"Perkenalkan, dia yang akan menjadi suamimu dalam misi kali ini."
"Sebentar, aku tidak setuju!"
"Dan aku, tidak menerima penolakan!"
"Bersiaplah, Miss Catty. Aku tidak menoleransi kesalahan sekecil apapun."
Catherine Abellia, bergabung dengan organisasi Intel, Black Omega Agency, untuk mencari tau tentang kasus kematian ayahnya yang janggal. Berusaha mati-matian menjadi lulusan terbaik di angkatannya agar bisa bergabung dengan pasukan inti. Mencari selangkah demi selangkah. Ia mencintai pekerjaannya dan anggota timnya yang sangat gila.
Namun, ketika dia sudah lebih dekat dengan kebenaran tentang kasus Ayahnya, Catty harus bekerjasama dengan anggota Dewan Tinggi! Oh, really? Dia harus bekerjasama dengan orang yang gila kesempurnaan yang bahkan sudah lama tidak terjun lapangan? Wait, mereka bahkan harus terlibat dalam pernikahan? Ia harus menikahi pria yang memiliki kekasih? Tuhan, ini sangat buruk!
Oke, fine! Atasannya sudah gila!
Ayo, ramaikan lapak ini dengan Vote dan komen.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon seraphic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Ayo coba!
Suara benturan tubuh, teriakan, dan desisan napas yang tadi memenuhi ruangan, membuat suasana semakin mencekam, kini menghilang. Hanya tersisa suara nafas yang terengah-engah dan ringisan kesakitan.
Masih tersisa dua orang lagi yang belum mereka lumpuhkan, tiga dengan Deon yang terbengong di Sofanya menatap pertarungan mereka. Pasti pria itu tak akan pernah mengira, bawahannya akan dikalahkan oleh dua orang gadis seperti mereka.
Pria itu bertepuk tangan antusias saat melihat dua orang gadis pertukaran pelajar ini bahkan mampu bertahan. Ia bangkit mengambil tongkat dari salah seorang bawahannya yang sudah terbaring di lantai. Langkah kakinya mendekati Catty dan Janessa yang saling bertopang mengandalkan satu sama lain.
Deon mengendikkan dagu pada bawahannya, menyuruh mereka menyelesaikan tugas mereka. Dua bawahan Deon yang sudah penuh lebam tetap bangun dan mendekati mereka.
"Serangan terakhir," bisik Catty dengan gigi yang dirapatkan saat merasa darahnya tak berhenti merembes.
Janessa mengangguk. "Kekuatan penuh!"
Saat dua orang itu mendekati mereka dengan senyum kemenangan. Tangan para pria itu bersiap menjambak.
Namun, Catty dengan kekuatan penuhnya menghantam dagu pria itu dari bawah. Pria itu berteriak kesakitan, sebelum pria itu kembali sadar, Catty mencengkram rambut cepak pria tinggi itu dengan kuat dan menghantamkan kepala pria itu ke lantai dengan kuat hingga darah menciprat menodai kakinya.
"AKHH!"
Janessa juga menendang perut pria yang mendekatinya dengan lutut. Suara teriakan memenuhi ruangan.
"AKH!"
Tanpa menunggu lama, tongkat ditangannya menghantam punggung pria itu hingga terjerembab. Tetapi, pria itu masih bisa bangkit menyerangnya hingga wajah Janessa tertampar. Janessa mundur selangkah, memutar tubuhnya dan melayangkan tendangan dengan lututnya. Pria itu terhuyung dengan kepala yang tertoleh ke samping, tubuhnya menabrak lemari tua yang ada di belakangnya hingga terdengar suara decitan.
Deon melihat semuanya dengan mata yang membola. "HAHAHA! AKU SUKA INI! AKU INGIN KALIAN MENJADI PRAJURIT KUAT KU!" teriak pria itu menggila dengan senyum antusias.
Pria itu merogoh kantongnya, mengeluarkan botol obat dan mengeluarkan isinya. "Kalian akan bertambah kuat dan tak merasakan sakit jika kalian minum ini!"
"Pria gila!" maki Janessa, kakinya sudah sangat bergetar saat ini. Dia menopang tubuh temannya yang semakin memucat.
"Sepertinya temanmu membutuhkan ini, sayang!"
Janessa menatap pria yang mendekat pada mereka dengan tatapan sengit. Apa itu narkoba yang selama ini mereka cari? Apa pria itu yang mengedarkannya? Pantas saja, mereka kesulitan melakukan penyelidikan. Ternyata, anak rektor kampus ini sendiri yang melakukannya. Siapa yang akan menyangka nya? Mereka bahkan berani melakukan ini dengan terang-terangan di klinik kampus!
Kekuatannya juga sudah tak cukup untuk bertarung. Awalnya, ia dan Catty sudah cukup untuk mengalahkan pria berandalan ini. Siapa yang tau jika obat yang mereka konsumsi bisa membuat orang tidak merasakan sakit? Jika bukan karena pingsan, ia rasa mereka masih akan bertarung saat ini.
Mereka melakukan ini tanpa mengabari tim yang lain. Tak ada yang akan menyelamatkan ia dan Catty. "Catty?" panggil Janessa.
"Hm?" jawab Catty berdehem.
"Ingin mencoba narkobanya?" tanya Janessa melucu, ia sudah pasrah saat ini. Kapan lagi ia bisa merasakan sakau? Setelah ini, dia akan kehilangan pekerjaannya dan menjalani rehabilitasi.
"Tidak lucu, bodoh!" maki Catty saat mendengar pertanyaan temannya. Meski memaki, Catty ikut tertawa. Benar, kapan lagi mereka bisa menjalani hidup dengan bebas kalau bukan di panti rehabilitasi?
Saat mereka berdua tertawa, Deon mencengkram dagu Catty dengan kasar. Menengadahkan kepala gadis itu yang memperlihatkan wajah cantiknya yang memucat.
Janessa mendorong tubuh Deon, namun, para wanita yang sejak tadi menonton mereka turun tangan untuk menahannya.
Deon mengelus wajah Janessa dan berkata, "Sabar, setelah ini giliranmu."
Janessa meludahi wajah pria itu dan menatapnya dengan marah. Deon mengusap wajahnya tanpa memperlihatkan ekspresi apapun.
Namun, tiba-tiba,
BRUK! GEPREK!
Sakit! Kepalanya kesakitan saat merasakan hantaman kuat. Namun, ia masih bisa berdiri tegak dan berbalik saat melihat si culun itu berdiri memegang tongkat baseball di tangan.
Janessa menggelengkan kepalanya pada si culun. Jangan memprovokasinya bodoh! Deon pasti sudah mengonsumsi obat-obatan itu juga, bahkan jika ia dan Catty dalam kondisi prima juga tetap sulit mengalahkannya.
Deon menatap si culun itu dengan marah dan memukulnya habis-habisan hingga pria itu tergeletak lemas. Pria dengan wajah penuh darah itu menatap Janessa dengan raut wajah bersalah. Ia selalu mendapat bantuan dari gadis berambut pirang itu, tapi saat gadis itu kesulitan dia bahkan tak bisa membantu apa-apa.
Catty menghela nafas lelah melihat adegan itu. Benar-benar pahlawan bodoh! Kenapa pria itu tidak diam-diam menelpon bantuan saja, sih? Sudahlah, tak ada lagi harapan. Ia hanya bisa menatap sengit pada Deon yang kembali mencengkram dagunya dengan jari jempol pria itu yang memaksa mulutnya agar terbuka.
"Buka mulutmu, sialan!" bentak Deon saat gadis itu keras kepala menahan bibirnya terkatup rapat. Kesal, ia menampar Catty dengan kuat hingga kepala gadis itu menoleh ke samping.
"Catt!" Janessa berteriak, melawan orang-orang yang memegang lengannya. "Lepaskan temanku, Deon!"
Tak ada gunanya Janessa memberontak sekuat apapun, para wanita ini memegang lengan dan bahunya. Ia bahkan tak bisa maju selangkah pun untuk menolong temannya. Sial, siapapun, ia harap siapapun akan datang dan menolong mereka saat ini! Bahkan, jika Tuan Hanz yang cerewet dan menyebalkan itu yang datang, ia akan tetap sangat berterimakasih! Meski pria itu menghukumnya dan tak memberinya libur ia tak akan melawannya. Bahkan, jika ia harus menulis tangan laporan selama ratusan lembar, ia akan berbagi tugas dengan Catty.
Catty menengadah dengan rambut yang dijambak keras. Sudut bibir dan matanya lebam dan terluka. Namun, ia masih bisa menyeringai saat melihat tatapan kesal pria di depannya. Deon sekali lagi, memaksa pil di tangannya agar bisa masuk bibir gadis itu.
Namun, tiba-tiba,
BRAK!
Suara pintu yang terbuka karena di dobrak dengan kasar mengisi kesunyian ruangan.
"DEON! HENTIKAN SIALAN! APA YANG KAU LAKUKAN?!"
Suara pria yang berteriak marah membuat atensi orang-orang yang masih sadar dalam ruangan menoleh untuk menatapnya.
Janessa dan Catty menghembuskan nafas lega saat melihat pria itu adalah Brian, kekasih Ive. Pria itu membawa beberapa temannya untuk mendobrak pintu ruangan yang terkunci. Bersama mereka, juga terlihat beberapa dosen pria dan satpam yang ikut. Ive, Melly, Joana dan Vera, semua temannya ada disana. Semua orang terkejut melihat pemandangan yang dihamparkan di depan mereka.
Anak buah Deon terkapar di lantai dalam keadaan penuh luka dan bonyok. Ruangan itu berantakan dengan banyaknya darah yang menghiasi lantai dan tembok. Di dekat sofa, tergeletak pria culun yang biasa di tindas oleh Deon dan anak buahnya. Dan juga, Janessa yang ditahan oleh para wanitanya Deon dan Catty yang terlihat di jambak kasar oleh pria itu.
Saat Brian dan teman-temannya mendekat dan menahan Deon hingga jambakannya terlepas. Tubuh Catty jatuh dengan keras menghantam lantai. Tangannya yang sejak tadi memegang perutnya, jatuh dengan lunglai, memperlihatkan darah yang memenuhi tangan dan pakaiannya.
"Catherine!"
'*'*'*'*'*'
'*'*'*'*'*'
Gengss~ Feel nya dapat ga nih? First time nulis action scene soalnya:v
Dipersilahkan menghujatttttttt!!
Aku duluuu!
Bajigur kau Deon!
Yang ada masalah hidup ayo lampiaskan pada para berandal ini!
Jangan lupa Follow + Subscribe agar kalian dapat notif apdetnya! ❤️
Jangan lupa Vote + Komen supaya aku makin semangat nulisnya!❤️
Penulis coba-coba,
Sera<3
penataan bahasanya loh keren