"Ada yang mau kamu ceritakan selama aku tinggal?" Tanya Alva seraya merebahkan dirinya di belakang Yara.
"Tidak ada." Jawab Yara dengan lirih.
Alva menaikkan satu alisnya, dia merasa ada yang aneh dengan istrinya. Pria itu pun menarik bahu Yara agar wanita itu menghadap ke ayahnya. "Ada apa? Kenapa kamu terlihat murung? Apa kamu ingin kita ...,"
"Bukan itu Mas." Sahut Yara dengan cepat.
"Lalu?" Heran Alva dengan menaikkan satu alisnya.
Yara menghela nafas pelan, rasanya dia takut bertanya tentang cincin yang saat ini di kenakan oleh suaminya. "Mas, bolehkan aku ikut kamu ke Jakarta? Biarkan aku tinggal bersamamu di sana, dari pada disini. Aku sendirian, lagian kan ... biar di sana kamu ada yang ngurus juga. Gak enak loh LDM begini." Ujar Yara yang meluapkan isi hatinya.
Alva terdiam, pria itu seakan tengah berpikir. Yara menantikan jawaban suaminya, dia berharap bisa ikut dengan suaminya dan memantau pria itu di sana. Yara tidak kau terus overthinking dengan apa yang suaminya lakukan di sana.
"Di Jakarta aku bekerja, bukan healing atau yang lainnya. Nantinya kamu di rumah selalu sendiri, sama seperti disini. Sebab, aku akan sering berada di lokasi proyek dan menginap di sana. Di kota ini juga kan ada ibumu dan adikmu, kalau kamu kesepian minta saja mereka untuk menemanimu disini." Tolak Alva dengan halus.
Pikiran Yara bertambah tidak karuan, entah mengapa dia memiliki firasat yang buruk tentang suaminya. "Enggak masalah kok aku di tinggal terus Mas! Aku bisa ...,"
"Tolong, mengertilah. Di sana aku bekerja, untuk kita. Untuk masa depan kita. Apalagi, kita berencana untuk punya anak secepatnya. Punya anak butuh biaya yang tidak sedikit, kita harus pastikan dia cukup secara materi." Ucapan Alva membuat Yara tak bisa lagi berkata-kata. Wanita itu hanya diam tanpa menatap ke arah yang berbeda.
Mengerti istrinya kecewa, Alva meraih pipi sang istri dan mengelusnya dengan lembut. Sorot mata tajam nya, kini berubah lembut. Seakan, pria itu adalah dua orang yang berbeda. "Apa sudah ada tanda-tanda kamu hamil?" Tanya Alva yang mana membuat Yara menggeleng ragu.
"Aku belum tahu, tapi sudah telat seminggu ini." Lirih Yara.
Senyum Alva merekah, "Kalau begitu, besok coba di testpack. Kamu masih punya testpack yang kita beli bulan lalu kan?" Seru Alva dengan semangat.
Kebahagiaan suaminya saat ini membuat Yara tersenyum, dia seakan lupa dengan kerisauannya tadi. Wanita itu pun mengangguk, dia akan melakukan apa yang suaminya minta. Dengan perasaan bahagia, Alva menarik Yara dalam pelukannya dan melabuhkan k3cupan hangat di kening wanita itu.
"Aku harap, kamu beneran hamil sayang." Bisik Alva.
Mendengar kata sayang dari suaminya saja sudah mampu menghangatkan hati Yara. Wanita tu membalas pelukan suaminya dengan erat. Keduanya lalu memejamkan matanya dan masuk ke dalam mimpi mereka masing-masing.
.
.
.
Yara tengah menatap dua benda persegi panjang di atas wastafel kamar mandi miliknya. Dia sedang menunggu hasilnya apakah dirinya beneran hamil ataukah tidak. Tak lama, dua garis merah tercetak pada benda pipih persegi panjang itu. Senyum Yara merekah, dia menangis bahagia. Lalu, dia mengelus perutnya yang masih terasa datar.
"Kalau Mas Alva tahu tentang ini, dia pasti bahagia banget." Gumam Yara dan bergegas mengambil testpack itu dan membawanya keluar.
Senyum Yara surut, dia pikir suaminya masih ada di kamar. Ternyata, pria itu sudah keluar kamar entah kemana. Helaan nafas berat terdengar dari wanita itu, dia berniat menaruh testpack di atas nakas. Namun, tiba-tiba sebuah ide terlintas di otaknya.
"Eh, apa aku buat kejutan saja untuk mas Alva? Aku taruh ini di ruang kerjanya, jadi ketika dia melihatnya. Mas Alva akan terkejut, dia pasti sangat bahagia." Gumam Yara dengan senyuman lebar.
Tanpa berlama-lama, Yara segera keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang kerja suaminya. Ruangan itu terlihat terbuka, jadi Yara tak perlu lagi membukanya. Dia pun masuk ke dalam ruang kerja suaminya dan segera mendekati meja yang biasanya pria itu gunakan untuk mengerjakan tugas kantornya.
"Mas Alva itu gila kerja, seminggu di rumah saja dia masih bekerja. Aku istrinya, selalu dia abaikan. Hais, terkadang aku iri dengan laptop dan tumpukan berkas miliknya." Gumam Yara seraya mencari tempat yang bagus untuk menyembunyikan testpack itu.
"Taruh dimana yah? Di laci aja kayaknya deh, biar gak langsung ketahuan." Gumam Yara dengan semangat.
Srett!
Dengan perasaan bahagia, Yara akan meletakkan testpack miliknya di dalam laci meja itu. Namun, tak sengaja tatapan Yara menangkap sebuah buku kecil berwarna hijau. "Eh, disini ternyata Mas Alva menyimpan buku nikah kami." Gumam Yara seraya mengambil buku kecil itu.Dia menjadi urung menaruh testpack disana.
"Waah, kenapa Mas Alva tidak bilang yah kalau buku nikah kami sudah jadi. Tau gitu kan, aku menyimpan buku nikah ini." Ujar Yara lalu ia membuka buku kecil itu. Tiga bulan menikah, Yara belum mendapatkan buku nikah. Alva berkata, jika pria itu akan segera mengurusnya karena alasan yang tidak Yara mengerti.
"Eh, ini fotonya mas Alva. Ih tampan banget, pasti fotoku juga can ...,"
Deghh!
Senyum Yara luntur seketika, jantungnya berdegup kencang. Matanya menatap nanar ke arah foto seorang wanita yang bersanding dengan suaminya. Buku nikah itu memang milik suaminya, tapi bukan bersamanya. Tentunya, Yara merasa di khianati. Tubuhnya bergetar hebat, air matanya pun luruh.
"Yara, apa yang kamu lakukan disini?"
Pandangan Yara terangkat, matanya menatap tajam suaminya yang melangkah mendekat ke arahnya. Sorot mata penuh kebahagiaannya tadi berubah menjadi tatapan kekecewaan dan penuh kebencian. Tanpa di duga, Yara melempar buku nikah itu pada wajah Alva yang mana membuat pria itu menghentikan langkahnya.
"Pantas kamu tidak mau aku ikut kamu ke Jakarta. Ternyata, kamu menyembunyikan selingkuhan kamu itu kan? Enggak perlu mengelak, semuanya sudah jelas. Buku nikah itu membuktikan kebusukan yang selama ini kamu simpan!" Sentak Yara dengan emosinya yang menggebu.
Alva memungut buku nikah miliknya yang sempat terjatuh. Dengan tenang, pria itu menegakkan tubuhnya dan menatap ke arah buku nikah yang baru saja di lempar oleh sang istri.
"TEGA KAMU MENIKAH DENGAN WANITA LAIN MAS!" Teriak Yara dengan histeris.
"Kamu benar, aku juga menikah dengan wanita lain. Dia Dayana, istri pertamaku." Penjelasan suaminya membuat dunia Yara serasa runtuh. Ternyata, ia adalah istri kedua suaminya.
Tubuh Yara luruh seketika, wanita itu memandang kosong ke arah lantai di hadapannya. Raut wajahnya terlihat datar, tapi air matanya terus turun. Fakta mengejutkan yang suaminya katakan barusan memberi pukulan kuat untuk perasaan wanita itu.
"Jadi, aku ... istri kedua? Itulah alasan mengapa buku nikah kita belum ada sampai sekarang. Karena pernikahanku denganmu belum di sahkan negara." Yara tertawa sumbang, wanita itu mendongak dan menatap suaminya yang seakan tak ada niatan untuk membujuknya.
"Apa aku hanya di jadikan sebagai pelampiasan mu saat kamu bosan dengan istrimu, bukan begitu Mas? Pantas saja, selama ini kamu bersikap cuek dan dingin. Aku pikir, memang itu sifat aslimu. Aku pikir, kamu sangat mencintaiku. Tapi ternyata ...." Yara kembali tertawa sumbang, dia mentertawakan kenyataan yang baru saja dia terima.
"Karena aku hanyalah istri kedua."
___