Anin akhirnya menemukan alasan yang mungkin menjadi penyebab suaminya bersikap cuek terhadapnya. Tidak lain adalah adanya perempuan idaman lain yang dimiliki suaminya, Kenan.
Setelah berbicara dengan sang suami, akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Anin meminta suaminya untuk menikahi wanita itu.
" Nikahilah ia, jika ia adalah wanita yang mas cintai," Anindita Pratiwi
" Tapi, aku tidak bisa menceraikanmu karena aku sudah berjanji pada ibuku," Kenan Sanjaya.
Pernikahan Anin dan Kenan terjadi karena amanah terakhir Ibu Yuni, ibunda Kenan sekaligus ibu panti tempat Anin tinggal. Bertahannya pernikahan selama satu tahun tanpa cinta pun atas dasar menjaga amanat terakhir Ibu Yuni.
Bagaimana kehidupan Anin setelah di madu? Akankah ia bisa menjaga amanah terakhir itu sampai akhir hayatnya? Atau menyerah pada akhirnya?
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MAT 15 Menjalani Pernikahan Sebagaimana Mestinya
Menjaga Amanah Terakhir (15)
" Maaf sudah mengagetkan mu," Kenan masih merasa bersalah atas tindakan spontannya.
Jujur, saat menyadari Anin sudah tidak ada lagi di kamar,ada perasaan khawatir. Khawatir Anin merasa tak nyaman dengan perubahan sikapnya yang mungkin bagi Anin terlalu tiba-tiba.
Padahal, kenyataannya tidak demikian. Semua memang datang perlahan dan Kenan saja yang telat menyadarinya.
Karena itu,ia sangat senang saat melihat istrinya masih ada. Tanpa sadar langsung memeluk Anin saking bahagianya.
" Ah, iya tidak apa-apa, mas," ucap Anin yang kini sedang duduk di meja makan.
Kenan mengambil alih pekerjaannya. Padahal, Anin merasa tidak masalah jika melanjutkan menggoreng barang saja. Namun, Kenan memaksa.
" Mas, harus minum obat. Makanlah buburnya," ucap Anin kemudian.
Sebenarnya masih terlalu pagi untuk sarapan. Bahkan adzan subuh saja belum berkumandang. Namun, karena suaminya sudah ada di sana, lebih baik makan dulu agar bisa langsung minum obat.
" Baiklah."
Walaupun pahit terasa di lidahnya,Kenan tetap makan. Ia harus sehat.
Anin pun segera memberikan obat kepada suaminya. Keduanya langsung kembali ke kamar karena adzan subuh sudah berkumandang.
Kenan tetap mengimami shalat. Tubuhnya mungkin sedikit lemas, tapi masih bisa ia paksakan.
Anin mencium tangan Kenan dengan takzim. Kenan pun mengusap kepala Anin dan langsung menangkap wajah Anin dan mencium keningnya.
Wajah Anin langsung merona. Suaminya biasanya hanya mengusap kepalanya saja.
Kenan bisa melihat perubahan warna di wajah sang istri yang memang berwarna putih itu.
Ia baru sadar, setelah diamati istrinya sangat menggemaskan. Kemana saja dia selama ini?
" Tilawah bareng?," ajak Kenan yang lagi-lagi membuatnya terkejut. Kenan sudah membawa dua mushaf Al-Qur'an.
Biasanya Anin hanya tilawah sendiri. Kenan langsung keluar kamar atau tetap di kamar namun dengan aktivitas berbeda.
Anin hanya mengangguk dan tersenyum.
Keduanya pun membaca Alquran secara bergiliran. Anin merasa bahagia karena satu persatu harapan yang pernah ia ucapkan dan adukan pada sang pencipta mulai terwujud.
Perubahan sikap suaminya yang mulai menghangat. Juga keinginannya untuk bisa membaca Al Qur'an bersama selepas shalat subuh pun kini terwujud.
" Oh iya, ini oleh-oleh untukmu. Saat aku melihatnya terpajang di salah satu toko, tiba-tiba aku teringat padamu. Kamu sangat cocok memakai ini," ucap Kenan saat Anin sedang duduk bersandar di atas ranjang sambil memeriksa pesan yang masuk.
Kenan teralihkan perhatiannya oleh pakaian ini. Saat ia menunggu Laras yang sedang berbelanja.
Anin menerima paper bag itu dengan sedikit mengerutkan keningnya. Perlahan ia mengeluarkan isinya dan betapa takjub ia dengan pakaian yang ia bentangkan di hadapannya.
Gamis berwarna biru muda dengan bordiran yang sangat indah.
" Terimakasih,"
Kenan hanya mengangguk.
" Mau mencobanya?,"
" Tidak. Nanti saja," jawab Anin.
Kenan naik ke atas ranjang. Duduk tepat di samping Anin.
" Nin, sepertinya aku belum pernah meminta maaf dengan benar padamu," Kenan menghela nafas. Diam sejenak sebelum melanjutkan ucapannya.
" Maaf sudah mengabaikanmu selama ini. Aku tahu sikapku selama ini menyakitimu hingga dengan mudahnya kamu memintaku menikahi wanita lain,"
Anin diam. Mudah? Sebenarnya tidak. Anin hanya sadar diri akan posisinya. Dilihat bagaimana pun ia selalu merasa telah merebut seseorang.
Walaupun ikatan pernikahan lebih kuat dibandingkan dengan yang statusnya hanya pacaran, namun Anin tetap merasa bersalah.
" Maaf menghadirkan wanita lain dalam rumah tangga kita. Aku serakah tidak bisa meninggalkannya namun tak ingin kehilanganmu,"
Anin tetap diam mendengarkan.
" Mungkin aku terlambat menyadari jika sebenarnya aku sudah mulai mencintaimu karena terlalu fokus pada wania yang selama ini menjadi kekasihku,"
Kenan lagi-lagi menghela nafas.
" Nin, seperti yang pernah aku bilang. Aku tidak bisa melepaskan mu. Karena itu, beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya."
Anin diam. " Apa mas berubah karena ancaman Om Ardi?,"
Kenan terkesiap mendengar pertanyaan Anin. Anin tahu tentang ancaman om dan tantenya?
" Reina yang bilang dan Tante Najma membenarkan,"
Kenan mengangguk.
" Ancaman om dan Tante membuatku berpikir banyak tentang hubungan kita. Pernikahan yang terjadi karena amanah almarhumah ibuku, kita yang tidak saling mencintai. Membuatku awalnya sangat berat saat harus menjalani rumah tangga ini.
Namun, terbiasa dengan adanya kamu membuatku sadar. Aku sudah nyaman denganmu. Aku merasa kamu memahami ku seperti ibu yang memahami ku. Kamu benar-benar rumah bagiku."
Rumah? Ya. Dengan Anin ia merasa nyaman. Dengan Laras? Setelah menikah semua berubah. Entah kemana cinta yang selama ini selalu ia gembar gemborkan.
Nyatanya banyak perubahan yang tak pernah ia pikirkan. Bahkan kebohongan yang Laras lakukan. Tentang masakan yang ternyata bukan masakannya melainkan pembantunya sudah Kenan ketahui.
Sikap manjanya pun menjadi teramat sangat berlebihan. Membuat Kenan merasa tak nyaman. Intinya, sebelum dan sesudah menikah itu banyak perbedaan yang ia rasakan.
" Apalagi foto-foto saat kamu berlibur dengan Tante Najma membuatku takut untuk membayangkan jika kamu menjadi milik orang lain..."
" Foto?," kedua alis Anin menyatu karena bingung.
" Reina memasang fotomu yang ditatap oleh laki-laki lain di statusnya. Sebagai lelaki, aku sadar dia mendambakan mu,"
" Di villa? Reza?," tebak Anin.
" Mungkin." jawab Kenan yang memang tidak tahu siapa laki-laki itu. " Reza siapa?," tanya Kenan penasaran.
" Anak Bi Nuri yang di amanahi menjaga villa oleh Tante Najma,"
Kenan manggut-manggut.
" Aku cemburu," Ucap Kenan membuat Anin terkejut dengan pengakuan suaminya.
Saking terkejutnya, Anin tak bisa berkata-kata .
" Dari sana aku sadar. Sepertinya aku memang sudah jatuh cinta padamu,"
" Tapi, aku juga Sadar Diri, pernikahanku dengan Laras adalah pilihanku. Aku tidak mungkin main-main dengan pernikahan. Karena itu, biasakan kamu tetap bersamaku sekalipun ada wanita lain di antara kita?. Menjalani pernikahan ini sebagaimana mestinya? Selayaknya pasangan yang hidup bersama bukan sebatas tinggal bersama?,"
Anin langsung mengangguk. Bukankah ia yang meminta kenan menikahi wanita itu? Lalu apa alasan ia tidak mau bertahan.
Lagi pula, sebenarnya suaminya lah yang membatasi diri. Membentengi hatinya. Sementara Anin justru berusaha sebaik mungkin untuk tetap menjadi istri yang baik untuk suaminya.
" Termasuk jika aku meminta hakku?,"
deg
Pertanyaan Kenan membuat ia terkejut. Benar. Keduanya belum pernah melakukan itu. Jika ingin menjalankan pernikahan sebagaimana mestinya, bukankah aktivitas itu pun termasuk di dalamnya?
" Boleh aku meminta sesuatu dulu sebelum menjawab pertanyaan Mas?," tanya Anin ragu.
Kenan mengangguk
" Aku tahu, haram hukumnya bagi seorang istri yang menolak permintaan suaminya untuk melakukan hubungan suami istri. Aku pun tidak akan pernah menolak jika mas meminta. Namun, bisakah aku meminta satu hal pada mas?,"
" Meminta apa?," Tanya Kenan penasaran.
" Soal aku dan istri kedua mas, aku harap...."
TBC