IG ☞ @embunpagi544
Elang dan Senja terpaksa harus menikah setelah mereka berdua merasakan patah hati.
Kala itu, lamaran Elang di tolak oleh wanita yang sudah bertahun-tahun menjadi kekasihnya untuk ketiga kalinya, bahkan saat itu juga kekasihnya memutuskan hubungan mereka. Dari situlah awal mula penyebab kecelakaan yang Elang alami sehingga mengakibatkan nyawa seorang kakek melayang.
Untuk menebus kesalahannya, Elang terpaksa menikahi cucu angkat kakek tersebut yang bernama Senja. Seorang gadis yang memiliki nasib yang serupa dengannya. Gadis tersebut di khianati oleh kekasih dan juga sahabatnya. Yang lebih menyedihkan lagi, mereka mengkhianatinya selama bertahun-tahun!
Akankah pernikahan terpaksa ini akan membuat keduanya mampu untuk saling mengobati luka yang di torehkan oleh masa lalu mereka? Atau sebaliknya, hanya akan menambah luka satu sama lainnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33 (LDR 2, Ketahuan)
Sementara itu di tempat berbeda, Elang baru saja kembali dari meeting dengan klien yang bekerja sama dalam pembangunan resort dan hotelnya. Ia sedang menikmati secangkir kopi sambil menikmati pemandangan sore hari dari balkon apartemennya yang berada di kota tersebut.
Melihat langit sore yang begitu indah berwarna jingga, menandakan senja akan datang. Mengingatkannya akan sosok perempuan yang sudah dua hari ini ia tinggalkan di rumah.
Elang sesekali menyesap kopi yang sudah mulai dingin tersebut sambil menatap piringan matahari yang mulai tenggelam kembali ke peraduannya.
"Bos, tuan Sanders meminta meeting di percepat malam ini pukul 19.00 Wib, karena beliau besok pagi harus segera kembali ke negara asalnya," ucap Kendra yang baru saja datang.
Elang menoleh ke arah Kendra sekilas.
"Ck, kau datang-datang membawa kabar menyebalkan. Jika dia mau pulang ya pulang saja, emang siapa dia ngatur-ngatur jadwal meeting seenaknya," cebik Elang.
"Sebaiknya kita sekarang sedikit mengalah bos, tuan Sanders sangat berpengaruh dalam kelangsungan pembangunan proyek kita kali ini," ucap Kendra.
"Kita bisa cari yang lainnya, kau tahu aku paking tidak suka orang tidak disiplin seperti itu," tegas Elang lalu menyesap kembali kopinya yang semakin dingin tersebut.
"Bos..."
"Hah kau ini, sungguh mengganggu moodku. Baiklah jam tujuh!"
Kendra tersenyum mendengarnya. Ekor matanya sekilas melirik ke layar ponsel Elang yabg masih menyala, pertanda sang empunya ponsel baru saja memainkannya.
"Apa bos merindukan nona?" tanya Kendra dengan lancangnya.
"Sok tahu!" jawab Elang.
"Tidak apa-apa. Wajar jika seorang suami merindukan istrinya dan itu sangat-sangat sah. Yang tidak sah jika merindukan istri tetangga," canda Kendra yang di balas decihan oleh Elang.
"Kenapa tidak Bos telepon saja?" pertanyaan Kendra sontak membuat Elang ingat kalau selama dua hari ia di sana tak berkabar sama sekali dengan istrinya. Senja pun tak memberi kabar kepadanya. Membuat laki-laki itu berpikir apakah Senja benar-benar senang jauh darinya hingga tak menghubunginya sama sekali.
"Dia saja tidak menghubungiku. Mungkin dia senang aku pergi," ucap Elang, tatapannya lurus ke depan sambil menerka-nerka pikiran istrinya.
"Tak ada salahnya Anda yang menghubunginya duluan bos," saran Kendra.
"Astaga, masa begitu saja harus diajarin. Sini yang jomblo saja paham hal begituan, masa situ yang beristri enggak peka. Ya Allah ampunilah makhlukMU yang satu ini," gumam Kendra dalam hati.
"Kenapa menatapku seperti itu? Mengumpat ya?" ucap Elang dengan santainya.
"Astaga dia tahu,"
"Tidak bos, saran saya Anda meneleponnya saja. Jangan sampai nona Senja berpikir Anda tidak sungguh-sungguh berumah tangga dengannya," ucap Kendra bijak.
"Itu masalahnya, aku tidak punya nomor teleponnya," ucap Elang tanpa dosa.
"Maksud bos?" Kendra menegaskan, pura-pura gagal paham dengan ucapan bosnya, kali aja dia salah dengar.
"Iya, aku tidak punya nomor teleponnya. Tapi tapi aku menyuruh Gisel buat ke rumah untuk menemaninya," ujar Elang, lagi-lagi wajah tanpa dosanya membuat Kendra hanya mampu memijat pelipisnya.
Astaga! Benar-benar! Kendra tak habis pikir dengan bosnya tersebut, bagaimana bisa dia tidak mempunyai kontak istrinya sendiri. Kenapa kadar kepekaan laki-laki yang selalu tampak dingin di luar namun hangat dengan keluarga tersebut sangat anjlok sekali.
"Sebenarnya Anda niat nggak sih menjadikan nona istri?" batinnya.
"Jangan menatapku seperti itu Kend, matamu kayak mau kelar dari tempatnya. Iya aku tahu aku salah, aku lupa menanyakan nomor teleponnya,"
"Jangan bilang bos belum mengabari nona sama sekali selama kita disini?"
Elang menggeleng,
"Bahkan saat kita tiba disini dengan selamat?" tanya Kendra menggebu-gebu.
Elang hanya mengangguk, malas untuk sekedar bilang iya.
"Allahu Akbar! Tidak heran jika nanti nona Senja berpikir kita kenapa-kenapa, kecelakaan mungkin? karena tidak ada kabar," sindir Kendra yang mendapat balasan tatapan mematikan sang bos.
"Kalem bos, kan cuma misalnya. Bisa iya, bisa tidak,"
" Menjalin hubungan dengan seorang wanita bertahun-tahun tidak membuat bos tambah pintar soal percintaan sepertinya atau karena hatinya terguncang karena nona Bianca membuatnya menjadi semakin down? Nona Senja mohon bersabar ini ujian," Kendra hanya berani mendesah dalam hati.
Elang mengambil ponselnya, ia berniat meminta nomor Senja kepada adiknya Gisell. Namun pesannya tidak di balas oleh Gisell, bahkan teleponnya juga tidak di angkat.
"Kemana sih nih anak?" gumamnya.
"Anda menelepon nona bos?"
"Kau tidak dengar tadi aku bilang tidak punya nomornya? Mana mungkin aku meneleponnya? Ck dasar!"
Kendra hanya menyeringai melihat ekspresi Elang yang mulai bereaksi akibat ucapannya tadi.
"Kalau mau menghubungi nona, saya ada nomornya," ucap Kendra tanpa dosa.
"Kenapa tidak bilang dari tadi!" sarkas Elang.
"Bos nggak nanya," jawab Kendra santai.
"Ya Tuhan, bisa request tidak, ganti asisten, sahabat dan partner kerja yang menyebalkan ini," cebik Elang memicingkan ekor matanya kepada Kendra.
"Itu seharusnya doa saya," sahut Kendra terkekeh. Kapan lagi bisa ngecengin bosnya yang sepertinya sedang kasmaran tersebut.
🌼🌼🌼
Adik yang tadi ditelepon tidak menjawab nyatanya kini sedang asyik menghentak-hentakkan kakinya mengikuti irama musik dari band favoritnya.
Gisell dan kedua sahabatnya tampak sedang berjoget menikmati aksi panggung Band kesayangan mereka. Sementara Senja duduk di sebuah meja tak jauh dari mereka sambil sesekali menyedot jus orange yang tadi ia pesan. Jus orang menjadi pilihannya dan adik iparnya serta teman-temannya saat tadi di tawari minum. Meskipun mendapat respon sedikit aneh dari waitress karena mereka datang ke club hanya memesan orange juice?
Tapi Senja dan lainnya tidak peduli.
Senja merasa sangat terganggu dengan kebisingan tempat tersebut, dia yabg notabennya tidak menyukai tempat keramaian seperti itu hanya bisa duduk sambil menunggu adik iparnya. Sebenarnya bisa saja ia pulang duluan, akan tetapi ia harus memastikan jika Gisell dan dua sahabatnya benar-benar murni hanya menonton band idola mereka saja.
Tiba-tiba ponselnya yang berada dalam tas selempang kecilnya berdering dan bergetar. Untuk beberapa saat ia tak menyadari hal tersebut karena terlalu berisik hingga akhirnya ia sadar kalau ponselnya berdering dan bergetar.
Senja mengambil ponselnya dari dalam tas, ia melihat nomor tak di kenal di layar ponselnya.
"Siapa yang telepon?" gumamnya, tanpa firasat apapun, ia langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Halo Senja ini aku," ucap orang di balik telepon.
Senja tak begitu jelas mendengar suara orang yang menelepon.
"Halo maaf ini siapa?" tanya Senja sambil tangannya menutup satu telinganya supaya tidak terlalu berisik.
"Kau sedang dimana? Kenapa berisik sekali?" tanyanya sedikit keras.
"Tunggu sebentar, aku alihkan Video call. Tetap di situ dan harus di angkat, jangan kabur!" ucapnya tegas sebelum Senja menjawab pertanyaannya.
Karena terlalu bising Senja tak begitu familiar dengan suara bariton orang tersebut. Seperti kerbau yang di cocok hidungnya, Senja mengikuti arah si penelepon. Ia langsung menerima panggilan video call tersebut.
Senja langsung menelan ludahnya kasar ketika melihat wajah si penelepon, yaitu orang yang ia rindukan.
"El....?"
"Kau sedang dimana?" tanya Elang yang mendengar suara bising sekali.
"Aku..." ingin rasanya Senja langsung mematikan panggilan tersebut. Tapi ia tahu itu tidak akan menyelesaikan masalah, justru akan memperpanjang. Ketahuan! Sekarang kabur dan mengelak pun percuma!
"Ngapain kamu di sana?" tanya Elang membentak ketika ia sadar dan paham tulisan yang menunjukkan nama tempat di mana kini Senja berada yang terekam oleh ponsel Senja.
"Bodoh! tahu dia yang telepon nggak langsung aku angkat," batin Senja merutuki kebodohannya.
🌼🌼🌼
💠💠Selamat membaca para kesayangan author... jangan lupa Like komen, tip dan votenya yang kenceng biar semangat buat up 🤭🤭.. serta pencet ❤️ nya buat author..terima kasih🙏🙏
salam hangat author 🤗❤️❤️💠💠