Astin. Seorang siswa academy pahlawan peringkat bawah dengan reputasi buruk.
Menyadari dirinya pernah memiliki kehidupan lain. Ia mulai mengetahui tentang kebenaran dunia ini. Dari awal sampai menuju akhir.
Ia yang mengetahui masa depan mencoba merubah garis takdir yang akan menimpa diri beserta orang di sekitar.
Mencoba menyelamatkan. Menghindari tragedi. Dan mencegah akhir dari dunia.
Semoga saja. Dia dapat memanfaatkan semua pengetahuan itu. Jika tidak? Semua hanya akan binasa.
1000 kata per bab. Update? Kalau mood saja.
Lagu : Floating Star. (Kirara).
Lirik : Nemuri no... awa yuki... owari no yume wo miyou wo...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aegis aetna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Secara Rahasia.
...Cerita berlanjut....
Episode empat belas.
Marika yang tengah menyamar sebagai salah seorang tamu undangan, dengan pakaian kasual nan mewah layaknya nona bangsawan,
Berdiri dengan anggun, sembari memantau situasi. Sebelum kemudian ia mengeluarkan crystal komunikasi, yang agak menggetarkan dada proporsionalnya ini.
Gambaran wajah Astin segera ter-proyeksi pada bola crystal ungu transparan tersebut.
[Marika. Berikan laporanmu.]
"Baik tuan muda. Sepertinya target sedang melakukan kontak dengan anak buah an... Maksud saya anak-anak nakal yang selalu mengikuti anda."
[Haah... Apakah mereka berniat untuk merundungnya lagi?]
"Tidak, sepertinya target yang memprovokasi mereka terlebih dulu..."
[Hou... Apa sekarang dia berniat untuk membuka topengnya? Dia bereaksi lebih cepat dari pada yang aku kira.]
[Terus awasi situasi. Jika keadaan semakin berbahaya, segera gunakan item yang aku berikan sebelumnya.]
Setelah mendapat instruksi, Marika hendak menjawab dengan patuh. Akan tetapi...
"Baik. Dan ada satu hal lagi yang ingin saya sampaikan pada tuan muda..."
[Sebutkan.]
Dengan nada serius Marika berkata...
"Sepertinya target berniat mengincar nona Rinea, walau dia segera mengurungkan niat, saat anak-anak itu..."
Namun perkataan Marika segera terpotong, mendengar suara Astin yang nampak sangat marah...
[Hah?! Apa kamu mengatakan kalau bajingan itu mencoba untuk menyentuh kakak Rinea?]
Sepertinya berhasil, dengan ini... Marika tersenyum di dalam hati. Dan ia menjawab dengan mantap.
"Benar tuan muda."
Marika menunggu, saat Astin terdiam dalam beberapa waktu. Sebelum kemudian tuan mudanya itu berkata, dengan suara rendah yang diselimuti amarah.
[Marika... Perubahan rencana. Sepertinya aku harus turun tangan langsung untuk memberi bajingan itu pelajaran.]
"Tapi tuan muda..."
[Tidak perlu khawatir. Aku memiliki segudang rencana untuk melenyapkan bajingan itu dan juga para bedebah lainnya.]
Mana mungkin Marika tidak merasa khawatir, mendengar tuan mudanya hendak melakukan hal berbahaya. Tetapi Marika juga tidak mungkin melewatkan kesempatan ini...
"Baik tuan muda. Tetapi... Saya ingin anda menepati janji yang anda katakan tadi pagi, kalau kita akan..."
Perkataan Marika kembali terpotong. Saat Astin yang mengetahui keinginan Marika segera menjawab...
[Baiklah. Aku mengerti. Jadi lakukan saja tugas mu dengan baik, aku pasti akan menepatinya.]
Marika lantas terkikik senang, mendengar jawaban yang sangat memuaskan...
"Hehehe... Terimakasih tuan muda... Saya semakin men..."
[ Biip.♪.♪.♪]
Bibir cream cerah Marika lantas mengerucut, ketika gambaran Astin tiba-tiba menghilang dari crystal ungu yang tengah ia pegang.
Walau ia segera tersenyum, membayangkan hadiah yang akan ia dapat nanti malam.
Marika segera kembali menyelipkan crystal komunikasi pada dada proporsional miliknya, sebelum kemudian ia beranjak pergi...
*
"Astin, apa perutmu masih terasa sakit?"
Astin lantas segera menghentikan aliran energi pada anting platinum di telinganya.
Membuat layar hologram yang menampilkan wajah halus Marika menghilang begitu saja.
"Astin, kenapa kamu tidak menjawab? Apa aku perlu membantumu untuk mengeluarkannya?"
Astin lantas merasa kesal. Sudah berkali-kali, gadis yang menunggu dirinya di depan pintu kamar mandi ini mengganggu, saat ia tengah melakukan komunikasi secara rahasia.
"Restia, bukankah sudah kubilang untuk menunggu dengan tenang? Aku juga tidak perlu bantuanmu untuk melakukan urusan pribadi semacam ini."
"Mana mungkin aku bisa tenang, melihat kamu merasa kesakitan seperti itu."
Ya, saat hendak menuju ruang instruktur Sillvestia, Astin berpura-pura sakit perut, sebab ia ingin segera mendapat informasi terbaru dari Marika.
Namun memerlukan beberapa waktu, untuk artefak di telinganya melakukan transmisi dengan crystal komunikasi yang dibawa oleh Marika. Oleh sebab itu...
"Astin, biarkan aku masuk dan membantumu. Tenang saja, aku tidak pernah menganggap apapun yang keluar dari dirimu sebagai sesuatu yang kotor."
Astin lantas semakin merasa kesal. Ia segera beranjak keluar, tidak tahan dengan sikap Restia yang semakin keterlaluan...
"Astin, apa perut mu sudah tidak... Hngg..."
Astin lantas segera mencubit hidung mungil gadis yang terus mengganggu dirinya sedari tadi ini...
"Gadis nakal... Sudah kubilang berapa kali untuk menunggu dengan tenang...?"
Restia memegangi tangan Astin yang tengah mencubit hidungnya, sembari memejamkan mata dan berjinjit.
"Hunguh... Astin lepaskan... Ini sakit..."
Astin menyeringai, melihat ekspresi Restia yang kesakitan...
"Salahmu sendiri, sebab tidak mau menuruti perkataanku..."
"Uhh... Astin jahat..."
Restia segera mengelus hidung mungilnya yang memerah... Saat Astin yang memasang ekspresi puas melepaskan cubitannya...
Dan mereka berdua berselisih dalam beberapa waktu. Sebelum kemudian...
.
"Ya ampuun... Ya ampuun... Bukankah ini pasangan tak tahu malu, yang melakukan tindakan tidak senonoh di depan banyak orang beberapa waktu lalu...?"
Seorang gadis berambut kuning ke-emasan yang ditata sedemikian rupa layaknya drill, berkata dengan nada merendahkan, saat melihat Astin dan Restia tengah bersua...
"Eleonora...?"
Astin mengernyitkan alisnya. Mengetahui siapa gadis tidak sopan di hadapannya ini.
Dia merupakan gadis yang berperan sebagai villainess dalam cerita yang tengah berjalan di dunia ini. Dan entah mengapa hubungannya dengan Astin sangatlah buruk...
Bahkan dia lebih membenci Astin, dibanding Alisha yang merupakan saingan cintanya.
Eleonora mengibaskan rambut drill miliknya, sembari menyilangkan tangan, ia kembali berkata dengan nada merendahkan...
"Apa kalian ingin melanjutkan adegan panas seperti sebelumnya? Benar-benar sangat tidak bermoral sekali, melakukan hal kotor seperti itu di fasilitas umum academy seperti ini..."
Urat kesal menyembul keluar dari kening Restia, yang sangat terganggu akan kehadiran Eleonora.
"Tutup mulutmu Eleonora! Kita tidak sampai melakukan hal sejauh itu!"
Eleonora menutup mulutnya, walaupun ia segera kembali memprovokasi...
"Ya ampuun... Ya ampuun... Apa maksudmu kalian memang berniat melakukan tindakan yang lebih jauh lagi...?"
"Aku tidak mengatakan hal seperti itu!"
Restia maju beberapa langkah di depan Astin, menanggapi provokasi Eleonora...
"Tetapi bukankah perkataanmu tadi merujuk pada artian yang sama?"
"..."
Eleonora kembali mengibas-kan rambut drill miliknya, kemudian menutupi mulutnya, dan lanjut memprovokasi Restia yang tidak dapat menjawab...
"Ya ampuun... Apa kamu tidak merasa malu? Apalagi sebagai putri seorang Duke. Bukankah kamu harus lebih menjaga kehormatanmu?"
"Apalagi harus mengemis cinta pada bajingan sampah sepertinya..."
Plakk! Restia tidak lagi menanggapi perkataan Eleonora. Namun telapak tangannya berhasil mendarat dengan sempurna di pipi Eleonora.
"Sudah kubilang untuk tutup mulutmu! Tidak masalah kalau kamu mau menghinaku! Tetapi aku tidak akan membiarkan kamu menghina Astin lebih jauh lagi!"
Eleonora mengelus pipinya yang memerah. Rasa kesal meledak-ledak di dalam dirinya, namun status yang ia miliki tidak jauh lebih tinggi dari gadis di hadapannya.
Keluarga ayahnya yang juga seorang Duke, telah dilengserkan oleh musuh politiknya. Dan setelah ia mengikuti keluarga ibunya, sekarang ia hanyalah nona bangsawan kelas menengah.
Dan ada alasan yang kuat, mengapa Eleonora sangat membenci Astin, dan bersikap berani, walau Astin merupakan tuan muda penerus keluarga bangsawan kelas atas.
"Haah... Aku kasihan sekali padamu. Hanya dengan sedikit rayuannya saja, kamu sudah mau membelanya mati-matian seperti ini."
"Aku tidak butuh belas kasihan dari orang sepertimu! Lebih baik kamu pergi saja! Atau aku akan mengambil tindakan yang lebih tegas dari ini!"
Merasa aksinya tidak berhasil, Eleonora lantas beranjak menuju kamar mandi.
Namun langkahnya terhenti, dengan tatapan dingin ia menatap Astin. Sebelum kemudian ia berkata pada Restia, sembari kembali beranjak dan mengibas-kan rambut drill-nya.
"Hmph... Memperingati gadis keras kepala sepertimu memang hanya membuang-buang waktuku saja. Pastikan kamu tidak menyesal, telah memilih bajingan sampah sepertinya..."
.
Restia hendak kembali melabrak Eleonora. Namun Astin yang sedari tadi mengawasi situasi segera mencegahnya.
"Tidak perlu membuang tenaga untuk meladeni orang sepertinya. Lebih baik kita segera menuju ruang instruktur Sillvestia..."
"Tapi Astin, apa kamu tidak sakit hati setelah dihina seperti itu?"
"Apa kamu mau aku mencubit hidungmu lagi, sebab tidak mau menuruti perkataanku?"
"Jangan!"
Restia lantas segera menutupi hidungnya. Kemudian beranjak bersama Astin yang kini merangkul bahu mungilnya...
Akan tetapi tengkuk Astin serasa ditusuk, saat Eleonora yang hendak membuka pintu kamar mandi menatapnya tajam dari belakang...
...Bersambung....
...Marika Callista. Pinterest....