Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JANGAN DIULANGI LAGI
Tok tok tok
"Mbun."
Samar-samar, Embun yang sedang tidur mendengar suara panggilan dari Nathan serta ketukan pintu.
"Iya, Kak," sahut Embun dari dalam kamar. Matanya masih terasa lekat, dan tubuhnya pegal-pegal, rasanya malas mau turun dari ranjang. Masih ingin bergelung didalam selimut dan memeluk guling.
"Makan yuk," Nathan kembali berseru dari luar.
Embun melihat kearah jam dinding. Astaga, sekarang sudah jam 7 malam. Bisa-bisanya dia tidur dari sore hingga jam segini. Segera dia menyibak selimut lalu turun dari ranjang dan dengan tergesa-gesa membuka pintu kamar. Tampak Nathan berdiri diambang pintu dan tersenyum padanya.
"Maaf ya Kak, aku belum masak," ujar Embun penuh penyesalan.
"Aku udah masak."
Mata Embun seketika membola. Masak? Nathan masak. Suaminya yang mengepel saja jalan kedepan dan jijik menyentuh piring kotor, memasak? Perasaan Embun langsung tak enak.
"Ekspresi kamu gitu banget sih," Nathan menahan senyum. "Gak usah khawatir, gak gosong kok. Gak asin, pahit atau malah bikin sakit perut. Udah aku cicipin, rasanya enak."
Embun tersenyum absurd, tak yakin dengan apa yang barusan Nathan katakan. Mungkinkah seorang Nathan bisa memasak enak? Rasanya mustahil.
"Cuci muka dulu sana gih, terus sisiran," Nathan menyentuh puncak kepala Embun sambil mengacaknya pelan. "Udah kayak singa."
Embun langsung syok. Tak perlu menungu 1 menit bahkan 1 detik, dia langsung kabur menuju kamar mandi.
"Hwaaa..." Embun menangis tanpa air mata melihat penampilannya di cermin kamar mandi. Pantesan Nathan bilang kayak singa, memang seperti itulah kondisi rambutnya sekarang. Kusut, acak-acakan, dan mengembang kayak rambut singa jantan. "Semoga saja Kak Nathan gak ilfeel lihat penampilanku barusan. Udah tahu mau ketemu suami, sisiran dulu kek, bersihin iler kek, lha ini malah langsung keluar. Astaga Mbun, bego baget jadi cewek."
Tak mau membuat Nathan menunggu terlalu lama, Embun segera mencuci muka lalu sisiran dan memakai loose powder tipis-tipis agar terlihat lebih segar.
"Pakai lip tint gak ya? Ah gak usah deh, ntar kelamaan." Embun segera beranjak dari kursi rias lalu berjalan cepat menuju pintu. Saat hendak menarik gagang pintu, mendadak dia galau. "Pakai aja kali ya, biar seger. Ah gak usah, mau makan, ntar ilang." Embun menarik gagang pintu hingga terbuka, tapi saat mau melangkah keluar, dia kembali galau. "Pakai ajalah." Dia cepat-cepat berlari menuju meja rias lalu memoles lip tint dibibir baru keluar.
Dimeja makan, tampak Nathan yang sedang menunggu sambil bermain ponsel. Melihat Embun datang, segera dia letakkan ponselnya diatas meja. "Padahal cuma disuruh sisiran, eh...malah dandan, pantesan lama."
Astaga, kelihatana banget ya? Malu-maluin banget sih Mbun, harusnya tadi gak perlu pakai lip tint dan bedak.
Embun tak mengira jika hidup akan makin ribet saat jatuh cinta.
Embun melihat 2 piring mie goreng dan nugget diatas meja. Pantesan Nathan yakin sekali dengan rasanya, ternyata dia masak mie instan, yang rasanya udah dijamin enak oleh pabrik.
"Malah bengong, buruan duduk, aku udah lapar," Nathan mengusap perutnya.
Embun menarik kursi didepannya lalu duduk. "Kenapa gak bangunin aku daritadi biar aku bisa masak?"
"Emang kenapa, gak mau makan mie instan?"
"Bukan gak mau, tapikan kalau aku masak, makanannya bisa lebih bervariasi. Selain itu Kakak kan gak suka makan mie, gak sehat katanya."
"Aku suka, asal makannya sama kamu."
Blush
Semburat merah langsung terlihat dipipi Embun. Hatinya sepertinya taman yang dipenuhi bunga-bunga bermekaran dan kupu-kupu. Baper boleh gak sih?
Nathan mengangkat sendok dan garpunya lalu makan, begitupun dengan Embun.
Padahal cuma mie instan, kenapa bisa enak gini kalau Kak Nathan yang masak.
Embun senyum-senyum sambil curi curi menatap Nathan, begitupun sebaliknya. Keduanya seperti abg yang baru mengenal apa itu cinta.
"Setelah ini aku mau kerumah sakit. Kamu gak papakan kalau malam ini sendirian dirumah?"
"Aku ikut aja ya."
Nathan menghela nafas sambil tersenyum. "Lain kali aja. Ada Navia dan Rama, aku gak mau terjadi cek cok lagi." Sebenarnya bukan hanya itu alasan utamanya. Nathan ingin memastikan dulu jika Mamanya tak lagi bersikap dingin pada Embun. Dia tak mau istrinya itu sedih apalagi sampai menangis.
Embun terpaksa mengangguk meski sebenarnya dia ingin ikut menjaga mama Salma.
.
.
Rama gemetaran saat Mama Salma mengajaknya bicara bertiga dengan Navia. Sebelum kejadian ini, mertuanya itu sangat baik, tapi sejak tadi pagi, semua seperti berubah. Jika biasanya Mama Salma selalu menyuruh Rama makan ataupun menawarkan sesuatu, hari ini, kalimat seperti itu tak lagi dia dengar. Bahkan tatapan ramah sudah tak lagi terlihat.
"Mama harap ini yang pertama sekaligus terakhir. Kamu sudah bikin Mama kecewa. Tunjukkan pada Mama, jika kamu memang pantas untuk Navia." Rama terdiam sambil menunduk. Dia juga merasa bersalah, semua terjadi begitu saja saat Embun tiba-tiba datang ke Jakarta. Rasa yang masih ada, ditambah Embun yang terus mendekat dan menawarkan diri menjadi yang kedua, membuat Rama tak bisa menolak.
Sesungguhnya, Rama memang masih mencintai Embun, bahkan hingga saat ini. Hari itu dia memutuskan cinta mereka bukan karena tak cinta lagi, tapi karena dia sedang diuji dengan jabatan. Menginginkan jabatan dan hidup enak, dia terpaksa meninggalkan Embun.
Mungkin, sekarang saatnya dia berusaha mencintai Navia dengan tulus, bukan sekedar modus untuk memuluskan karier. Apalagi sebentar lagi, mereka akan punya anak.
"Ini karena Embun yang terus godain Mas Rama, Mah," Navia masih berusaha membela Rama.
Lihatlah, wanita yang dia khianati masih juga membelanya. Lalu, masih punya mukakah dia untuk kembali menyakitinya?
"Walaupun si wanita terus menggoda, kalau di pria tak mudah tergoda, tak akan terjadi perselingkuhan. Perselingkuhan itu terjadi karena 2 orang, kalau hanya seorang saja yang mau, tak mungkin bisa terjadi. Lagian suami kamu harusnya nyadar dengan status dia yang sudah beristri, kenapa masih juga mau sama perempuan lain. Itu sudah menjadi bukti kalau suami kamu gak bener."
Rama makin menunduk dalam mendengar ucapan menohok dan lirikan kurang menyenangkan dari sang ibu mertua.
"Maafkan Rama, Mah," ujar Rama.
"Jangan hanya minta maaf, tapi buktikan kalau kamu mau berubah. Dipernikahan yang masih seumur jagung saja, kamu sudah berkhianat, apalagi nanti."
"Mas Rama gak akan mengulanginya lagi, Mah," ujar Navia.
"Kamu jangan terlalu naif Navia. Jangan terlalu percaya pada suami kamu," Mama Salma mengingatkan. "Bukannya Mama ingin ikut campur urusan rumah tangga kalian, Mama hanya mengingatkan. Apalagi setelah ini, Rama dan Embun masih akan terus bertemu kedepannya, Mama harap tak terulang lagi perselingkuhan itu."
"Tidak akan terulang lagi, Mah," potong Nathan yang baru masuk. Tadi dia sengaja mendengar obrolan mereka. "Nathan bisa menjamin, Embun tak akan lagi ada hubungan dengan Rama." Nathan mendekai Mamanya lalu menggenggam tangannya. "Mama gak usah mikir macam-macam. Semua akan baik-baik saja."
.
.
Jangan lupa mampir ke karya baru Author yang berjudul Menjadi mata untuk suamiku
/Grin/
🥳🥳🥳🥳
🤣🤣🤣🤣🤣
Nathan 🤣🤣🤣