Sebagai seorang wanita yang sudah kehilangan rahimnya, dia tetap tegar menjalani hidup walau terkadang hinaan menerpanya.
Diam-diam suaminya menikah lagi karena menginginkan seorang anak, membuat ia meminta cerai karena sudah merasa dikhianati bagaimanapun dia seorang wanjta yang tidak ingin berbagi cinta dan suami.
Pertemuannya dengan seorang anak kecil membuat harinya dipenuhi senyuman, tapi ia juga dilema karena anak itu meminta ia menjadi ibunya itu berarti dia harus menikah dengan Papa dari anak itu.
Akankah Yasna menerima permintaan anak kecil itu atau kembali kepada mantan suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Di danau
Drtt drtt drtt
"Assalamualaikum, hallo Na, lo kemana saja sih? dari tadi gue hubungin lo nggak diangkat-angkat," gerutu Fazilah, namun yang dipanggil hanya diam saja.
"Na, Yasna!" panggil Fazilah lagi, namun ia terkejut ternyata yang mengangkat bukanlah Yasna.
"Yasna tidak ada, dia ada di rumah Ibu," jawab Zahran.
Tut
Tanpa mendengar perkataan Zahran lebih lanjut Fazilah memutuskan panggilan secara sepihak, segera ia menghubungi Ibu Alina dan ternyata benar Yasna ada bersama Ibunya di toko kue, Fazilah pun segera menemui sahabatnya itu.
*****
Yasna membantu pegawai melayani para pembeli, hingga seseorang datang menyapanya.
"Mbak kue buat hati bahagia ada nggak?" tanya seseorang yang baru datang.
"Ah kamu bisa saja," sahut Yasna.
"Habis dari tadi ngelamun mulu," ucap Fazilah.
Orang yang baru saja datang memanglah Fazilah, setelah tahu Yasna ada di toko kue, segera ia datang karena dia masih libur bekerja.
"Na, jalan-jalan yuk!" ajak Fazilah.
"Mau kemana? Aku lagi malas kemana-mana," sahut Yasna.
"Pergi saja ke Mall, beli baju buat kamu," sela Alina yang baru keluar.
"Boleh, beli apapun terserah kamu," ucap Fazilah.
"Beli baju saja, baju kamu di rumah kan dikit Na," saran Alina.
"Ya udah deh, yuk Fa!" ajak Yasna.
"Na, kamu pakai ini saja," ucap Alina sambil memberikan sebuah kartu ATM.
"Nggak usah Bu, Yasna juga cuma jalan-jalan saja," tolak Yasna.
"Memang kartu kredit lo kemana?" tanya Fazilah.
"Boro-boro bawa kartu kredit, baju saja dia bawa yang menempel dibadan doang," celetuk Alina.
"Bu!" seru Yasna.
Alina hanya mendengus melihat sang anak yang masih saja membela keluarga itu.
"Baiklah Bu, kami berangkat dulu," pamit Fazilah, karena tahu bahwa Alina tidak menyukai keluarga Zahran, dalam hati Fazilah bertanya, apakah Alina sudah tahu tentang perselingkuhan Zahran? Dari mana Alina tahu? Karena setahu Fazilah, Yasna bukan tipe orang yang suka mengadu, nanti saja Fazilah tanyakan pada Yasna.
"Iya, kalian hati-hati, pokoknya kamu bawa saja ini," ucap Alina bersikeras.
"Nggak usah Bu!" tolak Yasna.
"Bu, Ibu meragukan aku? Dulu Yasna yang selalu mentraktir dan membelanjakanku, sekarang gantian dong Bu, kapan lagi Fazilah bisa sombong didepan Yasna," ujar Fazilah dengan gaya sombongnya, yang mendapat pukulan dari Yasna.
"kamu ini ada-ada saja," ucap Alina.
"Udah Bu, nggak usah dengerin dia, kami berangkat dulu, Assalamualaikum," pamit Yasna sambil mencium punggung tangan Alina diikuti Fazilah.
"Waalaikumsalam," sahut Alina.
Mereka pergi menggunakan mobil Fazilah, Yasna diam memandangi jalanan yang ramai.
"Na, kita kemana?" tanya Fazilah.
"Ke Danau saja," jawab Yasna.
"Tadi kan Ibu suruh kita beli baju," sahut Fazilah.
"Beli di distro saja nanti," ucap Yasna.
"Baiklah," jawab Fazilah, ia mengerti jika Yasna butuh ketenangan.
Tak menunggu lama mereka telah sampai, Yasna duduk diatas rerumputan ditepi danau, tempat Favorit mereka berdua.
"Na, kok Ibu bisa tahu?" tanya Fazilah memecah keheningan.
"Kemarin Ibu sama Ayah datang ke rumah dan melihat semuanya, termasuk wanita itu juga ada di sana," jawab Yasna.
"Hah, yang bener? Kenapa gue nggak ke sana juga kemarin, tangan gue dari kemarin udah gatel pengen bejek-bejek tuh pelakor, tapi kok bisa pas Ibu kesana ada tuh cewek?" tanya Fazilah.
Yasna pun menceritakan semua kejadian kemarin pada Fazilah, Fazilah terkejut mendengarnya, ternyata semua orang di sekitar Yasna tahu tentang pernikahan kedua Zahran, sungguh miris hidup Yasna karena merasa dibohongi oleh semua orang.
"Aku merasa jadi orang yang paling bodoh Fa, mereka mengurungku dengan dalih untuk kebaikanku, ternyata itu hanya kedok untuk menutupi kesalahan suamiku, aahh aku nggak tahu itu kesalahannya atau kesalahanku," ujar Yasna.
"Maksudmu apa? Tentu saja itu kesalahannya bukan kesalahanmu," ucap Fazilah.
"Dia menikah lagi karena aku nggak bisa ngasih anak buat dia Fa," sela Yasna dengan mata berkaca-kaca.
"Bukan berarti dia harus mengkhianati kamu, kalau dia benar ingin memiliki anak kandung seharusnya dia meminta izin lebih dulu sama lo buat nikah lagi, gue memang bukan ahlinya surga tapi gue jelas tahu poligami yang benar harus seizin istri pertama terlepas istrinya itu setuju atau tidak bisa dibicarakan bersama," ujar Fazilah.
"Kalau kamu ada diposisi aku, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Yasna tanpa menatap Fazilah.
"Lo nyumpahin gue dipoligami?" tanya balik Fazilah.
"Kenapa jadi kamu yang sensian? Kalau nggak mau jawab ya sudah," ucap Yasna ketus.
"Lo juga sama sensinya," sela Fazilah, mereka pun tertawa bersama karena memang seperti itulah mereka tak pernah ada rasa sakit hati ataupun tersinggung.
"Yang nggak gue habis pikir, Zahran kenapa bisa sampai nampar lo? Lo selama ini nggak pernah dapat kekerasan kan dari dia?" tanya Fazilah.
"Ya nggak lah, aku juga sama terkejutnya, itu pertama kalinya Abang mukul aku, tapi aku juga salah sih sudah mengatakan sesuatu yang tak seharusnya," ucap Yasna.
"Abang! Ck, lo masih aja panggil dia semesra itu," cibir Fazilah.
"Bagaimanapun dia masih suami gue," sahut Yasna.
"Terus langkah apa yang akan lo ambil?" tanya Fazilah.
"Aku masih belum memastikannya, banyak yang harus aku pikirkan," jawab Yasna.
"Apapun keputusan lo, gue pasti dukung," ucap Fazilah.
"Harus lah kamu harus selalu ada disampingku, cup," ucap Yasna sambil memeluk Fazilah dan mencium pipinya.
"Iiuuu nggak mau gue, gue masih doyan brondong," pekik Fazilah dengan menjauhkan wajahnya.
"Otak kamu ini isinya brondong aja," cibir Yasna.
"Biarin," sahut Fazilah.
Yasna senang memiliki sahabat seperti Fazilah yang selalu ada untuknya, meski terkadang Fazilah harus tinggal diluar kota dalam beberapa bulan karena tuntutan pekerjaan tapi mereka tak pernah putus komunikasi.
"Fa, kamu denger nggak ada suara orang nangis?" tanya Yasna.
"Ah, lo mau nakutin gue? Nggak mempan ini masih siang," jawab Fazilah.
"Aku serius juga, dengerin deh," ucap Yasna.
Mereka pun diam mendengarkan dengan seksama dan ternyata benar ada seseorang yang menangis dibalik pohon yang ada dibelakang mereka.
"Anak kecil Na," ucap Fazilah setelah melihat siapa yang menangis.
"Sayang, kenapa nangis?" tanya Yasna.
"Papa jahat," adu seorang anak kecil.
"Jahat kenapa?" tanya Yasna.
"Papa udah bohong sama Alin," jawab anak itu.
"Nama kamu Alin?" tanya Yasna.
"Ahlin," kilah anak itu.
"Ahlin?" tanya Yasna memastikan.
"Aahliinn," tekan anak itu.
"Ohh iya iya," sahut Yasna terpaksa.
'Anak ini bikin kesel sekaligus gemas,' batin Yasna tersenyum.
"Papa bohongin kamu apa?" tanya Yasna.
Belum anak itu menjawab, ada seseorang yang memanggilnya.
"Afriinn... Afriiinn...," teriak orang tersebut.
"Oma," teriak anak kecil yang ternyata bernama Afrin.
'Ternyata namanya Afrin, pantas dia nggak bisa nyebutinnya,' batin Yasna terkikik geli.
.
.
.
.
.