Aksa harus menelan pil pahit saat istrinya, Grace meninggal setelah melahirkan putri mereka. Beberapa tahun telah berlalu, tetapi Aksa masih tidak bisa melupakan sosok Grace.
Ketika Alice semakin bertumbuh, Aksa menyadari bahwa sang anak membutuhkan sosok ibu. Pada saat yang sama, kedua keluarga juga menuntut Aksa mencarikan ibu bagi Alice.
Hal ini membuat dia kebingungan. Sampai akhirnya, Aksa hanya memiliki satu pilihan, yaitu menikahi Gendhis, adik dari Grace yang membuatnya turun ranjang.
"Aku Menikahimu demi Alice. Jangan berharap lebih, Gendhis."~ Aksa
HARAP BACA SETIAP UPDATE. JANGAN MENUMPUK BAB. TERIMA KASIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Lima Belas
"Ternyata Mas Aksa jauh lebih ganteng jika tersenyum begitu," ucap Ghendis.
Ucapan gadis itu membuat senyum Aksa langsung hilang. Ghendis menutup mulutnya menyadari ucapannya.
Ghendis langsung menunduk dan melanjutkan makan buah yang ada di hadapannya. Dia tak berani memandang Aksa lagi. Takut pria itu marah mendengar ucapannya tadi.
Setelah makan, gadis itu masuk ke kamar mandi. Dia memukul dahinya.
"Apa-apaan sih kamu, Ghendis? Kamu jangan sok akrab. Dia bukan Dicky yang bisa kamu ajak becanda," gumam Ghendis pada dirinya sendiri.
Setelah menggosok gigi dan membasuh wajahnya, Ghendis lalu keluar dari kamar mandi. Dia ingin mengambil tasnya.
"Mas, aku mau anu ...," ucap Ghendis gugup. Tas dia berada di kursi yang Aksa duduki.
"Mau anu, anu apa?" tanya Aksa dengan suara penuh tanda tanya. Dia tak mengerti apa maksud gadis itu.
"Itu, Mas ...," tunjuk Ghendis ke arah kursi. Tapi Aksa yang salah mengartikan mengira Ghendis menunjuk ke arah Jerry miliknya. Dia langsung menutup aset berharga miliknya. Hal itu tentu membuat gadis itu malu. Dia bukan menunjuk milik kakak iparnya itu tapi tas miliknya yang berada di belakang pria itu.
"Jangan main-main kamu, Ghendis," balas Aksa.
"Mas, aku ingin mengambil tas aku yang kamu duduki," ucap Ghendis akhirnya.
Aksa baru menyadari jika dia menduduki tas gadis itu. Dia lalu berdiri dan memberikan pada Ghendis. Keduanya jadi malu karena salah menduga.
Ghendis meraih tasnya dari tangan Aksa. Dia mendekati pria itu dan berbisik. "Makanya jangan berpikir ngeres. Kelamaan nganggur sih, jadi pengen'kan," ucap Ghendis sambil tersenyum.
Mendengar ucapan Ghendis, Aksa mengepalkan tangannya. Menahan emosi. Dia tak percaya jika gadis itu berani meledeknya.
Ghendis duduk di sofa dengan mengangkat sebelah kakinya sehingga kembali pahanya terekspos. Gadis itu tak menyadari jika pandangan mata Aksa tak berkedip ke arahnya.
Setelah berdandan, dia berdiri dihadapan Aksa. Tubuhnya menyebarkan bau wangi bunga yang lembut.
"Aku duduk di mana?" tanya Ghendis. Kursi yang dia tempati tadi, saat ini di duduki Aksa. Pria itu terdiam, tampak berpikir. Dia lalu berdiri dan mengambil satu kursi dan meletakan di samping kursi kebesarannya.
"Duduk di sini!" ucap Aksa menunjuk kursi itu.
Ghendis memandangi kursi itu dengan mata melotot. Dia harus duduk di samping es kutup utara itu. Apa bisa konsentrasi jika berdekatan begitu? Pikir Ghendis dalam hatinya.
Ghendis membuka kembali laporan keuangan itu hingga dia melupakan kehadiran Aksa di sampingnya. Gadis itu tampak serius mengerjakan semuanya. Begitu juga dengan Aksa, dia juga sibuk dengan berkasnya.
Saat Aksa selesai mengerjakan semua, dia merasa lelah. Mencoba memejamkan mata dengan tidur duduk saja.
Hingga jam lima sore, separuh dari laporan telah di selesaikan Ghendis. Dia melihat ke arah Aksa. Pria itu tampak terlelap. Dia lalu membereskan semua berkas. Setelah meja rapi, gadjs itu mendekati Aksa. Membangunkan pria itu.
"Mas, bangun ...!" ucap Ghendis sambil mengguncang lengan Aksa dengan pelan.
Cukup lama dia mencoba membangunkan, tapi tak berhasil. Ghendis lalu mendekati wajahnya ke telinga pria itu untuk mengagetkannya. Namun, belum sempat dia bersuara, Aksa membuka matanya sehingga wajah mereka begitu dekat. Mata mereka bertemu dan saling menatap tanpa kedip. Beberapa saat mereka terdiam dan akhirnya tersadar.
Ghendis menegakkan kepala. Dan mengalihkan pandangan ke tempat lain.
"Sudah jam lima, Mas. Apa kita bisa pulang sekarang?" tanya Ghendis untuk menghilangkan kegugupan.
Aksa berdiri dari duduknya. Melihat meja telah bersih. Dia lalu berjalan meninggalkan ruangan tanpa bicara. Ghendis mengikuti dari belakang.
"Mas kita jemput Alice dulu'kan?" tanya Ghendis saat berada di mobil.
"Kita langsung pulang saja. Kamu pasti telah capek. Biar Alice dengan mama saja malam ini," jawab Aksa. Dia terus menjalankan mobil membelah jalanan.
"Kita jemput saja Alice, Mas. Aku tak capek. Kasihan mama kalau harus menjaga Alice. Mama sudah tidak waktunya menjaga anak. Aku tak apa, Alice tak akan membuat aku capek," jawab Ghendis.
"Tapi kamu pasti butuh istirahat," balas Aksa.
"Tak apa, Mas. Aku lebih kasihan sama Mama jika Alice sering menginap di sana. Mama yang butuh istirahat," jawab Ghendis keukeh tetap ingin menjemput Alice.
"Oke ...." Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir Aksa.
Dia lalu memutar mobil ke jalan menuju rumah sang mama. Jalanan macet membuat mereka sampai di rumah mama setelah magrib.
Keduanya lalu menuju meja makan karena bibi mengatakan jika mama sedang menyuapi Alice di dapur. Mama tersenyum melihat kedua anak menantunya.
"Mimi ...," panggil Alice dengan suara riang.
"Apa kabar sayangnya Mimi?" tanya Ghendis. Dia mendekati bocah itu dan menghujani dengan ciuman di seluruh bagian wajahnya.
"Mimi makan ...?" tanya Alice.
"Ghendis, Aksa, duduklah. Kita makan bareng. Mama tak tahu jika kalian akan menjemput Alice. Mama pikir akan menginap di sini selama Ghendis bekerja membantu kamu," ucap Mama Reni.
"Ghendis yang bersikeras menjemput. Dia tak mau mama capek dan kurang istirahat," jawab Aksa. Dia mengambil nasi dan lauk dan langsung menyantapnya.
"Terima kasih, Nak. Kamu masih saja memikirkan mama, padahal mama yakin kamu capek saat ini."
"Ma, Alice itu anakku. Aku yang berkewajiban menjaga dan merawatnya. Aku tak mau merepotkan mama," balas Ghendis.
"Beruntung mama memiliki kamu sebagai menantu. Ada menantu yang justru sengaja menjadikan mertuanya baby sitter karena tak ingin mengeluarkan uang untuk membayar," ucap Mama Reni.
Aksa yang sibuk dengan makanannya tetap menguping obrolan kedua orang itu. Dia bisa menyimpulkan jika Ghendis ini tak akan pernah merepotkan mamanya. Dia wanita yang sangat lembut dan perhatian, tak suka merepotkan orang selagi mampu melakukan sendiri.
Setelah makan keduanya lalu pamit. Saat Aksa menyalami mamanya, wanita itu memberikan sedikit wejangan.
"Kamu lihat sendiri bagaimana sikap istrimu. Dia bukan wanita egois, selalu memikirkan orang lain. Bersyukur kamu memilikinya. Ingat pesan mama ini, jangan pernah kau sakiti hatinya. Kelak kau akan menyesal jika dia pergi, karena mencari wanita tulus itu susah. Padahal dia masih muda dan cantik, bisa saja dia dapat yang lebih darimu jika dia mau. Tapi dia memilih mengabdikan diri untuk menjaga Alice. Cucu mama berada di tangan wanita yang tepat, kamu harus menjaganya jangan sampai dia pergi," nasehat Mama Reni.
...----------------...
baca cerita Gendist ...
terasa semakin sakit di hati
hatiku ikut sakit