Tiga tahun lalu, Agnia dan Langit nyaris menikah. Namun karena kecelakaan lalu lintas, selain Agnia berakhir amnesia, Langit juga divonis lumpuh dan mengalami kerusakan fatal di wajah kanannya. Itu kenapa, Agnia tak sudi bersanding dengan Langit. Meski tanpa diketahui siapa pun, penolakan yang terus Agnia lakukan justru membuat Langit mengalami gangguan mental parah. Langit kesulitan mengontrol emosi sekaligus kecemburuannya.
Demi menghindari pernikahan dengan Langit, Agnia sengaja menyuruh Dita—anak dari pembantunya yang tengah terlilit biaya pengobatan sang ibu, menggantikannya. Padahal sebenarnya Langit hanya pura-pura lumpuh dan buruk rupa karena desakan keluarga yang meragukan ketulusan Agnia.
Ketika Langit mengetahui penyamaran Dita, KDRT dan talak menjadi hal yang kerap Langit lakukan. Sejak itu juga, cinta sekaligus benci mengungkung Dita dan Langit dalam hubungan toxic. Namun apa pun yang terjadi, Dita terus berusaha bertahan menyembuhkan luka mental suaminya dengan tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Dua
“Ngapain sih, dari tadi di kamar terus. Ke sini cuma numpang kelo*nan!” kesal Mita dalam hatinya.
Mita sudah memakai tanktop crop warna hitam dipadukan dengan rok levis sepaha. Pakaian yang benar-benar minim itu sengaja Mita pakai untuk menggoda Langit. Namun, yang digoda tak kunjung keluar dari kamar, dan Mita curigai tengah sibuk kel*onan dengan Dita.
Menunggu terlalu lama, membuat Mita jengkel sendiri. Terlebih, Marlino yang sedang mengerjakan setumpuk LKS, tak segan mengomentari penampilannya. Bagi Marlino, penampilan sang kakak sangat tidak sopan.
“Aku saja malu lihatnya, Mbak. Mbak enggak malu ke mas Langit atau pak Fajar? Padahal mbak Dita sudah kasih kamu contoh.” Marlino menatap sinis Mita.
“Berisik ah! Anak kecil enggak usah kebanyakan bac*ot! Tahu apa kamu? Sok sokan nasehatin aku!” tegas Mita yang masih berdiri di sebelah pintu kamar ibu Darsem.
Selain pintu kamar ibu Darsem dan pintu kamar Dita bersebelahan, kasur keberadaan Marlino belajar juga ada di seberang Mita.
“Lah, mentang-mentang lebih tua dari aku, Mbak merasa lebih pinter, gitu? Pinter apaan, miris iya!” ucap Marlino masih saja sinis. Hingga Mita jengkel dan tak segan menggedor pintu kamar Dita.
“Mbak buka, Mbak! Aku mau ambil barang yang ketinggalan!” bengis Mita mengalahkan kegarangan preman.
Mita tak segan menggedor pintu kamar Dita sekuat tenaga.
“Mbak! Sudah malam, Mbak!” tegas Marlino buru-buru menghampiri Mita, dan nyaris menyeretnya. Namun, pintu sudah lebih dulu Dita buka.
Dita yang tak memakai hijab maupun cadar, menatap ngeri sang adik. “Bisa-bisanya kamu telan jang begitu padahal kamu tahu, Mbak dan suami Mbak di sini? Panas dada Mbak mikirin kelakuan kamu! Harus bagaimana sih, Mbak didik kamu? Mentang-mentang kamu dimanja ibu?”
Dada Dita bergemuruh hebat dan terasa sangat sesak. “Gimana orang lain enggak mikir negatif kalau kelakuan kamu saja begini? Kamu sengaja goda suami Mbak!”
“Kan Mbak Mita bikin Mbak Dita nangis! Mbak Dita lagi hamil, Mbak! Jangan bikin Mbak Dita sedih apalagi sampai nangis!” kesal Marlino dan tak segan menarik paksa tangan kiri Mita.
Dengan cepat, Mita menyingkirkan tangan Marlino dari tangan kirinya.
“Astaghfirullah ...,” lirih Dita sambil mengelus perut maupun dadanya. Kelakuan Mita sungguh ingin membuatnya mengamuk adiknya itu.
Kedatangan Langit yang begitu tiba-tiba, sudah langsung mengejutkan semuanya. Awalnya, Dita berusaha menghalangi sang suami agar tidak ikut keluar apalagi berhadapan dengan Mita. Bukan hanya karena emosi suaminya sangat tidak stabil. Melainkan, Dita juga tak sudi membiarkan suaminya melihat Mita yang sedang terlihat sangat seksi.
Sementara itu, Mita justru sangat bahagia karena yang dipancing akhirnya keluar dan melihatnya. Namun, kenyataan tangan kanan Langit yang langsung mena*par pipi kiri Mita, sungguh di luar dugaan. Semuanya tercengang, terlebih Mita yang sebelumnya sangat yakin, Langit akan terpikat kepadanya. Mirip cerita di novel-novel dan berakhir diangkat ke layar kaca, saking viralnya.
“Sekarang kamu pilih, penjara atau dikarantina oleh tentara? Karena andai kamu disekolahkan termasuk di pondok pesantren, yang ada kamu pasti hanya bikin malu! Selain itu, mulai detik ini juga, kamu juga tidak akan pernah bisa sebebas sebelumnya!” tegas Langit.
“Mulai detik ini juga, tidak ada lagi sekolah apalagi main-main dan pergaulan bebas buat kamu! Kamu akan ditampung di tempat khusus! Lain dengan Marlino, saya tidak segan menyekolahkannya di sekolah terbaik, bahkan ke luar negeri sekalipun!” lanjut Langit yang selain menatap tajam Mita, juga mengakhirinya dengan menggeleng tak habis pikir.
“Marlino, panggil pak Fajar ke sini!” ucap Langit masih menatap tegas Mita. Di hadapannya, Mita masih memegangi pipi kiri yang ia tampa*r, menggunakan kedua tangan. Selain itu, Mita juga masih menatapnya tak percaya. Kedua mata yang basah sekaligus bergetar, menatapnya sarat kecewa.
“I—iya, Mas!” sanggup Marlino.
“Sementara kamu, cepat pakai baju! Jangan bikin malu!” tegas Langit dan kali ini menatap Mita lebih tegas dari sebelumnya.
Ketegasan Langit yang mengurus keluarga Dita, membuat Dita merasakan peran seorang suami yang amat kuat. Langit telah menjalankan perannya sebagai suami sekaligus kepala keluarga. Terlepas dari semuanya, Dita juga tak menghalangi suaminya dalam menggembleng Mita.
Sekitar dua jam kemudian, Mita dibawa paksa oleh tiga tentara yang diundang oleh Langit. Disaksikan tetangga, apa yang Mita alami terbilang dramatis. Terlebih sepanjang meninggalkan kontrakan dan langsung diborgol kemudian dituntun dari kanan kiri oleh dua tentara, Mita tak hentinya menangis. Ibu Darsem yang awalnya sudah tidur, sampai ikut keluar rumah.
“Bu, ... tolong aku, Bu!” tangis Mita. Angannya yang yakin bisa menidu*ri Langit dan bersenang-senang dengan kakak iparnya di antara suasana remang di atas tempat tidur. Justru membuatnya berakhir diboyong tentara.
Padahal yang Mita harapkan, setelah membuat Langit bertekuk lutut di bawah selang*kangannya. Langit juga akan menyakiti Dita. Mita sangat berharap, Langit akan membuang Dita karena Langit memilihnya. Kemudian, kenyataan tersebut juga akan membuat Dita yang selama ini selalu sok sempurna, dan baginya selalu semena-mena kepadanya, menangis darah. Meski yang ada, Langit justru melakukan hal tak terduga. Langit menitipkannya kepada tentara!
“Ibu enggak usah mikir macam-macam! Ibu mau, Mita terus menerus jadi pel*acur? Mita begitu, gara-gara Ibu, loh! Andai Ibu tidak salah didik. Andai Ibu ikut didikan Dita ke adik-adiknya!” Langit tak segan marah-marah kepada ibu Darsem, disaksikan para tetangga yang masih berkerumun di sekitar sana.
“Tetangga jadi saksi kebobr*okan didik Ibu! Malahan harusnya sakitnya Ibu juga bisa jadi alasan Ibu instrospeksi diri!” lanjut Langit.
Sekali lagi, Dita juga tak menghalang-halangi sang suami memarahi mamanya. Marahnya Langit karena ibu Darsem sudah keterlaluan kepada Mita. Tadi saja, ibu Darsem sudah tahu Mita berpakaian sangat se*ksi, tapi wanita itu membiarkannya. Tanpa memikirkan Langit maupun Dita.
“Marlino, bawa Ibu masuk!” lanjut Langit masih sangat emosional.
“Iya, Mas!” jawab Marlino lagi-lagi patuh kepada kakak iparnya. Terlebih Dita sudah wanti-wanti agar ia hormat kepada Langit. Sebab semua biaya hidup mereka termasuk sekolah dan makan Marlino, kini Langit yang menanggungnya.
Setelah mengangguk sopan kepada orang-orang di sana, Langit berangsur merangkul dan mendekap Dita masuk ke dalam kontrakan.
“Kamu jangan mikir macam-macam. Biarin si ibu. Mau dia nangis sampai enggak bisa ngomong, biarin saja. Lama-lama Ibu juga akhirnya nyadar sendiri!” ucap Langit masih emosi.
“Iya, Mas ... iya. Makasih banyak, ya!” lembut Dita yang mendekap erat tubuh Langit, meski mereka masih melangkah dan mereka juga belum masuk ke dalam kontrakan.
(Ramaikan yaaa. Sehari pengin up dua bab, tapi novelnya sepi banget. Jadi aku bingung. Takut kalau sepi, diup terus, memang karena belum banyak yang baca. Makanya aku pantau. Kalau rame, sehari aku up lebih dari satu bab. Maksudnya gitu)