Ketika dunia manusia tiba-tiba terhubung dengan dimensi lain, Bumi terperangkap dalam kehancuran yang tak terbayangkan. Portal-portal misterius menghubungkan dua realitas yang sangat berbeda—satu dipenuhi dengan teknologi canggih, sementara lainnya dihuni oleh makhluk-makhluk magis dan sihir kuno. Dalam sekejap, kota-kota besar runtuh, peradaban manusia hancur, dan dunia yang dulu familiar kini menjadi medan pertempuran antara teknologi yang gagal dan kekuatan magis yang tak terkendali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rein Lionheart, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 5. Nyala di Tengah Kegelapan
Kael melangkah melewati gerbang, dan dunia yang menyambutnya terasa seperti mimpi buruk yang hidup. Langit di atasnya berwarna merah darah, diselimuti oleh awan gelap yang berputar seperti pusaran tak berujung. Tanah di bawahnya terasa basah dan lengket, seperti lumpur yang penuh dengan energi yang tidak wajar. Pohon-pohon raksasa dengan cabang melengkung seperti cakar berdiri kaku di kejauhan, dan angin membawa bisikan-bisikan samar yang tidak dapat dipahami.
"Jadi, ini adalah dimensi di mana Nyx bersembunyi," gumam Kael, mencoba menenangkan dirinya. "Tempat ini… terasa hidup, tapi tidak dengan cara yang seharusnya."
Saat ia berjalan lebih dalam, langkahnya terhenti oleh sesuatu yang membuat darahnya membeku. Sebuah makhluk, tinggi dan ramping, berdiri diam di depannya. Kulitnya gelap, bercahaya dengan pola-pola merah seperti lava yang membara, dan matanya yang besar memancarkan cahaya putih yang dingin. Makhluk itu tidak bergerak, namun kehadirannya saja membuat udara terasa berat.
Kael mundur selangkah, tetapi tanah di bawah kakinya bergetar. Makhluk itu membuka mulutnya, dan suara yang keluar bukanlah suara fisik, melainkan gema yang langsung menyerang pikirannya.
"Kau datang ke tempat yang bukan milikmu, anak fana."
Kael mengepalkan tinjunya, berusaha untuk tetap tenang. "Aku datang untuk menghentikan Nyx. Dimensi ini harus dihancurkan, atau dunia kami akan hancur."
Makhluk itu tidak tertawa, namun ada perubahan dalam atmosfer, seolah-olah dimensi itu sendiri mengejeknya. "Nyx tidak bisa dihentikan oleh sesuatu yang kecil sepertimu. Kau tidak lebih dari percikan kecil dalam api yang abadi."
Kael tidak menjawab. Sebaliknya, ia memejamkan mata, mencoba merasakan energi di sekelilingnya. Lysara pernah mengatakan bahwa jiwa yang telah berkorban memiliki hubungan yang lebih dalam dengan dimensi ini. Mungkin, hanya mungkin, ia bisa menggunakannya untuk melawan.
Saat Kael memusatkan pikirannya, sesuatu di dalam dirinya menyala. Energi yang aneh dan kuat mulai mengalir melalui tubuhnya, dan ia menyadari bahwa meskipun tubuhnya kini setengah berwujud, ia memiliki kekuatan baru—kekuatan yang berasal dari pengorbanannya.
Makhluk itu melangkah maju, dan Kael merasakan tanah di bawahnya bergetar lebih keras. Namun, ia tidak gentar. Dengan satu gerakan, ia mengangkat tangannya, dan dari dalam dirinya muncul sebuah cahaya biru terang yang meledak ke segala arah.
Makhluk itu tersentak mundur, berteriak dengan suara melengking yang membuat udara di sekitarnya bergetar. Namun, sebelum Kael bisa menyerang lagi, makhluk itu menghilang, seolah-olah ditelan oleh bayangan.
Kael terengah-engah, tapi ia tahu ini baru permulaan. "Jika mereka adalah penjaga dimensi ini, maka Nyx pasti lebih kuat dari yang kubayangkan."
Saat ia melanjutkan perjalanannya, ia menemukan bahwa dunia ini bukan hanya gelap dan penuh bahaya—ia juga penuh dengan kenangan yang bukan miliknya. Kael melihat bayangan-bayangan samar dari orang-orang yang pernah hidup di dunia yang sekarang menjadi dimensi ini. Mereka tampak berjalan dengan lesu, seolah mencari sesuatu yang hilang.
“Apa ini…?” Kael berbisik, merasa terganggu oleh pemandangan itu.
Suara Penjaga kembali terdengar di pikirannya, lembut namun penuh peringatan. "Dimensi ini adalah penjara bagi jiwa-jiwa yang telah ditelan oleh Nyx. Kau harus berhati-hati. Kegelapan ini akan mencoba menggoda dan menguasaimu."
Kael mengangguk, meskipun ia tahu bahwa godaan itu akan sulit dihindari. Jiwa-jiwa yang ia lihat di sekitarnya bukan hanya orang asing—beberapa di antaranya memiliki wajah yang tampak familiar. Wajah-wajah dari orang-orang yang ia kenal, dari dunianya.
"Ayah?" Kael terhenti, matanya membelalak saat ia melihat bayangan seorang pria tinggi dengan bahu yang kuat dan wajah yang penuh dengan tekad. Ayahnya berdiri di kejauhan, memandangnya dengan tatapan sedih namun penuh harapan.
Kael berlari mendekat, namun ketika ia mencoba menyentuh sosok itu, ayahnya menghilang seperti asap yang ditiup angin.
"Ini pasti permainan Nyx," katanya dengan suara gemetar, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. "Dia mencoba menghancurkan tekadku."
Namun, sesuatu di dalam hatinya berkata lain. Mungkin, hanya mungkin, jiwa-jiwa itu benar-benar nyata, dan ia tidak hanya berjuang untuk menyelamatkan dunianya, tetapi juga mereka yang telah hilang.
Perjalanan Kael akhirnya membawanya ke sebuah menara tinggi di tengah dimensi itu. Menara itu terbuat dari batu hitam yang memancarkan energi gelap, dan di puncaknya ada cahaya merah yang berdenyut seperti jantung yang hidup.
"Inilah pusat kekuatan Nyx," Kael berkata pada dirinya sendiri, mengambil napas dalam-dalam. "Jika aku bisa menghancurkannya, mungkin aku bisa mengakhiri ini."
Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, sebuah suara dingin bergema dari atas menara.
"Kau pikir kau bisa melawanku, anak kecil? Aku adalah kegelapan itu sendiri. Kau hanyalah serpihan kecil dari kehancuran yang kubawa."
Kael mengepalkan tinjunya, rasa takut bergolak di dalam dirinya. Tapi ia tidak mundur. Dengan langkah mantap, ia mulai menaiki tangga menara, siap menghadapi Nyx dan apa pun yang menunggunya di puncak.
Setiap langkah Kael di tangga menara terasa seperti mendaki gunung di bawah tekanan yang tak terlihat. Udara semakin berat, napasnya tersengal, dan seolah-olah bayangan dari dimensi itu mencoba menyeretnya kembali ke bawah. Namun, ia tidak menghentikan langkahnya. Matanya terpaku ke atas, ke arah cahaya merah yang berdetak seperti jantung yang memancarkan kehancuran.
Tangga menara itu seakan tidak ada habisnya. Di setiap sudut, ia merasakan kehadiran makhluk-makhluk tak kasat mata yang mengawasinya. Bisikan-bisikan gelap menggema di pikirannya, mencoba mematahkan semangatnya.
"Kau tidak akan berhasil."
"Dunia sudah hancur; mengapa kau repot-repot?"
"Bergabunglah dengan kami, dan kau tidak perlu merasakan penderitaan ini lagi."
Kael mengepalkan tinjunya, berusaha melawan bisikan itu. "Aku tidak akan menyerah," gumamnya, meski suaranya bergetar oleh rasa takut dan kelelahan. "Aku telah berkorban terlalu banyak untuk berhenti sekarang."
Ketika akhirnya mencapai puncak menara, ia mendapati dirinya berdiri di atas platform melingkar yang dikelilingi oleh langit merah dan pusaran energi hitam. Di tengah platform itu, ada sebuah altar besar, dan di atasnya berdiri sosok yang menakutkan.
Nyx.
Entitas itu bukan hanya makhluk; ia adalah wujud kegelapan itu sendiri. Tubuhnya tidak berbentuk dengan jelas, melainkan terdiri dari bayangan yang terus berubah, dan dari setiap gerakannya, energi memancar dengan intensitas yang menyakitkan. Dua mata besar, seperti bintang mati, memandang Kael dengan tatapan yang tidak manusiawi, penuh dengan rasa hina dan kekuasaan.
"Kael," suara Nyx bergema seperti badai yang memecahkan batu karang. "Aku mengagumi keberanianmu. Sedikit sekali makhluk fana yang cukup bodoh untuk datang menantangku secara langsung."
Kael berdiri tegak, meskipun tubuhnya terasa gemetar. "Aku tidak peduli dengan kekagumanmu. Aku datang ke sini untuk menghentikanmu.