Hanya karena dipuji ketampanannya oleh seorang wanita, Miko justru menjadi target perundungan sang penguasa kampus dan teman-temannya.
Awalnya Miko memilih diam dan mengalah. Namun lama-kelamaan Miko semakin muak dan memilih menyerang balik sang penguasa kampus.
Namun, siapa sangka, akibat dari keberanian melawan penguasa kampus, Miko justru menemukan sebuah fakta tentang dirinya. Setelah fakta itu terungkap, kehidupan Miko pun berubah dan dia harus menghadapi berbagai masalah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Rumah Orang Tua Seruni
Miko terdiam. Otaknya mencerna setiap kata yang keluar dari mulut sepasang suami istri, yang masih ada hubungan darah dengannya.
Jujur, seandainya tidak teringat akan ibunya, Miko juga sebenarnya kecewa pada sepasang suami istri tersebut, yang tak lain adalah orang tua dari Ibunya.
Miko kecewa dengan tindakan mereka yang telah mengusir sang ibu. Namun, Miko tidak mau mengeluarkan suara kecewanya karena keadaanlah yang membuat Miko harus menahan diri.
"Lalu, dimana rumah perempuan bernama Narsih?" tanya Miko. "Apa dia masih bekerja di rumah Renata?"
"Masih," jawab Surya. "Apa kamu mau menemuinya?"
"Harus," jawab Miko tegas. "Aku harus menemui wanita itu."
"Ayok, aku tunjukkan rumahnya," ucap Sukma.
Di saat bersamaan, Abas kembali masuk, "Ayah, ada tamu."
"Siapa?" tanya Surya.
Abas menoleh ke arah luar. "Silahkan masuk," ucap Abas.
Sang tamu mengangguk dan dia segera masuk.
"Ayah!" Miko terkejut begitu melihat sosok tamunya. Begitu juga dengan Surya dan Sukma.
William tersenyum lalu melangkah. "Selamat malam, Ibu, Bapak," sapa William sembari mengajak kedua orang tua itu berjabat tangan.
"Silahkan duduk, Tuan," ucap Sukma agak gugup. "Abas, tolong, buatkan Minum. Abas mengiyakan dan dia segera melangkah menuju dapur.
Sedangkan William, mendaratkan pantatnya pada kursi yang hanya cukup untuk satu orang.
"Kamu di sini sudah lama?" tanya William pada anaknya.
"Belum lama ini, Yah," jawab Miko.
"Maaf, Tuan, rumah kami sangat berantakan," ucap Sukma sembari membereskan meja yang sebenarnya sudah cukup rapi.
"Nggak apa-apa, Bu, nggak perlu sungkan," William tahu, kedua orang tua Seruni gugup dengan kedatangannya. "Maaf, jika saya datang ke sini secara tiba-tiba, karena saya ada perlu yang harus saya sampaikan pada Bapak dan ibu."
"Ada perlu apa ya, Tuan?" tanya Surya agak panik.
"Jangan panggil saya, Tuan, Pak, panggil saja saya William."
Surya mengangguk pelan sembari tersenyum canggung.
"Kedatangan saya ke sini, saya mau minta maaf kepada Ibu dan Bapak, atas perbuatan saya pada anak kalian. Maaf. Karena kebodohan saya, Seruni menjadi korban orang-orang licik termasuk Renata."
Surya menunduk, sedangkan Sukma kembali terisak. Miko sendiri juga bingung, harus bereaksi seperti apa.
"Selain itu, saya ke sini juga, mau meminta restu dan sekaligus melamar anak Ibu dan Bapak, untuk menjadi istri saya."
Surya mendongak, menatap pria gagah bermata biru gelap. "Apa Seruni yang memintamu datang ke sini?"
William menggeleng sembari tersenyum. "Tidak. Saya ke sini atas dasar inisiatif saya sendiri," jawab William. "Saya sangat berharap Ibu sama Bapak menerima lamaran saya dan bisa menghadiri pernikahan kami, yang akan diadakan beberapa hari lagi."
Kedua orang tua Seruni menatap lekat William.
"Apa Seruni tidak ingin menemui kami?" tanya Sukma.
"Bukan tidak ingin," bantah William lembut. "Seruni hanya belum siap bertemu Ibu sama Bapak. Tapi dia tidak marah. Bagi Seruni, yang penting kalian baik-baik saja, Seruni sudah cukup senang mendengarnya."
Airmata Sukma kembali menderas. Sedangkan Surya sama sekali tidak berkata apa-apa. Mata laki-laki itu memerah, menandakan kalau Surya sedang menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Katakan pada Mbak Runi, Ibu sama Ayah baik-baik saja," ucap Abas yang baru saja datang dari arah dapur. "Kalau boleh tahu, dimana Mbak Runi sekarang?"
"Seruni di rumah saya, apa kalian ingin bertemu?" balas William.
Abas mengangguk. "Kalau Anda mengijinkan, bolehkah kami ingin berkunjung ke rumah anda?"
"Tentu, silahkan. Kalian bisa datang kapan saja," jawab William sumringah.
"Baiklah, terima kasih," balas Abas.
Mereka pun terlibat obrolan ringan hingga suasana haru berubah menjadi penuh kehangatan.
Meski Miko sendiri masih begitu canggung, tapi dia bisa sedikit berbaur berkat William dan Abas.
Karena merasa sudah cukup lama berada di rumah itu, William dan Miko akhirnya memilih pamit. Sebenarnya Surya dan Sukma agak keberatan karena mereka masih ingin berbincang dengan Miko. Namun, mereka memilih mengalah, karena mereka sadar, Miko butuh waktu untuk menerima mereka sebagai bagian dari keluarganya.
"Kamu sudah makan belum, Mik?" tanya William kala dia dan anaknya sudah berada di dalam mobil.
William memutuskan pulang satu mobil bersama anaknya dan meminta sang supir pulang terlebih dahulu.
"Belum, Yah," jawab Miko. "Aku tadi habis latihan nyetir terus langsung mampir ke rumah Ibu."
"Ya udah, kita cari restoran," balas William. "Kasih tahu orang rumah, malam ini kita telat pulang."
Miko mengiyakan dan dia segera merogoh saku, dimana anak muda itu meletakkan ponselnya.
"Yah, Ayah kenal yang namanya Narsih?" tanya Miko setelah urusan dengan ponselnya selesai.
Kening William agak berkerut dan dia sejenak menatap anaknya. "Narsih? Narsih siapa?"
"Katanya, pembantu yang bekerja di rumahnya orang tua istri Ayah."
William seketika perpikir. "Ayah nggak tahu. Lagian Ayah jarang banget ke rumah mereka. Kenapa emangnya?"
William tercenung beberapa saat, lalu dia menceritakan semua informasi yang dia tahu dari orang tua Seruni.
"Owalah," William agak terkejut. "Foto yang kemarin Ayah tunjukan pas konferensi pers itu. Kenapa emangnya? Apa kamu ingin memberi pelajaran?"
"Niatanya sih gitu, Yah," balas Miko. "Setidaknya, aku pengin melihat dia hidup tak tenang. Kalau kasusnya seperti itu, bisa dipidanakan nggak sih, Yah?"
"Bisa," balas William. "Kan itu sama saja pencemaran nama baik. Kamu ingin menangkapnya?"
Miko mengangguk. "Tapi sebelum itu, aku ingin menemuinya, Yah, karena ternayta Narsih itu masih saudara dengan orang tuanya Ibu."
"Astaga... kamu serius, Mik?" terlihat, Miko kembali mengangguk. "Kok pada tega banget bersengkongkol kaya gitu sih?"
"Namanya juga demi harta, Yah," balas Miko. "Aku juga tadi sebenarnya ingin menemui Narsih terlebih dahulu sebelum Ayah datang."
"Ya udah, kalau kamu sudah tahu alamatnya, kamu buru aja di rumahnya."
"Ayah sendiri gimana? Sudah menghukum orang-orang itu belum?"
William sontak menyeringai. "Kamu tidak perlu khawatir. Ayah yakin, mereka pasti sedang merencanakan sesuatu untuk menyerang Ayah. Sepertinya mereka lupa, kalau mereka sedang berhadapan dengan siapa."
Kening Miko agak berkerut. Namun dia tidak mengatakan apapun.
Sementara itu di tempat lain.
"Apa? William menolak usulan kita? Kok bisa, Dad?" seorang wanita nampak terkejut begitu mendengar informasi dari suaminya.
"Daddy juga nggak tahu Mih. Daddy juga kesal, berani-beraninya dia menolak menjodohkan anaknya dengan anak kita," balas sang Daddy nampak begitu kesal.
"Ini nggak bisa dibiarkan, Dad. Bisa-bisa perut Micela keburu besar kalau tidak secepatnya dinikahkan dengan anaknya William."
"Mommy tenang saja," tiba-tiba ada suara lain diantara sepasang suami istri tersebut. Mereka pun menoleh dan melihat si pemilik suara sedang mendekat.
"Seisi kampus akan aku buat percaya kalau aku dijodohkan sama Miko, dan tentunya ada rencana lain yang akan aku lakukan," ucap Micela penuh rasa percaya diri.
berarti cerita ini konyol...😄😄😄
anak penguasa dengan banyak bodyguard kok bisa lepas pengawalan...😄😄😄
konyol...😄😄😄
lanjut thor 🙏