NovelToon NovelToon
Rockmantic Of Love

Rockmantic Of Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Wanita Karir
Popularitas:355
Nilai: 5
Nama Author: @Hartzelnut

Seorang laki laki yang bekerja produser musik yang memutuskan untuk berhenti dari dunia musik dan memilih untuk menjalani sisa hidupnya di negara asalnya. dalam perjalanan hidupnya, dia tidak sengaja bertemu dengan seorang perempuan yang merupakan seorang penyanyi. wanita tersebut berjuang untuk menjadi seorang diva namun tanpa skandal apapun. namun dalam perjalanannya dimendapatkan banyak masalah yang mengakibatkan dia harus bekerjasama dengan produser tersebut. diawal pertemuan mereka sesuatu fakta mengejutkan terjadi, serta kesalahpahaman yang terjadi dalam kebersamaan mereka. namun lambat laun, kebersamaan mereka menumbuhkan benih cinta dari dalam hati mereka. saat mereka mulai bersama, satu persatu fakta dari mereka terbongkar. apakah mereka akan bersama atau mereka akan berpisah??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Hartzelnut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ep. 13

*****

Di apartemen Natalia, Julia mendesah panjang. Huff... Napasnya terdengar frustasi saat ia menatap sampah yang menumpuk di sudut ruangan. "Ah, aku nggak tahan lihat ini..." gumamnya, seraya meletakkan tangan di pinggang, matanya mengernyit menatap tumpukan sampah. Ssst... Jarinya menyentuh plastik yang berdesir pelan saat dia mengumpulkannya menjadi satu tumpukan.

Srek... srek... Julia mulai merapikan sampah-sampah itu, memasukkannya ke kantong plastik besar. Setiap kali dia memasukkan sesuatu ke dalam kantong, plastik itu mengembang semakin besar. Srrtt... Suara plastik bergesekan saat kantong itu mulai penuh. "Natalia, kau harus lebih rapi...," gumamnya, meski Natalia tak ada di sana untuk mendengarnya.

Sambil mengangkat kantong plastik yang besar dan berat, Julia meringis sedikit. "Aduh... berat juga ini," pikirnya dalam hati, wajahnya menunjukkan sedikit ketegangan saat dia mengangkat kantong tersebut. Ssst... Suara plastik berdesir saat kantong besar itu digeser, lalu Julia berjalan ke arah pintu apartemen.

Di apartemen Brian, Jack juga sibuk dengan urusannya sendiri. Srek... srek... Suara kotak yang dibongkar bergema di ruangan, saat Jack mengeluarkan barang-barang dari kardus pindahan. Setelah beberapa saat, dia melihat bahwa beberapa sampah plastik sudah menumpuk di sudut ruangan. "Wah, sudah banyak sampah di sini," gumamnya sambil mengumpulkan barang-barang tak terpakai dan memasukkannya ke kantong plastik besar.

Dengan cepat, Jack mengambil sampah-sampah itu dan melangkah keluar dari ruangannya. Ssst... srek... Langkah kakinya terdengar halus menuju pintu apartemen. Saat dia melewati kamar Brian, pintu itu sedikit terbuka. Jack, penasaran, mengintip ke dalam.

Brian tampak tertidur di atas kasurnya, wajahnya tenang dan tubuhnya terlihat rileks. Namun di sudut kamarnya, Jack melihat beberapa kantong plastik yang sudah dirapikan dan siap dibuang. Klik... Jack membuka pintu sedikit lebih lebar dan masuk perlahan, memastikan tidak mengganggu tidur Brian.

Namun, tepat saat dia mendekati kantong plastik, Brian membuka matanya perlahan. Ssst... Suara napasnya terdengar berat ketika dia bangun dari tidurnya. Matanya yang masih setengah tertutup menatap Jack dengan sedikit kebingungan. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan suara serak, nada dinginnya tetap terdengar meski dia baru bangun tidur.

Jack tersenyum santai, menunjuk ke kantong sampah di tangannya. "Aku mau buang sampah. Disini ada sampah juga kah?" tanyanya sambil melirik kantong-kantong plastik di sudut ruangan.

Brian hanya mengangguk pelan, menunjuk ke arah kantong-kantong yang sudah disiapkan. "Itu...," jawabnya singkat, suaranya terdengar malas karena dia masih lelah.

Jack mendekat dan mengambil kantong plastik tersebut. Ssst... srek... Suara plastik berdesir saat dia mengangkatnya. "Terima kasih," ucap Brian, meskipun tanpa ekspresi yang berlebihan. Dia kemudian kembali berbaring di tempat tidurnya, menutup matanya.

Jack tersenyum dan mengangguk, "Nggak masalah." Dia menutup pintu kamar Brian dengan lembut. Klik... Lalu, Jack mulai berjalan menuju lift, membawa kantong sampah besar di setiap tangannya.

Ssst... srek... Suara langkah kaki Jack yang berirama terdengar di koridor, namun tiba-tiba pintu apartemen Natalia terbuka. Dari balik pintu, Julia keluar dengan kantong sampah besar yang terlihat berat. Saat melihat Jack-pria tinggi dan tampan berdiri di depan lift-Julia terkejut. Deg! Jantungnya berdetak lebih cepat, dan dia menatap wajah Jack dengan sedikit kagum. "Wah, dia tampan sekali..." pikir Julia, lalu tanpa sadar dia tersenyum lebar ke arah Jack.

Jack, yang sudah memperhatikan Julia, tersenyum ramah. "Hai," sapanya dengan nada santai dan ramah. Matanya melirik kantong sampah besar yang dipegang Julia, memperhatikan bahwa dia tampak kesulitan.

Julia merasa pipinya memerah, lalu dia membalas sapaan itu dengan sedikit canggung. "Hai," jawabnya pelan, suaranya terdengar lembut namun agak malu-malu. Ssst... Suara plastik berdesir saat Julia sedikit menggeser kantong sampah di tangannya, mencoba menyeimbangkan beban yang jelas terlalu berat untuknya.

Melihat Julia kesulitan, Jack langsung menawarkan bantuannya. "Butuh bantuan?" tanyanya dengan senyum ramah, menunjuk ke kantong sampah besar yang dibawa Julia.

Julia segera menggeleng cepat, "Eh, nggak perlu, aku bisa bawa sendiri. Terima kasih," jawabnya, meski terlihat jelas dia kesulitan mengangkat kantong itu. Ssst... Dia mencoba lagi mengangkat kantongnya, namun beban itu membuat tubuhnya sedikit terhuyung.

Melihat itu, tanpa ragu, Jack langsung mengambil alih kantong sampah besar itu dari tangan Julia. Srek! "Aku yang bawa saja," ucap Jack dengan senyum ramah.

Julia terkejut dan matanya melebar, dia merasa sangat malu karena tak menyangka Jack akan langsung membantu. "Eh... tidak perlu..." kata Julia pelan, sedikit gugup.

Jack mengangkat kantong itu dengan mudah, seolah tidak merasa terbebani. "Santai saja, aku juga mau buang sampah kok...," katanya santai sambil menunjukkan kantong sampah lain yang sudah dia bawa.

Julia tertawa kecil, merasa malu tapi juga bersyukur. "Terima kasih... maaf jadi merepotkanmu," katanya dengan suara lembut, matanya sedikit menunduk.

Jack tertawa pelan, "Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, kau tahu di mana tempat pembuangan sampah?" tanyanya sambil melihat ke sekitar, mencari tanda petunjuk arah.

Julia mengangguk, meski masih merasa sedikit canggung. "Iya, aku tahu... di ujung koridor ini," jawabnya sambil menunjuk ke arah kanan. "Ehhh.... Aku bisa mengantarmu ke sana," tawarnya dengan sopan, meski dia merasa tidak enak merepotkan orang baru.

Jack tertawa kecil lagi, menggeleng. "Oh. Tidak perlu, aku bisa kesana sendiri," ujarnya ringan, tapi dia melihat bahwa Julia tampak sedikit gugup.

Julia terdiam sejenak, menimbang tawarannya, namun akhirnya dia tersenyum. "Oke... baiklah," ucapnya pelan, merasa terkejut tapi juga senang mendapat bantuan dari Jack.

Jack mengangguk, lalu melangkah menuju tempat pembuangan sampah. Ssst... srek... Suara langkah kakinya semakin menjauh, meninggalkan Julia yang masih berdiri di depan pintu apartemen Natalia.

Julia menatap punggung Jack yang yang berjalan di koridor. "Wah... dia ramah dan tampan..." pikirnya sambil tersenyum kecil. Huff... Napasnya keluar pelan, merasa canggung sekaligus senang karena telah bertemu dengan tetangga baru yang begitu membantu.

*****

Setelah Jack berjalan menjauh membawa kantong sampah besar, Julia tiba-tiba tersentak. Deg! Jantungnya berdetak lebih cepat saat menyadari sesuatu yang penting. "Astaga... bukannya tempat sampahnya sudah dipindah!" pikirnya, wajahnya langsung memerah karena rasa malu. "Tidaak.... Aku lupa kalau kemarin natalia memberitahuku!" gumamnya panik.

Huff... Julia menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri sebelum tiba-tiba berlari mengejar Jack. Srek... srek... Langkah kakinya terdengar cepat, suara napasnya sedikit terengah saat dia berusaha mengejar pria tersebut. "Tunggu!" teriaknya, suara cemas bercampur malu.

Mendengar suara langkah kaki yang mendekat, Jack berhenti dan menoleh ke belakang. Ssst... Dia melihat Julia berlari dengan cepat mendekatinya, wajahnya terlihat merah karena terburu-buru. Jack menatapnya dengan rasa penasaran, sambil tetap memegang erat kantong sampah di tangannya.

Julia, yang kini berdiri tepat di depan Jack, terengah-engah sambil berusaha mengatur napas. "Maaf... maaf..." katanya cepat, tangannya sedikit gemetar saat mencoba menenangkan dirinya. Huff... Napas panjang keluar dari mulutnya, menandakan betapa tergesa-gesanya dia tadi. "Aku lupa, tempat pembuangan sampahnya sudah dipindah ke parkiran luar... maafkan aku.... aku lupa soal itu," ucapnya sambil menundukkan kepala sedikit, merasa sangat malu karena kesalahan kecil itu.

Jack, dengan senyum tipis di wajahnya, mengangkat bahu. "Ohh... it's ok... Tidak apa-apa," jawabnya dengan nada santai. "Jadi, parkiran luar ya?" tanyanya dengan nada yang sedikit menggoda, matanya berkilat jenaka.

Julia, masih merasa canggung, mengangguk cepat. "Iya, aku akan mengantarmu," jawabnya sambil tersenyum malu-malu, matanya sesekali mencuri pandang ke arah Jack.

Mereka berdua mulai berjalan menuju lift, dan suasana perlahan terasa lebih tenang. Sampai di depan lift, Jack mencoba menekan tombol lift dengan tangan kanannya karena tangan kirinyanya sedang memegang dua kantong sampah. Ssst... klik... Namun di saat yang bersamaan, Julia juga mengulurkan tangannya untuk menekan tombol yang sama. Tap... Tangan mereka bersentuhan.

Julia terkejut dan dengan cepat menarik tangannya ke belakang, wajahnya memerah seketika. "Eh... maaf..." gumamnya pelan, suaranya terdengar sangat canggung, sementara ia menundukkan kepalanya, berusaha menghindari tatapan Jack.

Jack tersenyum ramah, lalu menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda sopan. "Maaf juga, aku yang salah," jawabnya dengan nada yang ringan, sambil melirik Julia yang masih kelihatan sedikit gugup.

Ssst... klik... Lift terbuka dengan bunyi halus, dan Jack langsung mempersilakan Julia masuk terlebih dahulu. "Silakan....," katanya sambil tersenyum sopan.

Julia, meskipun masih merasa canggung, mengangguk dan melangkah masuk ke dalam lift. Ssst... srek... Suara langkah sepatunya terdengar halus saat ia masuk. Jack menyusulnya masuk setelah itu, berdiri di sebelahnya dengan santai, meskipun atmosfer terasa sedikit canggung bagi Julia.

Ssst... Lift mulai bergerak turun, membawa mereka menuju lobby. Suasana di dalam lift terasa hening, dengan hanya suara lembut mesin lift yang mengiringi perjalanan mereka. Julia mencuri pandang ke arah Jack, yang tampak tenang dengan kantong sampah besar di tangannya. "Suasananya jadi gugup begini?" pikirnya sambil menatap angka yang terus turun di layar lift.

Lift akhirnya berhenti, dan pintu terbuka. Ssst... Suara pintu lift yang bergeser terdengar jelas di telinga mereka. Julia melangkah keluar lebih dulu, diikuti oleh Jack yang masih membawa kantong sampah. Srek... srek... Langkah kaki mereka bergema di koridor menuju parkiran luar.

Setelah berjalan sebentar, mereka tiba di tempat pembuangan sampah. Julia menunjuk ke arah tempat tersebut sambil tersenyum kecil. "Itu tempatnya," katanya sambil melirik Jack, mencoba menjaga sikap ramah.

Jack mengangguk, lalu menurunkan kantong-kantong sampah di tangannya dengan hati-hati. Ssst... srek... Suara plastik bergesekan saat dia meletakkan sampah di tempat yang ditunjuk oleh Julia. "Akhirnya selesai," ucap Jack dengan nada puas sambil menarik napas dalam-dalam.

Namun setelah menaruh sampah, Jack tiba-tiba mulai menatap sekeliling. Ssst... Matanya bergerak dari kiri ke kanan, memeriksa setiap sudut parkiran dengan seksama. Kepalanya sedikit bergerak ke depan dan belakang, seolah mencari sesuatu di area itu. Tindakannya membuat suasana mendadak berubah menjadi lebih serius.

Melihat perilaku Jack yang tiba-tiba menjadi sangat waspada, Julia merasa cemas. Deg... deg... Jantungnya mulai berdetak lebih cepat. "Ada apa dengan dia? apa yang akan dia lakukan?" pikirnya, rasa takut mulai merayap di benaknya. "Ahh.... aku lupa.... Dia baru di sini... aku bahkan tidak tahu dia orang baik atau bukan..." pikir Julia dengan cemas, tatapannya mulai curiga.

Wajah Julia berubah pucat, rasa takut menyergapnya. "Bagaimana kalau dia punya maksud buruk?" pikirnya. Jari-jarinya sedikit gemetar saat dia menundukkan kepala, mencoba mencari cara untuk pergi dari situ dengan aman.

*****

1
Jennifer Impas
Bikin ketawa ngakak. 🤣
hartzelnut: Terima kasih telah membaca novelku. jangan lupa episode selanjutnya ya /Smile//Smile/
total 1 replies
Kei Kurono
Thor, aku butuh fix dari obat ketagihan ceritamu! 🤤
hartzelnut: terima kasih telah menyukai novel saya. /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!