GURUKU ADALAH CINTAKU, BIDADARI HATIKU, DAN CINTA PERTAMAKU.
******
"Anda mau kan jadi pacar saya?" Seorang pria muda berjongkok, menekuk satu kakinya ke belakang. Dia membawa sekuntum mawar, meraih tangan wanita di hadapannya.
Wanita itu, ehm Gurunya di sekolah hanya diam mematung, terkejut melihat pengungkapan cinta dari muridnya yang terkenal sebagai anak dari pemilik sekolah tempatnya bekerja, juga anak paling populer di sekolah dan di sukai banyak wanita. Pria di hadapannya ini adalah pria dingin, tidak punya teman dan pacar tapi tiba-tiba mengungkapkan cintanya ... sungguh mengejutkan.
"Saya suka sama anda, Bu. Anda mau kan menerima cinta saya?" lagi pria muda itu.
"Tapi saya gurumu, Kae. Saya sudah tua, apa kamu nggak malu punya pacar seperti saya?"
Sang pria pun berdiri, menatap tajam kearah wanita dewasa di hadapannya. "Apa perlu saya belikan anda satu buah pesawat agar anda menerima cinta saya? saya serius Bu, saya tidak main-main,"
"Tapi..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32. Ratu di Hatiku
Tyas terkekeh, menepuk kepala Kaesang dengan gemas. "Hahaha, itu mah pesawat mainan kali bukan pesawat beneran. Kamu mah ada-ada aja," Tyas masih juga tertawa, menganggap lelucon Kaesang terlalu lucu untuk dilewatkan. Kaesang pun ikut tertawa, lalu menjawab dengan santai.
"Hehe, tapi kalau kamu emang mau pesawat beneran, mungkin aku bisa beliin buat kamu, Dear. Aku bakal beliin kamu helikopter sama bandaranya, biar saat kita nikah kita bisa liburan ke berbagai tempat ...
Atau kalau bisa sekarang pun aku pengen beliin kamu pesawat biar kita bisa liburan ke luar negeri. Kamu mau hadiah apa dari aku, nanti aku beliin." Tiba-tiba Kaesang menawarkan Tyas hadiah. Padahal Tyas tidak sedang ulang tahun.
Alis Tyas mengerut, dengan sorot penasaran dia bertanya. "Hadiah? Buat apa? Aku lagi nggak ulang tahun, Yang." Kata Tyas.
Kaesang mengulurkan tangannya, dengan lembut mengelus pipi Tyas yang halus bak kapas. "Emang ngasih hadiah harus saat ulang tahun aja? Kalau bisa mah aku setiap hari pengen ngasih kamu hadiah, Dear ...
Om Daniel aja kata kamu sering ngasih kamu barang-barang kan? Masa aku yang pacar kamu nggak boleh sih ngasih kamu hadiah." Kaesang pura-pura merajuk dengan menarik tangannya yang tengah mengelus pipi Tyas. Bibirnya mengerucut, tangannya terlipat di depan dada. Ia berbalik, membelakangi Tyas.
Tyas, yang tahu Kaesang sedang merajuk, tergelak geli. Baginya, Kaesang yang merajuk seperti itu sungguh menggemaskan. Ia mengulurkan tangan, memeluk Kaesang dari belakang. Tyas menggoda Kaesang dengan mengecvp lehernya.
"Ish, gitu doang kok ngambek sih, Yang," canda Tyas, semakin erat memeluk Kaesang. Selimut yang menyelimuti mereka berdua perlahan merosot ke bawah.
Kaesang masih saja merajuk, tak mau membalikkan badan. Dia malah terus menggeliat, berusaha melepaskan pelukan Tyas.
"Tau ah, kamu nyebelin!" Kata Kaesang. Tyas pun tertawa, dia tak kuasa menahan geli melihat tingkah Kaesang yang menggemaskan.
"Hahaha, yaampun lucu banget sih pacar aku. Jadi gemesss," Alih-alih melepaskan pelukannya, Tyas malah semakin erat memeluk Kaesang. Tak kuasa menahan, Kaesang membalikkan tubuhnya, kini dia dan Tyas saling berhadapan.
Jarak mereka begitu dekat, bahkan Kaesang bisa merasakan hembusan napas Tyas yang hangat di wajahnya.
"Civm, Dear," kata Kaesang, jari telunjuknya menunjuk bibirnya sendiri.
Alis Tyas bertaut, bingung. Mulutnya sedikit terbuka, "Hah? civm?" tanyanya, tak mengerti.
Kaesang yang tidak sabar pun segera menarik Tyas mendekat hingga tubuh mereka bersentvhan. Tiba-tiba jantung keduanya berdetak kencang. Tanpa ragu, Kaesang mendekatkan bibirnya ke bibir Tyas, dan dalam sekejap, ciu-man mereka menyatu. Waktu seakan berhenti, hanya detak jantung dan napas mereka yang terdengar.
Lama mereka larut dalam kelembutan ciu-man itu, hingga akhirnya keduanya melepaskan diri, napas mereka tersengal-sengal dan wajah mereka memerah.
"Yang, kamu beneran nggak mau ... ehm, nyentvh aku? setelah ciu-man ini, kamu nggak ngerasain apapun gitu? kayak misalnya ..." Tyas tidak melanjutkan ucapannya karena ragu. Kaesang yang mengerti ke mana arah pembicaraan Tyas, langsung menyela.
"Aku ngerasain kok. Ada semacam perasaan aneh yang menggebu-gebu dan pengen dituntasin. Tapi aku sebisa mungkin menahan itu, Dear ...
Aku nggak mau melakukannya sebelum waktunya. Aku nggak mau mervsak kamu, tapi kalau kamu memaksa ya, mungkin masih bisa aku pikirin." Kaesang terlihat berpikir. Memang benar ada semacam perasaan aneh yang terus menggerogoti hati dan pikirannya, tapi Kaesang sebisa mungkin menepis itu dan menahannya dalam dalam.
Tyas tersenyum lebar dan memeluk Kaesang. Wajahnya mendongak dan menatap ke arah Kaesang.
"Makasih ya, Yang, kamu baik banget. Andai pacar aku itu bukan kamu mungkin sekarang ini aku udah nggak per4wan lagi. Mungkin aja aku udah h4mil sekarang." Kata Tyas. Kaesang yang tidak suka dengan ucapan Tyas, langsung menempelkan jari telunjuknya ke bibir Tyas.
"Jangan ngomong gitu. Kamu adalah ratu di hatiku, nggak ada seorangpun yang pantas buat menyakiti kamu atau men0dai kamu. Termasuk aku sendiri. Aku udah memegang teguh prinsip kalau aku nggak akan nyentuh pasanganku sebelum kita sah menjadi suami istri ...
Kamu percaya kan sama aku? Kamu nggak akan bosan kan pacaran sama aku?" kata Kaesang terlihat ragu. Tyas yang justru merasa terharu mendengar kata-kata Kaesang segera saja berkaca-kaca. Dia menggeleng pelan. Pelukannya pada tubvh Kaesang semakin erat.
"Aku nggak akan bosan pacaran sama kamu. Ada-ada aja deh pertanyaan kamu. Malah Kamu yang ngomong kayak gitu bikin aku terharu dan semakin cinta sama kamu. Yang, kamu mau langsung tidur?
Besok pagi aku ada mgmp sama guru-guru bahasa Inggris, harus nyiapin beberapa berkas sama materi. Kalau kamu ngantuk, tidur aja duluan, aku masih mau ngurusin ini ...
Tadi aku bawa ransel, isinya buku-buku sama seragam buat besok." Tyas berkata panjang lebar, senyumannya tak lekang di bibir. Kaesang makin jatuh cinta, senyuman Tyas itu seperti candu baginya. Indah, seindah bunga yang mekar di musim semi.
"Aku mau nemenin kamu. Aku nggak bisa biarin kamu ngelakuin semua itu sendirian. Aku bakal nemenin kamu sampai apa yang kamu lakuin itu selesai," balas Kaesang.
Tyas menjawab, keningnya mengerut. "Tapi aku bakal lama loh, Yang. Yang aku siapin dan aku kerjain buat besok itu banyak. Ada sampai beberapa lembar. Mungkin bakal sampai malam. Kamu tidur aja dulu, nggak usah nungguin aku. Nanti kamu ngantuk loh."
Tyas merasa tidak tega melihat Kaesang duduk menunggu dirinya tanpa melakukan apa-apa sampai malam, karena kemungkinan dia akan menyiapkan semua berkas dan materi-materi buat besok ada lama, mungkin sampai larut malam.
Kaesang menggeleng cepat, pandangannya tegas. Keputusannya sudah bulat. "Nggak, aku akan tetap nungguin kamu. Aku juga mau ngerjain pr-pr yang belum aku kerjain. Termasuk PR dari kamu waktu itu. Aku belum ngerjain loh. Kamu ajarin aku ya,"
Kaesang, dengan senyum manis dan wajah yang dibuat seimut mungkin, mendekatkan kedua tangannya ke dada, memohon kepada Tyas untuk mengajarinya. Padahal, dalam hati, dia tahu dirinya bisa melakukannya sendiri.
"Kamu apa-apaan sih, Yang, kamu kan bisa sendiri. Kamu murid paling pintar loh di Genius High School, masa soal gitu aja nggak bisa? Kamu mau modus ya?!" curiga Tyas sembari menyipitkan matanya, jari telunjuknya menunjuk ke wajah Kaesang.
Bibir Kaesang mengerucut, raut wajahnya sedikit cemberut. "Ah, kamu mah jah4t! Nggak mau ngajarin aku," keluhnya, nada suaranya sedikit kesal.
Tyas pun tertawa dan menganggukkan kepalanya berulang kali. "Hahaha, iya-iya Yang, aku ajarin. Apa sih yang nggak buat kamu. Yaudah ayo aku ajarin dulu tugasnya, nanti baru aku kerjain tugas aku."
Tyas dan Kaesang bangun dari tempat tidur. Kaesang menggandeng tangan Tyas menuju meja belajarnya. Di atas meja, ransel Kaesang tergeletak. Ia membukanya, dan dari dalamnya terambil beberapa buku tulis.
Kaesang memberikan salah satu buku tulis itu kepada Tyas dan membukanya. "Ini tuh aku masih nggak ngerti, Dear. Maksudnya apa, kamu jelasin ya," pinta Kaesang. Tyas pun menghela nafas panjang dan menganggukkan kepalanya.
"Ayo, aku jelasin pelan-pelan. Kamu duduk dulu," Kaesang duduk di kursi belajarnya, Tyas menyalakan lampu meja, dan jari-jarinya menunjuk beberapa kalimat di buku Kaesang. Dengan sabar, Tyas menjelaskan tugas-tugas itu.
Namun, alih-alih fokus pada penjelasan Tyas, mata Kaesang justru tertuju pada wanita itu. Senyum jahil terukir di bibirnya. Tyas menyadari tatapan itu dan menoleh ke arah Kaesang. Sontak, Kaesang merasa grogi dan buru-buru memalingkan wajahnya ke arah buku.
"Kamu kok malah mandangin aku sih, Yang? Katanya minta aku ajarin kamu," Tyas merasa jika Kaesang hanya sedang menggodanya saja. Tyas mengerutkan keningnya kesal.
Kaesang terkekeh kecil. "Maaf, Yang, habisnya kamu cantik banget sih, bikin aku salfok. Ehm, kamu selesaiin tugas kamu aja deh, aku bakal kerjain sendiri ...
Nanti kalau kamu ngajarin aku dulu tugas-tugas kamu nggak selesai-selesai. Aku nggak mau kamu begadang. Kamu selesaiin tugas kamu aja ya. Kamu duduk sini," Kaesang bangkit berdiri dan meminta Tyas untuk duduk di kursi tempatnya duduk tadi.
"Ah, nggak usah, aku bisa kerjain di sofa kok atau di ranjang, kamu duduk aja, kerjain tugas kamu ya." Tyas hendak membalikkan badannya dan mengambil ranselnya yang ada di bawah ranjang, tapi Kaesang menarik tangan Tyas, menghentikan niat Tyas yang hendak berbalik.
Kaesang langsung menarik Tyas untuk duduk di kursi tempatnya duduk tadi, lalu mengambil ransel Tyas dan menyerahkannya padanya.
"Kamu duduk di sini, kerjain tugas kamu. Aku bakal ngerjain tugas aku di sofa." Kaesang pun mengambil ranselnya dan membawanya ke sofa yang ada di sisi lain di sebelah ranjang. Dari sofa Kaesang masih bisa memantau Tyas, meskipun agak jauh.
Tyas menghela nafas, menggelengkan kepalanya. "Tyas-Tyas, kamu dulu mimpi apa sih sampai bisa pacaran sama muridmu gini? Mana muridmu kelihatan bucin banget lagi, ganteng ...
Ya meskipun kamu sendiri juga bucin banget sih sama dia." ucap Tyas di dalam hati, tawa mengembang di bibir. Dia tak henti-hentinya menertawakan dirinya sendiri, menikmati perasaan absurd ini. Pacaran dengan muridnya sendiri? Bahkan mencintainya? Rasanya seperti mimpi.
Tyas menoleh ke arah Kaesang. Di sofa Kaesang sedang sibuk mengerjakan tugasnya. Perlahan senyum tipis mengembang di bibirnya. Dia memalingkan wajahnya ke arah buku-bukunya dan kembali mengerjakan tugasnya.
Malam semakin larut, mendekati tengah malam. Tyas dan Kaesang akhirnya menyelesaikan tugas mereka masing-masing. Mgmp besok dan PR sudah terselesaikan. Mereka berdua beriringan menuju ranjang, lalu merebahkan diri mereka di sana.
"Kamu ngantuk, Dear?" tanya Kaesang sembari menarik selimut lebih tinggi hingga menutupi dirinya dan Tyas. Dia menoleh ke arah Tyas, tapi perempuan itu tidur dengan punggung menghadapnya.
"Hmm, mataku udah kayak lem nih," gumam Tyas, tanpa menoleh ke arah Kaesang. "Kamu udah ngantuk juga?"
Kaesang mengangguk. "Iya, udah malem banget. Tidur yuk. Semoga besok kita nggak kesiangan."
Tyas tak menjawab, hanya terdengar dengkuran halus dari bibirnya. Rupanya, dia sudah tertidur. Kaesang tersenyum, lalu menyusulnya ke alam mimpi.
Bersambung ...