Rockmantic Of Love

Rockmantic Of Love

Ep. 1

*****

Malam itu, di apartemen mewah yang mereka tinggali di Los Angeles, kesunyian terasa menghantui meski kota di luar sana sedang bersiap menyambut tahun baru. Suara ketikan keyboard terdengar berirama dari meja kerja Grey. "Tik... tik... tik..." Keyboardnya bekerja keras di bawah jemari cepatnya, sementara di sisi lain, White sibuk menatap layar monitornya. Sesekali, White menghela napas panjang, mengusir kelelahan yang menumpuk di dadanya. "Huff..."

Grey akhirnya menyelesaikan ketikan terakhirnya. "Klik." Sebuah pesan muncul di layar komputer, menandakan bahwa proyek musik besar mereka untuk sebuah band K-Pop telah rampung. Grey menyandarkan punggung ke kursinya, napasnya terhembus perlahan. "Ssshhh..."

"Selesai sudah," katanya dengan suara rendah dan dingin.

White segera berdiri, peregangan tubuhnya memecahkan kebekuan ruangan. "Krek... krek..." Sebuah senyum puas menghiasi wajahnya. "Akhirnya selesai juga!" serunya, sementara tangannya terangkat ke atas. Dia berjalan menghampiri jendela besar di sudut ruangan. "Lega sekali... project terakhir di tahun 2024."

Grey tetap di kursinya, hanya mengangguk kecil dengan senyum tipis di wajahnya. "Kau selalu begitu bersemangat," gumam Grey dalam hati, merasa sedikit geli melihat antusiasme White yang kontras dengan dirinya. "Srek..." Kursinya bergeser perlahan saat ia bangkit berdiri, berjalan menuju jendela besar.

White menoleh dan tertawa kecil. "Waaah.... Kembang apinya sudah mulai," ujarnya sambil menunjuk ke langit yang sudah dipenuhi warna-warni kembang api. "Boom! Flash! Crack!" Langit malam tahun baru itu dipenuhi suara ledakan yang menggemuruh, menciptakan cahaya cerah yang menghiasi seluruh kota.

Grey berdiri di sampingnya, diam tanpa ekspresi. "haaaah..... Ini mungkin tahun terakhirku di dunia musik," ujarnya tiba-tiba, suaranya tetap dingin.

White, yang sedang menikmati pemandangan, berhenti sejenak. Tangan yang tadinya berada di sakunya terangkat, menahan diri dari keterkejutan. "Hee? Maksudmu apa?" Dia menoleh cepat, matanya membulat. "Serius?" tanyanya, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Grey menoleh sedikit, menatap sahabatnya. "hmmmm," jawabnya, tenang namun mantap. "Aku sudah menghasilkan cukup uang, selama tujuh tahun ini. aku bisa hidup nyaman dengan uang itu." Matanya kembali ke luar, memandangi kembang api yang terus menghiasi langit. "Boom! Flash!"

White menggeleng pelan, mencoba memproses kata-kata Grey. "Hah... kau benar-benar berpikir bisa hidup tanpa musik?" tanyanya, suaranya penuh keheranan. Dia menyelipkan tangan ke dalam saku, sementara senyumnya sedikit berkurang. "Heh... tak mungkin."

Grey tetap tenang, tatapannya kosong menatap luar jendela. "Aku mulai jenuh dengan kehidupan seperti ini.... Musik bukan lagi sesuatu yang kuinginkan... Aku hanya ingin hidup santai," katanya dalam hati. "Klik..." jemarinya tanpa sadar mengetuk pelan kaca jendela, menciptakan suara lembut di tengah gemuruh kembang api. "Boom! Crackle!"

White, yang mendengar penjelasan itu, kembali tersenyum lembut. "Aku tidak yakin kau bisa melakukannya..... Aku berani bertaruh untuk itu." ujarnya pelan. Dia menoleh, menatap wajah Grey dengan tatapan penuh pengertian. "Aku tahu betul tentang dirimu. jadi kurasa itu tidak mungkin."

Grey tak memberikan tanggapan, tapi dalam hatinya, ada sedikit keraguan yang muncul.

White menatap langit yang berkilauan oleh kembang api, matanya menerawang. "Selama ini.... aku hanya memiliki satu harapan saja ...... Aku hanya ingin kembali seperti delapan tahun yang lalu," katanya tiba-tiba, suaranya sedikit bergetar dengan nada nostalgia.

Grey menoleh, alisnya berkerut mendengar ucapan itu. "Maksudmu?" tanyanya, kali ini lebih tertarik. "Tuk... tuk..." jemarinya kembali mengetuk pelan bingkai jendela.

White tersenyum, mengingat masa lalu mereka. "Delapan tahun yang lalu, saat kita bisa bersenang-senang bersama,..... melihat keramaian dan antusias yang sangat hebat." ujarnya lembut, dengan mata yang penuh dengan kenangan.Grey terdiam sejenak, menatap White dengan tatapan serius. "Itu hanya kenangan yang tak mungkin terulang kembali. lupakan saja," katanya dengan suara lebih pelan, seperti berbicara pada dirinya sendiri. "Semua sudah berakhir."

White tertawa kecil. "Aku yakin semua akan terjadi kembali......., kebahagian itu.........., kebersamaan itu........... Aku yakin itu........." Ucapannya penuh keyakinan, meski ia tahu betapa sulitnya meyakinkan Grey."Boom!" Sebuah kembang api besar meledak di langit, membuat Grey terdiam sejenak, merenungkan kata-kata White. "Dasar.... Pollyana...... ," pikir Grey, merasa terganggu oleh harapan yang terus hidup dalam diri White.

Namun, Grey tak bisa membiarkan dirinya terlalu lama terjebak dalam perasaan itu. Ia berbalik, langkah kakinya terdengar pelan di lantai. "Tap... tap... tap..." Dengan gerakan lambat, ia berjalan menuju kamarnya.

Sebelum membuka pintu, Grey berhenti sejenak, tanpa menoleh ke arah White. "Kau terlalu berharap pada sesuatu yang mustahil," katanya singkat. "Ctak..." Suara pintu kamar tertutup, meninggalkan White sendirian di dekat jendela.

White menatap ke arah pintu yang baru saja tertutup, lalu kembali memandang langit. Kembang api semakin jarang terdengar, namun senyum tipis masih bertahan di wajahnya. "Aku tahu kau tidak bisa menghindar selamanya, Grey," gumamnya dalam hati, yakin bahwa suatu hari sahabatnya akan kembali pada musik yang mereka cintai.

Di tengah keheningan malam yang mulai kembali setelah pesta kembang api, dua sahabat itu terdiam dalam pikirannya masing-masing. "Boom... hiss..." Ledakan terakhir kembang api menutup malam itu, dan mungkin membuka harapan baru di tahun yang akan datang.

*****

Malam itu, di atas rooftop gedung termewah di Beijing, perayaan Tahun Baru 2025 berlangsung dengan meriah. Langit malam yang cerah dipenuhi oleh ledakan warna-warni kembang api. "Boom! Crackle! Flash!" Suara-suara kembang api mengisi udara, menggetarkan suasana pesta yang dikelilingi para selebriti dan produser ternama. Di antara gemerlap pesta, Natalia Lee berdiri di dekat meja panjang, tangannya menggenggam gelas wine yang terus diputar perlahan di antara jemarinya. "Srek... srek..." Matanya menatap kosong ke langit, pikirannya melayang jauh.

"Hmm... apa yang akan kulakukan tahun ini?" gumam Natalia dalam hati sambil menatap letupan kembang api di atas. "Aku sudah bekerja keras, tapi apakah cukup? Apa yang bisa kucapai di 2025 ini?" Ia menghela napas panjang, menundukkan kepalanya sedikit, sebelum mengangkat gelas wine-nya dan menatapnya dalam-dalam. Namun, ia tak segera meminumnya. "Huff..."

Di belakangnya, Manajer Lu berjalan mendekat, tumit sepatunya yang halus menimbulkan suara ringan di lantai rooftop yang mengkilap. "Tap... tap... tap..." Langkahnya perlahan, seakan tak ingin mengganggu lamunan Natalia.

Manajer Lu akhirnya tiba di samping Natalia dan dengan lembut meletakkan tangannya di bahu penyanyi muda itu. "Apa yang sedang kau pikirkan?" tanyanya dengan suara lembut, tatapannya penuh perhatian saat ia menatap wajah Natalia dari samping. "Kau kelihatan sangat serius."

Natalia sedikit terkejut, tapi segera merespons. Ia menurunkan gelas wine dari tangannya dan menatap Manajer Lu sejenak sebelum kembali memandang langit. "Haah.... Aku sedang memikirkan apa yang akan ku harapkan di tahun 2025," jawabnya pelan. Suaranya terdengar datar, namun sarat dengan keinginan untuk mencapai sesuatu yang besar. "Boom! Flash!" Kembang api terus menerangi langit di atas mereka.

Manajer Lu tersenyum kecil, memiringkan kepalanya sedikit, menatap Natalia dengan rasa penasaran. "Memangnya apa yang kamu harapkan?" tanyanya lagi, nadanya tetap lembut dan penuh perhatian.

Natalia meletakkan gelas wine-nya di atas meja dengan hati-hati. "Clink..." Suara lembut terdengar saat dasar gelas bersentuhan dengan permukaan meja. Ia menghela napas panjang sebelum menjawab. "Harapanku?...... Aku ingin lebih terkenal lagi..... Aku ingin menjadi lebih terkenal lagi..... Aku ingin membuat karya yang lebih baik dan berkualitas......," katanya sambil menatap cermin besar di dekat meja, melihat pantulan dirinya yang serius.

Sebuah senyum kecil tersungging di wajahnya. "Dan, semoga aku tidak menerima banyak skandal!" katanya dengan nada bercanda, diiringi tawa ringan. "Hehehe..."

Manajer Lu ikut terkekeh, menutup mulutnya dengan punggung tangan. "Hehehe..." Tawanya lembut tapi penuh pengertian. "Hmm, yang terakhir itu sepertinya akan sulit terkabulkan," balasnya sambil mengedipkan mata, menyiratkan candaan yang sejalan dengan harapan Natalia.

Natalia tertawa kecil, bahunya terangkat sedikit saat ia menghadap Manajer Lu. "Ya... aku tahu," katanya sambil tersenyum, lalu kembali ke ekspresi serius. "Tapi kalau memang sulit terkabul, aku akan berdoa lebih keras lagi agar dikabulkan."

Manajer Lu tersenyum mendengar jawabannya, tatapannya penuh rasa sayang. "Teruslah berdoa. hahaha," ujarnya sambil mengusap lembut bahu Natalia.

Natalia mengangguk pelan, kemudian kembali menatap langit yang terus diterangi kembang api. "Boom! Crackle!" Letupan kembang api menciptakan pola indah di langit malam yang gelap. "Aku selalu berharap itu" gumam Natalia dalam hati.

Manajer Lu menepuk bahu Natalia sekali lagi sebelum perlahan beranjak pergi. "Aku akan berbicara dengan beberapa produser," katanya, sambil melangkah mundur dengan perlahan. "Tap... tap... tap..." Langkahnya terdengar menjauh di tengah gemerlap pesta, sementara Natalia tetap diam di tempatnya.

Sendirian lagi, Natalia mengangkat gelas wine-nya sekali lagi dan menatapnya. "Srek... srek..." Anggurnya berputar perlahan di dalam gelas, memantulkan cahaya kembang api di atas. "Tahun ini... akan menjadi tahun yang besar. Aku bisa merasakannya," gumamnya dalam hati, yakin bahwa tahun 2025 akan menjadi langkah besar dalam kariernya.

Ia menyentuh bibir gelas dengan ujung jarinya. "Tuk..." "Aku harus lebih berani. Aku harus lebih kuat." Tekad itu tumbuh semakin kuat dalam dirinya seiring hilangnya kembang api terakhir di langit. "Hiss..."

Natalia akhirnya meneguk sedikit wine dari gelasnya. "Slurp..." Rasanya dingin dan lembut di tenggorokannya, memberikan sedikit kehangatan di tengah malam yang dingin. Gelas itu kembali diturunkannya dengan pelan, sementara tatapannya tetap terarah pada langit yang mulai sunyi. "Ini baru awal... semuanya pasti akan lebih berat. Tapi aku siap."

Dengan senyuman terakhir, Natalia menyandarkan tubuhnya ke meja, matanya menatap ke kejauhan. "Semoga tahun ini... semua yang kuimpikan akan terwujud," bisiknya pelan, menyerahkan seluruh mimpinya pada langit malam yang gelap dan tenang di atas kota Beijing. "Boom... hiss..."

*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!