Kesucian Cinta
Pagi ini di ruang meeting Erfan memberikan tatapan tajam pada seluruh staff. Sorot yang sulit diartikan. Mereka tidak tau kesalahan apa yang sudah dilakukan. Padahal meeting berjalan dengan lancar begitu juga dengan pencapaian perusahaan. Wijaya Grup masuk dalam nominasi Golden Property Award tahun ini.
Erfan Bumi Wijaya pria yang dikenal sangat hangat oleh para sahabat dan keluarganya, siapa yang sangka kalau ternyata merupakan sosok yang dingin dan tak bersahabat saat berurusan dengan dunia luar. Pimpinan Wijaya Grup yang baru menjabat dua tahun ini sangat sulit ditebak maunya apa.
Erfan kembali keruangan membenamkan kepala di meja, mengacak-acak rambutnya frustasi. Kenapa belum ada kabar dari Adnan. Sejak semalam Elvina, perempuan yang sangat dicintainya masuk rumah sakit. Selang berapa detik ponsel di atas meja berdering, telpon dari Adnan. Panjang umur, segera Erfan menggeser tombol hijau.
"Assalamualaikum Fan," suara Adnan dari ujung telepon terdengar bergetar. Pasti sekarang Elvina sedang tidak baik kondisinya. Pikiran Erfan sudah traveling kemana-mana sebelum menjawab salam.
"Wa'alaikumsalam, gimana Nana? Dia sudah lahiran?" Nana, panggilan yang disematkan oleh orang-orang terdekatnya.
"Na—na kritis Fan, alhamdulillah anaknya sudah lahir. Tapi Nana masih belum sadarkan diri." Tergagap Adnan menyampaikannya. Tidak hanya pihak keluarga yang khawatir saat ini. Tapi juga Erfan, wanita itu sudah seperti bagian dari hidupnya walau ia tak bisa memiliki.
"Astaghfirullah," Erfan melirik arloji dipergelangan tangan lima belas menit lagi pukul sepuluh. Ia harus menunda meeting siang ini. "Aku segera ke sana Nan."
"Kamu tenang Fan, hati-hati bawa mobil." Adnan tau, walau Erfan bukan siapa-siapa Elvina, tapi pria itu sangat peduli dengan adik iparnya.
"Oke, aku pakai supir." Terangnya untuk menenangkan Adnan, sedang panik seperti ini Erfan juga tak bisa fokus menyetir.
"Kami tunggu. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam." Erfan mengakhiri panggilannya, meminta supir untuk menyiapkan mobil. Ia memasuki lift khusus petinggi menuju basemen.
Elvina adalah orang yang sudah menjadi prioritas Erfan beberapa tahun ini. Wanita itu sekarang menjadi istri sahabatnya, Ken. Lucu memang kisah cinta mereka, satu wanita yang digilai tiga pria tampan. Ia tidak segan memberikan seluruh waktunya untuk Elvina, seperti sekarang rela menunda meeting demi ke rumah sakit.
Pesona Erfan jangan diragukan lagi, dengan stelan jas hitam yang melapisi kemeja merah maronnya, ia terlihat sangat gagah. Hanya Elvina yang tidak terpesona padanya.
Kaki Erfan melangkah dengan setengah berlari menyusuri koridor rumah sakit, tak menghiraukan tatapan orang-orang yang terpesona dengan penampilannya. Harus diingat ia juga tidak suka tebar pesona kecuali pada Elvina.
Bruukk
"Astaghfirullah." Desis Erfan, ia sudah menabrak seorang dokter yang berjalan di depannya tanpa sengaja karena terburu-buru. "Maaf dok, saya buru-buru," ucapnya dengan tulus. Kali ini Erfan bersikap lebih sopan karena memang ia yang salah, jalan tidak pakai mata. Ya iyalah jalan gak pakai mata, tapi pakai kaki, gimana sih.
"It's Okay. Lain kali hati-hati Pak. Jalannya pakai mata ya!" Erfan membulatkan bola matanya kesal, 'kan sudah dibilang kalau jalan menggunakan kaki bukan mata. Ia sudah minta maaf dengan sopan, menurunkan harga diri malah mendapatkan jawaban yang sangat tidak menyenangkan.
"Oke, sekali lagi maaf Bu Dokter jutek." Tekannya kesal, kemudian melenggang pergi. Puas rasanya sudah membuat dokter itu menghentakkan kaki karena kesal padanya. Erfan tersenyum tipis pada diri sendiri setelahnya.
Kini ia sudah berada di depan ruang ICU mendekati Ken, sahabatnya yang menatap nanar ke tempat Elvina terbaring. Erfan merangkul bahu Ken. "Nana kuat Ken, Nana kuat, dia akan segera bagun."
"Ya, El pasti bangun Fan. Dia perempuan terkuat yang pernah kukenal." Ken tersenyum tipis, menyembunyikan kekhawatirannya.
"Kayaknya bagi gue juga deh." Erfan mencairkan suasana, agar Ken tidak terlalu larut dalam kesedihan. Si empunya hanya mencebik malas. Mulai deh Erfan mana mau kalah sama Ken, sayangnya kalah dalam mendapatkan Elvina. "Si kecil sehat?"
"Alhamdulillah baby sehat."
"Alhamdulillah, jagoan Papa berarti sudah datang," goda Erfan.
"Anak gue Fan, ngapain sih pakai nyebutin Papa segala bikin geli." Mereka duduk di kursi tunggu, bukan Erfan kalau tidak membuat Ken kesal.
"Gue juga nyumbang tenaga jagain Nana dari dulu lho Ken, lo lupa? Emang sih jagain jodoh orang itu gak enak, bikin sakit. Bikin jiwa nikung menggebu-gebu juga." Ken membulatkan matanya geram, Erfan terkikik tujuannya hanya untuk menghibur Ken.
"Emang gak enak banget ya Fan. Kasihan nasib lo ya." Ken tersenyum penuh kemenangan.
"Gak papa kali, lagian gue juga masih bisa memanjakan Nana sepuas hati." Balas Erfan dengan seringaian yang tak kalah manis.
"Sstt, dikira orang nanti Nana selingkuh." Adnan ikut duduk di samping kiri Ken. Mama Kila—ibu kandung Elvina, Abi Nazar dan Ummi Ulfa, orang tua Ken mengamati tingkah tiga jagoan itu ikut tersenyum. Walau sejak dulu sering adu mulut mereka tetap akur.
"Yang nanggapin aja terlalu baper Nan." Sambung Erfan, ia menyalami Mama Kila, Abi dan Ummi. Seorang dokter dan perawat masuk ke ruang ICU. Suasana jadi menegang, mereka berdiri di depan pintu berharap semua baik-baik saja.
Dokter wanita muda dengan balutan pashmina tosca, snelli dan rok abu-abu keluar dari ruang ICU. "Suami Bu Elvina?" Panggilnya, Ken, Erfan dan Adnan mendekat. Dokter cantik itu menunjukkan wajah heran dengan mata menyelidik. Erfan yang mendapat tatapan tajam, melotot balik pada sang dokter.
"Saya suaminya Dok, bagaimana keadaan istri saya?" Jawan Ken, menghapus kebingungan sang dokter.
"Bisa ikut saya ke dalam Pak!" Ken mengangguk kemudian masuk ke ruang ICU setelah menggunakan pakaian steril.
"Alhamdulillah, istri anda sudah melewati masa kritisnya Pak." Ucap dokter cantik yang bernama Fakhira Shakira, rekan dokternya biasa memanggil dengan panggilan Hira.
"Alhamdulillah, terimakasih Dok."
"Anda hanya punya waktu sebentar, karena pasien harus istirahat." Tambah dr. Hira, Ken mengangguk. Sedang dokter dan satu orang suster masih mengawasi di sana.
"Sayang sudah bangun." Sapa Ken sambil tersenyum, menarik kursi untuk duduk di samping Elvina. "Cepat sehat biar bisa pulang ya." Diusapnya lembut kepala Elvina, lalu mencium keningnya.
"Abang kenapa?" Elvina mengusap lembut pipi Ken sambil tersenyum. Walau matanya sembab dan nampak lelah, Elvina masih terlihat cantik.
"Khawatir sama kamu El, dari tadi gak bangun-bangun. Abang nungguin, kangen." Ditahannya tangan mungil Elvina lalu mengecupnya berkali-kali.
"Aku baik-baik aja Bang, anak kita sehat?"
"Sehat Sayang, kamu sudah ditunggu Erfan dan Kak Adnan. Jadi cepat keluar dari sini ya."
Elvina mengangguk, "ngapain ngabarin Erfan, nanti Abang cemburu lho." Godanya, Ken menggeleng dengan senyuman manis. "Katanya Papa Erfan sudah nunggu si kecil."
"Ih main ngaku-ngaku deh." Elvina ikut tersenyum, pasangan suami istri itu terlibat perbincangan hangat sampai beberapa menit, dr. Hira mendekat ke sisi brangkar untuk mengingatkan waktu besuknya sudah selesai.
"Waktunya sudah habis ya Pak, saatnya Bu Elvina istirahat. Setelah kondisinya lebih baik akan di pindahkan ke ruang rawat." Jelas sang dokter dengan tersenyum.
"Makasih Dok." Ken mengecup kening Elvina. "Abang tunggu di luar ya Sayang." Elvina mengangguk antusias, Ken meninggalkan ruang ICU dengan hati yang lega.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
Baihaqi Sabani
mmpir......kyy seru...tpi q dsini rda2, g suka y sikapy erfan yg kyy msh cnta el.....huf
2022-07-30
1