Pertemuan yang tidak sengaja dengan orang yang sangat menyebalkan menjadi awal sebuah takdir yang baru untuk dr. Fakhira Shakira.
Bruukk
"Astaghfirullah." Desis Erfan, ia sudah menabrak seorang dokter yang berjalan di depannya tanpa sengaja karena terburu-buru. "Maaf dok, saya buru-buru," ucapnya dengan tulus. Kali ini Erfan bersikap lebih sopan karena memang ia yang salah, jalan tidak pakai mata. Ya iyalah jalan gak pakai mata, tapi pakai kaki, gimana sih.
"It's Okay. Lain kali hati-hati Pak. Jalannya pakai mata ya!" Erfan membulatkan bola matanya kesal, 'kan sudah dibilang kalau jalan menggunakan kaki bukan mata. Ia sudah minta maaf dengan sopan, menurunkan harga diri malah mendapatkan jawaban yang sangat tidak menyenangkan.
"Oke, sekali lagi maaf Bu Dokter jutek." Tekannya kesal, kemudian melenggang pergi. Puas rasanya sudah membuat dokter itu menghentakkan kaki karena kesal padanya. Erfan tersenyum tipis pada diri sendiri setelahnya.
Karena keegoisan seorang Erfan Bumi Wijaya yang menyebalkan, membuat Hira mengalami pelecehan. Sejak kejadian itu ia tak bisa jauh dari sang pria menyebalkan.
Rasa nyaman hadir tanpa diundang. Namun sayang sang pria sudah menjadi calon suami orang. Sampai pada kenyataan ia sudah dibeli seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
"Gimana gak diam, kalian suap-suapan di tempat umum," Cerca Ervan, "yang liat jadi malu bego." Adnan meletakkan sendoknya, pengen tertawa puas melihat raut wajah Erfan yang sedang kesal. "Kalau gue udah biasa liatnya."
"Oke, maaf." Ucap Adnan akhirnya, ia terbiasa dengan Erfan, mengabaikan ada orang lain diantara mereka. Diliriknya Hira, wajah gadis itu merona merah.
"Siap salah, bapak Erfan." Ujar Ken kemudian, "makan sendiri Sayang." Katanya pada Elvina.
"Bagus, kalau sudah sadar." Erfan melanjutkan makannya, melirik Hira yang masih kikuk di meja makan.
"Akhir-akhir ini lo emosian banget, ada apa sih Fan. Cerita coba!" Ken akhirnya buka suara, dulu Erfan tidak pernah bersikap seemosional itu.
"Lagi demam pra-nikah Ken." Adnan menggoda Erfan sampai mukanya memerah.
"Lagi pusing, rasanya pengen nenangin pikiran di London aja."
"Mana dibolehin lo balik lagi ke London." Ken menatap serius wajah sahabatnya yang carut marut.
"Itulah masalahnya, semua gak akan bisa terjadi." Erfan tersenyum kecut.
"Ingat Fan kamu udah mau nikahkan, gak bisa kabur gitu." Ujar Elvina, mendekatkan segelas air putih pada lelaki itu.
"Makasih udah diingetin Nana." Ejek Erfan, lalu meminum air putihnya. "Gue gak akan lupa hal itu." Sambungnya sembari melanjutkan makannya.
"Dokter Hira sepertinya masih canggung bersama kita." Ujar Attisya mengalihkan perhatian, lima orang yang bergabung di meja makan bersamaan menatap ke arah Hira.
"Dikit." Cicit Hira, jadi tambah canggung kala menjadi pusat perhatian, "bingung mau ngomong apa."
Astaga, kenapa lo menggemaskan banget sih Hira kalau seperti ini. Pengen banget gigit tuh pipi yang mengembang. No Erfan, lo benci banget sama Hira, jadi jangan pura-pura bersimpati. Tegas Erfan akhirnya pada diri sendiri.
"Gak perlu canggung, otak mereka bobrok semua kok." Erfan memberikan senyuman termanisnya pada Hira.
Semanis itukah senyumannya Ya Allah, calon suami orang ternyata sangat menggoda, ringis Hira. Manusia menyebalkan itu ternyata bisa tersenyum juga, jangan baper Hira, jangan!^ Oke.
"Hmm, ada yang meragukan kekuatan otakku nih." Elvina menatap tajam Erfan.
Adnan sudah hafal jurus apa yang akan dikeluarkan adik iparnya itu. "Cukup Na, gak perlu buka kartu. Okey." Pinta Adnan.
"Ada yang nyalinya ciut duluan nih." Ledek Attisya, tersenyum masam pada suaminya.
"Sayang, kita damai yaa." Adnan merangkul istrinya, Hira jadi geli sendiri melihat tingkah orang-orang disekitarnya. Suami takut istrikah?
"Ada apakah gerangan?" Tanya Hira tak dapat menyembunyikan rasa penasarannya.
"Hmm, dokter tau gak—"
"Sayang, habiskan makannya." Adnan memotong pembicaraan Attisya.
"Jadi, tiga orang lelaki yang duduk di sini pernah cinta mati dengan adik iparku tuh." Attisya menunjuk ke arah Elvina yang menahan tawa. Adnan menepuk jidatnya, Erfan lebih memilih tak peduli karena belum ada hati yang harus dijaganya sekarang.
"Bukan salah aku Bung." Elvina mengangkat kedua tangannya sambil cengengesan, "mereka aja yang ngejar-ngejar."
"Tapi sukakan?" Ken memasang tampang cemberut, Elvina tak menghiraukan. Tampang suaminya jadi lebih menggemaskan.
"Jelas suka dong, coba bayangin aku bisa bermanja-manja dengan tiga orang lelaki yang berbeda. Terus bisa dapat banyak hadiah dari orang yang beda." Jelas Elvina riang.
"Dasar matre!" Erfan mengetukkan ujung sendoknya ke kepala Elvina tapi ditahan Ken. "Songong banget."
"Erfan, ingat! Ini Umminya Key lho. Sedikit aja lo sakiti, gue tendang dari sini." Elvina meleletkan lidahnya pada Erfan, merasa menang karena mendapatkan pembelaan dari sang suami.
"Jadi cinta segi empat nih? Tapi hebat masih bisa akur sampai sekarang." Puji Hira sambil terkekeh, benar tebakannya di rumah sakit waktu itu. Mereka mencintai orang yang sama.
"Terpaksa, habis manjanya menjadi-jadi. Suaminya gak bisa menghadapi sendirian." Elak Adnan
"Ihh Kak Adnan jahaaatt." Rengek Elvina
"Aku apa Ken yang jahat?" Adnan tertawa jahat.
"Sama aja sih. Kalian bertiga gak ada yang beres." Ujar Elvina, membuatnya dapat pelototan dari tiga jagoan itu. Attisya dan Hira tertawa gelak.
"Sebentar lagi ada pendatang baru dong jadi three couples." Ucap Hira santai, tapi mampu membuat Erfan tak berkutik. Entah apa yang salah dengan ucapan Hira sehingga membuat Erfan seperti tak rela jika dikatakan seperti itu.
"Semoga saja, jangan sampai mempelai prianya kabur." Ledek Adnan kemudian tertawa lepas.
"Puas-puaslah meledekku, nanti kalian gak bisa melakukan lagi." Sahut Erfan datar, sudah cukup, tidak perlu menghalangi kesenangan mereka untuk membully-nya.
"Kok jadi terdengar sangat menyedihkan Fan." Cibir Attisya.
Erfan mendengus, mengabaikan ucapan Attisya. Makan malam yang harusnya bikin kenyang malah membuat perutnya mual karena bullyan. Nasib kelamaan sendiri ya begini.
***
Waktu begitu cepat berlalu, dua minggu terasa begitu singkat bagi Erfan. Malam ini ia akan melamar Bilqis, lahir dan batinnya harus siap sekarang. Termasuk membuka hati untuk perempuan baru yang akan menjadi pendampingnya.
"Sudah siap Nak, ayo kita berangkat." Papi membuyarkan lamunan Erfan. "Iya Pi," jawabnya lalu mengikuti Papi menuruni anak tangga. Jantungnya berdetak kencang seperti sedang ingin bertemu presiden.
Ini hanya lamaran Erfan, bukan akad nikah.
Ingat itu, baru lamaran. Jadi tak perlu gugup berlebihan. Tolong artikan rasa gugupnya ini. Bukan jatuh cinta, tapi semacam tidak rela menikah sekarang. Cepat-cepat Erfan membuang pikirannya yang ngaco.
Kami datang sekeluarga tanpa Fany tentu saja. Adiknya itu masih tidak terima kalau ia harus menikah. Mungkin gadis itu merasa sendirian kalau ditinggalkannya menikah. Tapi sudah dua tahun ini Erfan menjauhi adiknya.
Keluarga Bilqis menyambut dengan hangat, Papi langsung mengutarakan niatnya untuk mengkhitbah Bilqis. Seluruh keluarga menyetujui, mereka tinggal menentukan tanggal pernikahan. Lebih cepat lebih baik ujar Abinya Bilqis. Awalnya Erfan terkejut, jika pernikahan akan dilangsungkan dua minggu lagi.
Erfan menurut saja karena orang tuanya sudah menyanggupi. Itu artinya sebentar lagi Erfan akan benar-benar menjadi seorang suami. Tapi kenapa tak ada kebahagiaan yang dirasakannya. Dadanya terasa seperti tertekan, apakah hatinya menolak pernikahan ini.
Astaghfirullah Erfan sadar!
Kamu sudah tidak bisa mundur lagi sekarang, inilah yang kamu inginkan. Buka hati Erfan, buka hati.
Setelah cukup lama berbincang antara dua keluarga, kami memutuskan untuk pulang. Mulai besok ia harus bekerja ekstra untuk mempersiapkan acara pernikahan. Apalagi Mami memintanya untuk terjun langsung untuk urusan pernikahan. Kata Mami pilih sesuai selera calon pengantin. Huhh menyebalkan, padahal Erfan bisa meminta Ressa untuk mengurus semuanya.
Okey, baiklah. Sekarang harus menurut dengan Mami agar tidak dikutuk jadi patung emas yang tampan dan rupawan.
Lagi-lagi hanya ranjang tempatnya mengadu. Melepaskan segala beban yang berada dipundaknya. Merengkuh sepi yang sekian lama membersamainya. Jodoh tak pernah kita tau, meski belum mengenalnya sekalipun. Jika Allah sudah berkehendak tak ada yang mampu membantahnya. Ya, Erfan tau akan semua itu.
udah untung suami mendukung pekerjaan nya,malah mau di bikinin tempat praktek sendiri, kurang apa coba si erfan