Zeona Ancala berusaha membebaskan Kakaknya dari jeratan dunia hina. Sekuat tenaga dia melakukan segala cara, namun tidak semudah membalikan telapak tangan.
Karena si pemilik tempat bordir bukanlah wanita sembarangan. Dia punya bekingan yang kuat. Yang akhirnya membuat Zeona putus asa.
Di tengah rasa putus asanya, Zeona tak sengaja bertemu dengan CEO kaya raya dan punya kekuasaan yang tidak disangka.
"Saya bersedia membantumu membebaskan Kakakmu dari rumah bordir milik Miss Helena, tapi bantuan saya tidaklah gratis, Zeona Ancala. Ada harga yang harus kamu bayar," ujar Anjelo Raizel Holand seraya melemparkan smirk pada Zeona.
Zeona menelan ludah kasar, " M-maksud T-Tuan ... Saya harus membayarnya?"
"No!" Anjelo menggelengkan kepalanya. "Saya tidak butuh uang kamu!" Anjelo merunduk. Mensejajarkan kepalanya tepat di telinga Zeona.
Seketika tubuh Zeona menegang, mendengar apa yang dibisikan Anjelo kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
"Kakak ..." Iris hitam Zeona menatap nanar pada Zalina yang sedang terlelap di atas ranjang rumah sakit. Perlahan, Zeona mengulurkan jemarinya untuk membelai pipi putih kemerahan sang kakak. Membelainya dengan lembut dan penuh cinta.
Deraian air mata mengiringi. Menggambarkan kesedihan hati. "Baru saja kita merasakan kebahagiaan, tapi secepat kilatan cahaya ... takdir buruk menghampiri kita. Semua asa dan juga cita-cita yang sudah kita rangkai bersama, seolah-olah pergi menjauh dari kita berdua. Oh Tuhan ... mengapa Engkau berikan penyakit mematikan ini pada Kakakku? Apakah karena dia seorang wanita malam?" Perkataan itu terlontar disela tangisan Zeona.
"Kenapa harus Kakakku? Kenapa bukan Miss Helena saja yang menderita penyakit ini? Wanita kejam itulah yang sudah membuat Kakak terjerumus ke dalam dunia hina. Dialah yang seharusnya mendapatkan karma!" Sedu sedan tangisan itu, terdengar menyayat hati dan memilukan.
Yang ditangisi menerjapkan mata, lalu membuka suara. "Zeo ..."
Zeona buru-buru mengusap air mata di pipinya. "Kakak." Suara Zeona parau.
Zalina memicingkan mata. "Kamu habis menangis ya?" Suara Zalina pelan serupa hampir menghilang.
Air mata yang tadinya sudah surut, kini kembali pasang. Zeona menubrukan diri ke tubuh Zalina. Menguntai buliran bening yang tadi sempat terputus.
Membuat Zalina terhenyak. "Zeo, ada apa?"
"Kenapa Kakak menutupi semuanya dariku? Kenapa Kakak tak jujur padaku?" Bukannya menjawab, Zeona malah melontarkan tanya balik pada Zalina.
"Apa maksudmu, Zeona?" Zalina masih tak mengerti dengan pertanyaan yang dilontarkan adiknya.
"Aku sudah tahu tentang penyakit yang Kakak derita!"
Seketika itu juga, napas Zalina langsung tercekat. Mulutnya menganga. Jantungnya seperti keluar dari dalam dada. Rahasia yang ia sembunyikan dari Zeona, akhirnya terbongkar juga. Tapi sebisa mungkin, Zalina akan mengelak. Karena tidak ingin menambah beban hidup bagi adiknya. "A-apa yang kamu katakan Zeo? Penyakit apa? Kakak baik-baik saja!"
"Cukup Kak!" Sesenggukan Zeona semakin parah. "Jangan mengelak apalagi menyangkalnya. Aku sudah melihat buktinya. Aku melihat surat keterangan dari rumah sakit Cipta Mangun Subroto, kalau Kakak mengidap penyakit kanker rahim stadium tiga!"
Lunglai sudah tubuh Zalina. Dia tak bisa berkata-kata. Lidahnya seperti tertelan ke dalam lambung. Mulut mengatup rapat dan akhirnya ikut menangis dengan Zeona.
"Aku nggak mau kehiangan Kakak! Aku nggak mau ditinggal sendirian. Aku nggak mau hidup sebatang kara! Cukup Ibu dan Bapak saja yang pergi. Kakak jangan pergi!" Zeona meracau dalam sesenggukannya. Jiwanya benar-benar porak-poranda.
"Maafkan Kakak, Zeo." Zalina mengusap-usap kepala Zeona yang menyuruk di dadanya. "Kakak juga tidak mau meninggalkan kamu. Tapi Tuhan berkehendak lain. Tuhan memberikan Kakak penyakit mematikan ini. Kakak bisa apa Zeo. Kakak juga sadar diri, mungkin ini adalah hukuman bagi Kakak, karena selama ini, Kakak telah banyak melakukan dosa. Menjajak--"
"STTT!" Zeona mendesiskan lidah. Menyela ucapan Zalina. "Jangan bicara seperti itu! Kakak melakukan pekerjaan itu demi menghidupiku. Demi agar aku bisa sekolah dan hidup dengan layak. Kakak adalah pahlawan bagiku, seharusnya Tuhan tidak menimpakan cobaan seberat ini pada Kakak." Untaian demi untaian kata terus terucap dari bibir Zeona yang bergetar. Keduanya saling menyalurkan kesedihan dan juga keputusasaan.
Mereka berdua tak punya siapa-siapa. Saling menguatkan dan menyemangati, semoga esok hari, akan ada cahaya terang yang menerangi.
"Kakak harus berobat agar bisa sembuh dan aku berjanji akan melakukan apapun untuk kesembuhan Kakak! Aku berjanji!" ujar Zeona setelah hampir satu jam menangis.
Tapi niat baik itu ditolak oleh Zalina. "Tidak perlu Zeo! Tak usah menghiraukan Kakak. Biaya pengobatan kanker itu mahal. Biarkan saja Kakak mat--" Dengan gerakan cepat, Zeona menutup mulut kakaknya seraya menggelengkan kepala.
"Jangan bicara tentang kematian! Pokoknya Kakak harus sembuh dan selamanya ada di sampingku."
Malam itu menjadi saksi betapa remuknya hati Zalina dan Zeona. Takdir kehidupan yang baik, seolah tak pernah berpihak pada mereka.
Zeona melirik jam dinding yang tergantung di ruangan di mana kakaknya dirawat. "Sudah waktunya aku berangkat kerja." Zeona bangkit dari tempatnya. Mencium punggung tangan Zalina yang sudah terlelap kembali. Efek dari obat yang diberikan Dokter.
Karena jarak dari rumah sakit ke tempat kerjanya tidak sejauh dari kontrakan, maka dalam waktu lima belas menit pun, dia sudah sampai. "Hm, sepertinya aku harus pindah kontrakan ke daerah ini. Supaya dekat dengan tempat kerja dan juga rumah sakit," monolognya setelah turun dari ojol.
Kedatangannya disambut sapaan ceria dari Lila dan rekan kerjanya yang lain.
Para pengunjung mulai berdatangan. Baik Zeona maupun yang lainnya, mulai sibuk berlalu lalang ke sana ke mari untuk membawa pesanan pengunjung. Kursi-kursi mulai penuh. Lantai dansa mulai banjir oleh kehadiran manusia-manusia yang berjoget ria. Tua dan muda saling berbaur meliuk-liukan tubuhnya mengikuti irama musik yang menggema.
"Zeona?" Suara bariton memanggil, membuat Zeona yang sedang menata pesanan pengunjung di meja mengangkat wajah. Lelaki paruh baya bermata sipit melempar senyum ke arahnya. "Kamu masih ingat pada saya?"
Zeona tergagap. Jelaslah dia sangat ingat. "T-tuan Fabian."
"Good!" Fabian terkekeh pelan. "Saya juga tidak bisa melupakan kamu, Zeona. Karena kamu adalah wanita pertama yang menolak ajakan saya. Kamu berhasil membuat saya pe-na-sa-ran!"
Perkataan Fabian sontak membuat Zeona menegang di tempatnya. Buru-buru gadis itu memundurkan tubuh lalu membungkuk. "Ss-saya minta maaf, T-tuan." Ada rasa takut yang menelusup ke aliran darah. Tersugesti oleh adegan di film-film. Yang mana si pelanggan berkuasa dan kaya raya meru da paksa si waitress miskin lalu meninggalkannya.
Kekehan ringan mengudara. Menyapa gendang telinga Zeona. "Santai saja, Zeona. Jangan takut dan jangan gugup seperti itu. Saya tidak akan memaksa kamu."
Hilanglah ketakutan Zeona. Dia melempar senyum pada Fabian sebelum akhirnya berlalu dari sana.
"Zeona ... saya sangat ingin menghabiskan malam denganmu." Fabian mendesis. Merasakan tongkat ajaibnya menegang. "I want you, Zeona. I want to f() ck you!" Fabian mengambil gelas berisi cairan bening memabukkan, lalu meminumnya. "One day later, I'II definitely get you!" Fabian menyeringai di akhir ucapannya.
"Ya ampun ... takut banget lihat tatapannya Tuan Fabian. Semua ucapannya mengingatkanku pada Tuan Anjelo," tutur Zeona sambil masuk ke dalam toilet yang dikhususkan untuk karyawan di club malam tersebut.
Baru juga masuk dan menutup pintu, suara aneh langsung menyambut rungu. Zeona menahan napas seraya menegang di dekat pintu. Suara aneh itu semakin nyaring dan lama-lama Zeona tahu itu suara apa. "Ya ampun, itu kayak suara Lila. Dia lagi 'ekhem' sama siapa?" Zeona berkata namun tanpa suara. Ingin berbalik, tapi dia kebelet pipis.
Akhirnya, dengan langkah pelan dan menulikan telinga. Zeona masuk ke dalam salah satu bilik toilet untuk membuang hajat kecilnya.
Berjalan tergesa-gesa keluar dari toilet, sampai tak memperhatikan langkah. Dan alhasil, dia bertabrakan dengan seseorang.
"Maaf Mas?"
"ZEONA?!" Gadis itu langsung mendongakkan wajah.
Jantungnya langsung gagal memompa darah.
Makasih udah baca😊