Jika tak percaya adanya cinta pada pandangan pertama, Rayyan justru berbeda, karena semenjak melihat Mbak Tyas, dia sudah langsung menjatuhkan hati pada perempuan cantik itu.
Dan dia Rayyan Asgar Miller, yang jika sudah menginginkan sesuatu dia harus mendapatkannya dengan cepat.
"Ngapain masih ngikutin? Kan tadi udah aku bayarin minumannya tah!?"
"Bayarannya kurang Mbak!" Rayyan menyengir lalu menunjukkan sebelah pipinya. "Kiss sepuluh kali dulu, baru aku anggap impas."
"Astaghfirullah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DB TIGA TIGA
...Yang lagi puasa, skip saja yaa......
Setelah banyak perdebatan, Tyas mau menurut, memandikan pemuda itu, bukan karena takut di laknat, tapi lebih ingin segera keluar dari jeratan meresahkan ini.
Syaratnya, Rayyan tidak membuka celana dulu karena Tyas masih takut. Jujur saja Tyas memang masih takut melakukannya.
Persis seperti bayi, Rayyan diberikan shampo, diambilkan pasta dan sikat gigi, bahkan Rayyan terkikik ketika Tyas menggosoknya dengan sabun berbentuk batangan.
"Geli, Sayang..."
"Ya pake sendiri kalo begitu!" kesal Tyas.
Sudah kamar mandi kecil, mereka berdiri berdua jadi harus lebih berdekatan bahkan saling berdempetan. "Rayyan, aku sudah kedinginan, tolong cepetan mandinya."
Tyas protes kesal karena Rayyan terus saja memeluknya, menciuminya, hingga sabun yang ada pada wajahnya berpindah pula pada bagian wajah Tyas.
"Apa pengkhianatan Ervan buat kamu mati rasa sama cowok?" Tiba- tiba saja Rayyan menyeletuk dan membuat Tyas terdiam untuk sesaat.
"Nggak ada hubungannya!" Tyas sebenarnya juga berpikir demikian. Karena, adanya dia tak percaya pada Rayyan sebab Ervan sudah menorehkan luka hingga menyisakan trauma.
"Gimana cara kamu menolak pesona seorang Rayyan hm?" bisik Rayyan. Bagaimana bisa ada perempuan yang menepis ketampanan yang dia miliki.
Bahkan di kampus, Rayyan begitu populer, sudah banyak cewek yang menyatakan cinta dengan beribu cara, tapi Rayyan tak pernah tertarik pada perempuan yang mengajarnya.
"Karena kamu masih kecil!" Tyas tak ingin masuk ke dalam suasana romansa yang entah kenapa mulai tercipta di antara mereka, makanya Tyas menepis dengan ketus.
"19 tahun kecil ya?" Rayyan menaikan istrinya agar duduk di tubir kolam keramik bermotif bunga biru abstrak.
Rayyan lantas menarik punggung istrinya, memagut bibir Tyas yang masih diam sambil merenung. Dan itu lekas menyentak Tyas dalam hitungan detik.
"Ray!" Tyas segera menutup mata dengan kedua tangannya ketika Rayyan membuka celana dan mengguyur bagian bawahnya.
Rayyan sengaja melanjutkan membersihkan diri agar cepat selesai. Dia kemudian meraih handuk dan melilitkannya di pinggang.
Rayyan menarik dua tangan Tyas, lalu gadis itu menatap wajah Rayyan yang sudah terlihat maskulin, turun lagi ke dada Rayyan yang meski jernih tapi membuatnya berdebar.
Tyas juga menatap ke bawah, dan handuk yang menutupi bagian itu sedikit membuat Tyas lebih lega. Tapi itu hanya sekejap saja, karena Rayyan mulai memejamkan mata dan memagut kembali bibirnya.
Tyas ingin menolaknya, tapi kenyataannya, keduanya sama- sama dilingkupi dengan rasa yang terus menuntut hal lebih. Tyas bahkan mulai mendesah, ketika saja remasan Rayyan sudah sampai ke dadanya.
Siapa yang rela menepis? Tyas wanita dewasa, sudah 25 tahun, Tyas juga sering tak sengaja menjumpai adegan seperti ini di beberapa judul novel yang dia baca.
Rayyan menurunkan Tyas sambil masih tak mau melepaskan bibirnya. Rayyan juga membuka hijab lembut coklat late milik Tyas.
Kemudian, kembali Tyas diberikan serangan bibirnya bahkan merangsek hingga ke dalam dan menyapu seluruhnya tanpa tersisa.
"Aku menggilai mu Tyas!" Sesekali Tyas terdorong ke dinding. Ruangannya kecil tapi entah lah, mereka bahkan betah berlama- lama setelah tersengat arus gairah.
Resleting di punggung Tyas telah Rayyan turunkan, lalu tak lama kemudian gamis itu pun ikut turun dan terjatuh ke lantai. Tyas sempat mendelik terkejut pada dirinya sendiri, kenapa harus diam saja seperti ini.
Bahkan, dia hanya bergeming ketika Rayyan membuka pengait bra, dan berjongkok ke bawah demi menarik CD miliknya. Polos sudah Tyas di hadapan Rayyan saat ini.
Ada momen, di mana Rayyan terpaku menatap bagian terlarang Tyas dengan tatapan kagum. Dia bahkan menelan saliva yang tiba- tiba terproduksi begitu saja.
Rayyan lantas menarik wanita itu keluar dari kamar mandi, hal yang masih membuat Tyas terpaksa menutup bagian dada dengan sebelah tangan karena malu. Jelas saja, Tyas ini orang yang kesehariannya tertutup.
Akan tetapi, Rayyan justru membawanya ke kamar dalam kondisi tak berbusana. Dan bisa- bisanya Tyas tak protes kali ini.
Ketika sudah sampai kamar, keduanya bahkan langsung saling berciuman meski tak ada yang memberikan aba- aba.
Ruangan yang kecil, hanya di isi satu ranjang queen, dan mereka tak masalah meski terjatuh berdua dalam keadaan bergumul saling berpagut bibir di atas sana.
Derit ranjang itu cukup terdengar, mungkin karena ranjang tersebut terbuat dari besi, dan sedari tadi telinga mereka hanya di isi dengan desah Tyas juga rereyotannya.
Sejenak Rayyan berhenti hanya untuk menatap Tyas sekali lagi. Dari atas hingga bawah, Rayyan memuji keindahan yang dimiliki gadis itu.
Keindahan yang mendesirkan getar aneh, lekukan yang berhasil mencuatkan milik pribadinya. Dan mulus yang membuatnya menjadi manusia paling serakah.
Rayyan tak meminta izin, dia harus masuk karena dia sudah memilikinya. Dia punya hak dan Tyas juga wajib merasakan kenikmatan yang akan dia transfer sekarang juga.
Tyas diam bukan karena takut laknat, tapi karena dia juga mulai penasaran dengan apa yang akan dirasakannya setelah Rayyan masuk menerjang selaput sucinya.
Bahkan karena terlalu terpaku pada hal itu, Tyas baru berdoa setelah Rayyan memberi teguran padanya. Jelas, Rayyan tak mau ada campur tangan setan.
Tyas hanya milik Rayyan, haram bagi siapa pun ikut campur urusannya bersama Tyas termasuk keluarganya. Yah, itu yang ada dalam pikiran pemuda baru gede ini.
"Aku pelan- pelan." Rayyan berkata lirih karena masih fokus pada bagian itu. Sedang Tyas hanya menatap langit -langit kamar sambil menyesuaikan diri dengan rasa anehnya.
Rasa yang tak disangka- sangka begitu sakit, dia bahkan sempat menciut ketika melihat bagaimana ukuran suami yang dia anggap masih bocah.
Cukup alot, tapi bisa walau akhirnya ada drama menitihkan air mata. Rayyan tersenyum, lalu berhenti sebentar untuk mengusap air mata itu.
Tak ada kata apa pun, karena keduanya mulai disibukkan dengan gemuruh. Desah pun kini tergema di kamar kecil itu, yang tentunya di iringi begitu banyak deritan ranjang mereka.
Rayyan mengulas senyum kecil sebab Tyas yang sedari tadi terdiam seperti boneka pasrah, kini mulai meraba dadanya, perutnya, lalu beralih ke pinggang, kemudian meremas punggung hingga terasa nyeri di sana.
Kuku Tyas cukup tajam, mungkin karena Tyas belum sempat memotongnya setelah kemarin gadis itu kedatangan tamu bulanan. Memang pedih punggungnya, tapi entah kenapa Rayyan menjadi suka dengan rasa nyeri itu.
Meremang, melayang, sungguh, aneh tapi rasanya begitu candu. Keduanya amatiran, tapi Rayyan pikir tak perlu menjadi lihai dulu hanya untuk melakukan hal ini.
Sebab sejatinya, hal ini mengalir begitu saja ketika sudah terangsang. Walau tak dipungkiri, sebagai manusia yang bergaul di lingkungan serba modern, tentu saja Rayyan pernah mendapati tontonan berbau mesum.
Lihat, sekarang Rayyan sudah membuat Tyas berteriak teriak lirih di bawahnya. Awalnya seperti ketagihan, tapi mungkin, rasa pedas membuat Tyas menggeleng menyerah.
"Cukup, Rayyan...," rengeknya.
Bagaimana tidak, Rayyan begitu rewel mengaturnya. Bergaya ini, bergaya itu, dan anehnya Tyas menurut saja mencoba hal baru untuk menyenangkan suaminya.
"Panggil Albi baru aku lepas!" Rayyan melakukan negosiasi. Tak ada salahnya Tyas menurut, lagi pula dia ingin segera dilepas.
"Albihhh!" Bukan melepas, pemuda itu justru mempercepat hentakannya.
"Rayyan!" Tyas protes sambil berteriak.
"Hmm?" Rayyan hanya bergumam karena bibirnya baru saja tersumpal pucuk pink istrinya.
"Kamu bilang udah?" Tyas menagih janji, karena sungguh, semakin lama semakin pedihnya terasa pedas.
"Ternyata setelah dipanggil Albi, aku jadi tambah tambah tambah." Rayyan terkikik bagai tak berdosa.
"Hiks!" Namun, perlahan tapi pasti wajah merengek Tyas berubah lemas seperti menikmati sentakan sentakan Rayyan.
"Udah nggak sakit?" Rayyan memastikan dan dijawab anggukkan kepala Tyas. Dan setelah cukup banyak pertimbangan di tengah gempuran senjata Rayyan, Tyas bertanya.
"Boleh aku tahu?"
"Apa?"
Tyas mendesah karena barusan Rayyan mengencangkan dorongannya. "Kamu pernah melakukan ini sama siapa saja?"
banyak yang suka dan menunggu setiap up dr semua cerita mu.
sukses selalu Thor 🙏🏻😍