Saat sedang menata hati karena pengkhianatan Harsa Mahendra -- kekasihnya dengan Citra -- adik tirinya. Dara Larasati dihadapi dengan kenyataan kalau Bunda akan menikah dengan Papa Harsa, artinya mereka akan menjadi saudara dan mengingat perselingkuhan Harsa dan Citra setiap bertemu dengan mereka. Kini, Dara harus berurusan dengan Pandu Aji, putra kedua keluarga Mahendra.
Perjuangan Dara karena bukan hanya kehidupannya yang direnggut oleh Citra, bahkan cintanya pun harus rela ia lepas. Namun, untuk yang satu ini ia tidak akan menyerah.
“Cinta tak harus kamu.” Dara Larasati
“Pernyataan itu hanya untuk Harsa. Bagiku cinta itu ya … kamu.” Pandu Aji Mahendra.
=====
Follow Ig : dtyas_dtyas
Saran : jangan menempuk bab untuk baca y 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CTHK 15 ~ Di mana Kamu?
Pandu mondar-mandir di dalam kamar, kesal dengan ulah Dara. Andai Jaya tahu, pejabat hotel yang dimaksud gadis itu adalah dirinya, sudah pasti akan mendapatkan ceramah panjang kali lebar. Menurutnya Dara mulai berani, padahal semua bermula dari kesalahan gadis itu.
“Mulai berani dia, cuek dan arogan. Adiknya saja bersikap sok manis di hadapanku, tapi dia jelas-jelas salah malah menantangku."
Usai mengoceh mengeluhkan sikap dara, Pandu membuka ponselnya. Ternyata sudah menyimpan kontak Dara yang didapat dari melihat database pegawai hotel. Mengirimkan gadis itu pesan, tidak lama ada balasan.
“Siapa takut,” gumam Pandu membaca pesan balasan dari Dara. “Dia bilang siapa takut. Hah, dia menantangku.”
Pandu meninggalkan kamarnya, akan menemui Dara. Tidak biasanya dia meributkan hal sepele seperti ini, apalagi berurusan dengan perempuan yang biasanya selalu dijauhi karena tidak ingin berurusan dengan perempuan yang mengejar dirinya dengan agresif. Namun, urusan Dara seakan menjadi masalah besar dan harus diselesaikan. Seolah dia sedang berurusan dengan … laki-laki.
Mulutnya sempat mengumpat karena rumah yang terlalu besar dan kediaman Surya di bagian belakang. Kemungkinan Dara menempati kamar tamu, tapi ada Citra juga. Sempat ragu melanjutkan tujuannya mencari Dara khawatir salah kamar. Saat akan berbalik, dia melihat sosok yang dicari.
“Semesta mendukung, dia menuju kemari.” Dahi Pandu mengernyit mana kala Dara malah keluar menuju taman. Bergegas menyusul, tapi urung saat melihat Dara ternyata berbicara dengan Harsa. Meskipun tidak menunjukan keberadaannya, dari ucapan Dara, ia yakin kalau mereka sepertinya sudah saling mengenal dan … tidak akur.
Wajahnya tersenyum sinis mendengar ucapan Dara yang tidak ramah, lalu dikejutkan obrolan kedua insan itu.
“Di mana masalahnya, semua orang punya masa lalu meskipun pahit. Aku yakin tidak akan berpengaruh pada hubungan Bunda dan Papamu. Justru aku balik tanya, bagaimana kalau mereka tahu bagaimana kamu dan Citra mengkhianati aku. Apalagi aku dengar Citra sedang … hamil.”
Tangan Pandu mencengkram handle pintu mendengar kenyataan yang diucapkan oleh Dara. Malam itu, di mana ia mendapatkan pukulan di wajahnya. Dara hanya diam ketika Pandu mengatakan kalau perempuan itu sedang stress dan banyak masalah, asal tebak kalau kekasihnya selingkuh. Ternyata hal itu … benar.
Yang lebih mengejutkan Pandu, kekasih Dara adalah keponakannya dan selingkuh dengan adiknya sendiri. Wajar saja kalau gadis itu emosi, cenderung kalap. Sempat tidak percaya diri dengan Harsa yang dianggapnya lebih hebat, kompeten dengan pekerjaannya dan akan mudah mendapatkan pendamping hidup. Nyatanya hanya pria brengs*k dan tidak tahu malu, Pandu pun tersenyum sinis.
“Jangan lagi bahas masalah ini, aku sibuk dan tidak ada waktu berurusan denganmu.”
Tidak ingin tertangkap basah sedang menguping, Pandu segera meninggalkan tempat itu dan kembali ke kamarnya.
“Halo,” ujar Pandu menghubungi seseorang. “Aku ada tugas untukmu, cari tahu tentang seseorang. Hubungannya di keluarga termasuk orang terdekatnya. Identitasnya aku akan kirim. Waktumu dua puluh empat jam,” titah Pandu lalu mengakhiri panggilan.
***
Pandu dan Jaya sedang berbincang di meja makan. Kemala mengarahkan asisten rumah tangga yang menyiapkan menu sarapan. Harsa dan Surya baru bergabung, tidak lama Citra yang datang agak tergesa lalu menyapa Jaya.
“Maaf Opa, semalam aku tidak bisa tidur. Maklum di tempat baru,” ujar Citra, seharusnya dia yang lebih muda menunggu yang tua bukan sebaliknya.
“Tidak masalah, semoga nanti malam bisa lebih nyenyak ya,” sahut Jaya.
Pandu melirik sekilas dan berdecak pelan, dia merasa Citra memang malas bukan karena kesiangan yang disebabkan berada di lingkungan baru. Pandangannya menelisik mencari seseorang, siapa lagi kalau bukan Dara. Hendak bertanya, tapi ragu. Tidak ingin diduga macam-macam.
“Kemana Dara? Apa dia tidak bisa tidur seperti Citra?” tanya Jaya mewakili Pandu yang bertanya-tanya.
“Sudah berangkat, sepertinya Dara jadwal shift pagi,” jawab Kemala.
“Shift pagi? sepagi ini sudah berangkat?” tanya Jaya sambil menatap Pandu seakan meminta jawaban.
“Sepertinya sudah dari tadi Opa, biasanya subuh dia sudah berisik dan ribet mengganggu yang lain masih istirahat,” cetus Citra bermaksud menjelekan Dara.
“Shift pagi dimulai jam enam, bisa jadi ia berangkat lebih awal,” jelas Pandu.
“Karena alasan itulah, dia lebih banyak tinggal di rumah kost yang tidak jauh dari hotel. Terkadang saat libur atau malam pun, kalau ada masalah dan dia harus datang ya datang,” jelas Kemala lagi.
Jaya hanya mengangguk pelan lalu melanjutkan sarapannya, Pandu melihat kalau Papinya seperti merencanakan sesuatu. Semoga saja bukan hal yang membuat gadis itu semakin membangkang, karena ia masih harus membalaskan dendamnya.
“Lihat saja nanti,” ujar Pandu lirih.
“Lihat apa?” tanya Surya.
“Ck, bukan apa-apa.”
Citra tidak melepaskan pandangannya dari Pandu, pagi ini pria itu terlihat lebih tampan dengan setelan kerja. Harsa yang melihat Citra terus memandang Pandu, menendang kaki perempuan yang duduk tepat di hadapannya.
“Papi akan dampingi Pandu, mengenalkan pada direksi. Kamu temani kami,” titah Jaya pada Surya.
Harsa menghela nafasnya, meskipun posisi Surya nantinya akan diserahkan padanya. Tidak menutup kemungkinan porsi Pandu akan lebih banyak. Hanya Citra yang tetap berada di rumah, semua sudah berangkat dengan kendaraan masing-masing. Termasuk juga Kemala yang harus mengecek kondisi butiknya.
Melihat Pandu kembali lagi, Citra langsung menghampiri.
“Mas … eh, Paman Pandu. Aduh, kok kayaknya aneh ya kalau panggil Paman. Usia kita kayaknya nggak jauh deh. Aku panggil Mas saja gimana,” ujar Citra, Pandu menatapnya tanpa emosi.
“Terserah,” sahut Pandu. Ponselnya tertinggal di kamar, tidak mungkin ia berangkat tanpa alat tersebut.
“Mas, aku boleh kerja di hotel juga? Di rumah terus, kayaknya bakal bosen deh.” Citra mengekor langkah Pandu.
“Tanya Dara, dia lebih tahu peluang di sana.”
“Aku sering tanya, tapi ya gitu. Kayaknya dia nggak mau aku ikut kerja disana, takut tersaingi mungkin.”
Pandu masuk ke kamar dan menutup pintu, saat keluar dengan ponsel di tangannya masih ada Citra menunggu di luar.
“Boleh ya, Mas,” pintanya dengan nada manja.
“Banyak peluang untuk petugas housekeeping. Mau?”
“Hah, housekeeping? Maksudnya aku beres-beres kamar?” tanya CItra mengernyitkan dahi dan menunjukan wajah tidak suka.
“Ya seperti itu.”
“Yang lainlah Mas, jadi asisten Mas Pandu aja, gimana?”
“Aku tidak butuh asisten.” Pandu bergegas meninggalkan Citra.
Dalam perjalanan, ia menghubungi Dara dengan mode loudspeaker agar fokus mengemudinya tidak terganggu.
“Halo,” ujar Dara di ujung sana.
“Di mana kamu?” tanya Pandu.
“Halo, Om Pandu. Suaranya tidak jelas, halo,” ujar Dara agak berteriak.
“Dara, jangan bercanda.”
“Om Pandu, halo … halo. Sinyalnya jelek.”
Tut tut tut.
“Apa dia bilang, sinyal jelek? Dia pikir berada di hutan.”
Sedangkan di Grand Season, Dara terkekeh setelah mengakhiri panggilan dari Pandu.
“Sok akrab, segala tanya aku di mana.”
\=\=\=\=
Pandu : Di mana kamu?
Dara : Di hatimu
Author : Anjaaayyy 🤣🤣🤣
Atun mo dikemanain, mas?
Gak salah????