Sekar ayu terpaksa harus jadi pengantin menggantikan kakaknya Rara Sita yang tak bertanggung jawab.Memilih kabur karena takut hidup miskin karena menikahi lelaki bernama Bara Hadi yang hanya buruh pabrik garmen biasa.
Namun semua kenyataan merubah segalanya setelah pernikahan terjadi?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shania Nurhasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB TIGA PULUH DUA
Pagi menjelang, matahari mulai terbit, burung-burung berkicau berterbangan, juga embun pagi menetes membasahi rumput luas. Sekar tersenyum bahagia dalam tidurnya, Bara yang di sebelah istrinya terus memandangi wajahnya. Karena saking gemesnya, ia memberikan ciuman yang bertubi-tubi di pipi. Membuat Sekar yang tertidur langsung terbangun dengan bibir cemberut, karena kegelian mengenai bulu halus di wajah sang suami yang belum dicukur. Lalu netra matanya memandang suaminya kesal.
"Mas! jangan ganggu aku tidur," Sekar menepis tangan Bara dipundaknya.
"Bangun, Sekar. Udah pagi," tutur Bara dengan berbisik, Sekar langsung membuka mata.
Lalu ia pandangi jam mahal yang tergantung di dinding kamar mereka, seketika mata Sekar melotot kaget.
seketika Sekar beranjak bangun yang ditahan suaminya, dengan mencekal pergelangan tangannya.
''Kenapa sih, mas? Aku mau ke kamar mandi, udah kesiangan," protes Sekar, mengerutkan alisnya bingung.
Bara lalu menunjukan kearah bagian tubuh Sekar yang melorot. Buru-buru Sekar membetulkannya karena takut suaminya menerkamnya lagi. Sebenernya sejak subuh, setelah melaksanakan sholat Sekar sudah mandi besar, hanya saja suami minta ditemani tidur.
"Tenang aja gak masalah, lagi pula siapa yang akan marah kalau kamu di sini bukan rumah ibumu, Sekar. Yang selalu komplain kalau kamu telat bangun pasti langsung teriak,"
Ucapan Bara membuat Sekar teringat dengan ibunya, tentang pesan semalam membuat wajahnya menjadi murung seketika. Demi mengalihkan perhatian Sekar, rasanya ingin membeli jajanan pasar. Sepertinya enak menggugah selera yang mendadak ingin jajanan tradisional.
"Sekar, ngapain malah melamun?"
"Kayaknya aku mau ke pasar deh, mas," ucapnya penuh semangat dan binar harap.
Bara mengangkat alisnya bertanya,"ngapain kepasaran? gak biasanya. Kenapa harus di pasar, sih? Memangnya nggak bisa di supermarket biar higienis."
"Tapi aku maunya di sana, mas," jawab Sekar murung.
"Aduh, kamu kayak orang ngidam saja. Pengen yang aneh-aneh,"
"Mas, gak mau antar aku kesana?,"
"Hmm.... gimana ya," ucap Bara melirik Sekar," ya udah aku anterin kesana. Tapi memangnya masih buka jam segini?" tanyanya, sambil melirik jam yang menunjukan angka sembilan juga bibir Sekar yang mulai turun.
"Berarti mau ya, mas. Yes akhirnya jajan pasar- jajan pasar" Sekar langsung terburu-buru ke kamar mandi untuk bersiap-siap, menyeret selimut yang membungkus tubuhnya.
Bara yang melihat itu, hanya menggelengkan kepala merasa lucu dengan tingkah istrinya seperti bocah diberi permen bahagia bukan main.
Disinilah mereka sekarang di depan pasar, yang terlihat masih ramai pengunjung untuk berbelanja. Walaupun sedikit becek tak menyurutkan keinginannya untuk membeli yang diinginkan, meskipun selalu mendapatkan banyak protes dari suaminya seperti sekarang.
"Sekar, kita ke supermarket terdekat aja. Daripada disini gak higenis," rayunya.
Sekar memutar bola matanya jengah, untungnya tak dilihat Bara karena ia jalan didepan," Mas! Udah berapa kali aku bilang gak papa, lagian aku suka kok makanan pasar enak-enak,"
"Enak, sih enak," Bara lalu melihat sepatu yang dipakainya terkena lumpur sedikit, membuat ia mengernyit jijik.
"Ya elah, mas. Itu cuman sedikit, lagian masa cuman kena kotor mukanya gitu. Gak enak loh dilihat orang, masa kamu udah pernah tinggal dikampung kotor sedikit ya wajar," tutur Sekar, melihat tingkah Bara yang begitu aneh.
"Beda, kamu lihat disini banyak sampah bertebaran jadi agak takut juga bikin masalah kesehatan," ucap Bara, melihat sekeliling.
"Tenang aja, nanti juga dibersihin kok sama petugas kalau udah gak banyak orang,"
Ketika telah sampai didekat pedagang jajanan pasar, Sekar langsung menarik tangan suaminya untuk menuju kesana.
"Bu, masih ada klepon sama kue cucurnya?" tanya Sekar kepada pedagang.
"Masih ada neng, mau beli berapa?"
"Beli dua puluh ribu aja, Bu"
"Suka kue cucur juga, ya. Kok bisa samaan gitu sama ibu," ucap seorang wanita paruh baya yang baru datang, lalu mereka saling melirik terpaku terkejut. Melihat wajah yang serupa hanya berbeda generasi saja.
Sekar tak mampu mengalihkan pandangan, entah mengapa perasaannya berdebar tak karuan," Bu, kita kayak anak kembar ya mukanya mirip," ucapnya tersenyum, dengan hati kacau.
Wanita tersebut terus melihat ke arah Sekar, berusaha mengingat wajah familiar. Namun tetap tidak bisa mengingat apapun, Tapi entah mengapa seolah ia merasa perasaan tak asing. Ia hanya berkata lirih sambil tersenyum kecil," iya....katanya kan di dunia punya tujuh kembaran."
Sekar ingin berbicara lebih jauh, lelaki yang bersama wanita itu mendekat," ma, kenapa lama? ini kenapa malah nangis," tanyanya melihat wajah istrinya berkaca.
Sang istri yang tak sadar air matanya turun, segera menghapusnya,"Maaf, pah. Gak tau kenapa mama pingin nangis tiba-tiba, apalagi lihat wajah gadis ini mirip sama mama." ucapnya sambil matanya terus melihat ke arah Sekar.
Pria itu ikut menoleh melihat Sekar, lalu tersenyum sopan," oh, maafkan istri saya, kalau buat tak nyaman. Dia sudah lama mengalami hilang ingatan sebagian, menyebabkan ia sering bingung seperti sekarang."
Sekar terkejut mendengar ucapan tersebut," istri anda pernah kecelakaan? Apa... namanya
Rita?" tanyanya pelan, tampa sadar menyebut nama yang terlintas dipikirannya.
Wanita itu ikut terkejut," mengapa kamu bisa tau nama saya," tanyanya, entah kenapa ada rasa haru menyusup dihatinya.
Sekar tidak tau kenapa? asal menyebut nama itu, namun jantungnya berdetak kencang tiba-tiba. Seperti sesuatu yang hilang dari dirinya kembali muncul dipermukaan.
Sebelum Sekar bertanya lagi lebih jauh, Bara yang tadi terlihat menelpon segera mencekal tangan istrinya. Untuk mengajaknya pergi karena opa sudah menyuruh mereka pulang ke rumah," sayang, opa minta kita pulang. Udah kan belanjaannya,"
"Udah, mas. Sekarang kita pulang, kalau begitu," jawab Sekar kepada sang suami, takut juga terjadi sesuatu sama opa yang sendirian dirumah. Meskipun banyak pekerja disana, tetap saja Bara juga dirinya harus menjaga opa sebaik mungkin. Menghindari kejadian yang tak diinginkan.
Sekar lalu menoleh kepada wanita paruh baya tadi," ibu saya permisi pulang dulu, semoga lain kali kita bertemu lagi," ucapnya dengan perasaan rumit.
"Iya, nak. Silahkan kalau begitu," jawabnya sambil tersenyum, arah matanya memperhatikan Sekar yang terus berjalan menjauh meninggalkan tempat yang dia pijak.
Sang suami mengikuti arah pandang istrinya," kok malah lihat mereka terus?"
"Gak tau, pah. Kok aku ngerasa berat lihat mereka pergi,"
"Itu cuman perasaan kamu aja. Mana mungkin kamu kenal, kita juga 'kan baru lihat mereka."
"Iya juga ya, pah,"
Pria itu lalu merangkul pundak istrinya,"sekarang mending kita lanjut belanja aja, tadi katanya kamu mau jajan jajanan tradisional, kok malah ngobrol."
"Ini juga lagi milih-milih kali, pah. Papah mau yang mana kue cucur atau cenil ini? Atau beli semuanya aja,"
"Beli aja kalau gitu semuanya,"
Hari itu, dipasar ramai akankah merubah kehidupan Sekar?
paksa hancurkan pernikahan anaknya..