Dulu, nilai-nilai Chira sering berada di peringkat terakhir.
Namun, suatu hari, Chira berhasil menyapu bersih semua peringkat pertama.
Orang-orang berkata:
"Nilai Chira yang sekarang masih terlalu rendah untuk menunjukkan betapa hebatnya dia."
Dia adalah mesin pengerjaan soal tanpa perasaan.
Shen Zul, yang biasanya selalu mendominasi di Kota Lin, merasa sedikit frustrasi karena Chira pernah berkata:
"Kakak ini adalah gadis yang tidak akan pernah bisa kau kejar."
Di reuni sekolah beberapa waktu kemudian, seseorang yang nekat bertanya pada Shen Zul setelah mabuk:
"Ipan, apakah kau jatuh cinta pada Chira pada pandangan pertama, atau karena waktu yang membuatmu jatuh hati?"
Shen Zul hanya tersenyum tanpa menjawab. Namun, pikirannya tiba-tiba melayang ke momen pertama kali Chira membuatkan koktail untuknya. Di tengah dentuman musik yang memekakkan telinga, entah kenapa dia mengatakan sesuatu yang Chira tidak bisa dengar dengan jelas:
"Setelah minum minumanmu, aku milikmu."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pria Bernada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Jadi Viral
Baru nada pertama bunyi, telepon langsung diangkat. Suara di seberang bikin Chira langsung tersadar.
“Chira, lo ke mana aja? Kenapa nggak angkat telepon gw?”
Butuh lima detik buat Chira nyambung siapa yang ngomong.
“Shen Zul? Kok lo bisa punya nomor gw?”
“Bukan urusan lo gimana gw dapet. Sekarang lo di mana?”
“Aku udah balik ke negara asal.”
Dari suara di seberang, jelas banget ada nada patah hati—meskipun nggak ada kaca beneran yang pecah.
“Lo pulang kenapa nggak bilang dulu ke gw?” tanya Shen Zul dengan nada kecewa setengah mati.
“Aku bahkan nggak punya kontak lo.”
Shen Zul: “……”
Speechless. Nggak tau mau jawab apa.
Belajar dari kesalahan, Shen Zul langsung buru-buru beli tiket pesawat buat balik. Begitu nyampe, dia naro barang di hotel, terus hal pertama yang dia lakuin: ngubungin Chira buat nambahin WhatsApp sama IG-nya ke kontak.
Dia bahkan lupa kalau paman kecilnya masih ngorok di negeri asing.
Chira, di sisi lain, cuma melirik datar. Nggak ada komentar soal tingkah Zul yang kelewat impulsif. Dari tatapan matanya, jelas dia ngeremehin cowok itu.
“Lo cewek yang serem,” komentar Zul.
“Aku masih gadis,” jawab Chira dingin.
“Haha, nggak nyangka lo bisa bercanda garing gitu,” balas Zul sambil ketawa kecil.
Chira, tentu aja, ngerti kalau itu ejekan. “Dan gw nggak nyangka lo ngerti apa itu humor dingin.”
Percakapan absurd itu selesai lewat telepon. Begitu telpon ditutup, Chira langsung lanjut tidur.
Dia tidur nyenyak banget sampe lupa waktu. Kalau aja nggak ada telepon yang ganggu, dia mungkin masih mimpi.
“CHIRA!” suara Dara dari seberang bikin Chira kebangun setengah sadar.
“Ada apa?” jawab Chira dengan suara serak khas orang abis bangun tidur.
“Lo masih bisa tidur?! Lo tau nggak apa yang lagi kejadian?”
“Nggak,” jawab Chira santai banget.
“KENAPA LO NGGAK BILANG LO IKUT KOMPETISI BARTENDER?!” seru Dara kenceng banget.
Chira yang setengah sadar akhirnya mulai ngerti arah pembicaraannya. “Hm?”
“LO VIRAL, TAU NGGAK?!”
Chira yang masih ngantuk ngerasa kepalanya mulai cenat-cenut. “Ngomong yang jelas.”
“Video lo pas kompetisi di Swedia itu lagi trending, anjir! Lo masih bisa tidur, ya? Eh, kenapa juga lo nggak bilang kalau lo juara pertama?! Gw aja nggak tau, sumpah!”
Chira: “……”
Abis nutup telepon, Chira buka WhatsApp. Dara nggak cuma nelepon, dia juga ngebombardir Chira pake pesan. Salah satunya ada link Weibo.
Pas dibuka, bener aja, video Chira waktu kompetisi lagi trending nomor 7.
Judulnya: “Gadis Jenius Bartender dari Tiongkok”
Setelah liat itu, bukannya panik atau excited, Chira malah ngerasa makin pusing. Dia matiin HP dan lanjut tidur.
Hari itu, cuti terakhirnya. Kalau nggak istirahat bener-bener, dia ngerasa badannya bakal ambruk.
Dia tidur sampe jam sembilan malem. Pas bangun, perutnya keroncongan.
Baru nyalain HP buat pesan makanan, notifikasi udah numpuk parah. Belum sempet buka aplikasi makanan, ada telepon masuk lagi.
Ragu sebentar, akhirnya dia angkat.
“Halo, ini sama Nona Chira?”
“Iya, ini gw.”
“Begini, saya dari Fanxing Entertainment. Saya liat video Anda di internet dan ngerasa Anda cocok banget sama kebutuhan kami. Apa Anda tertarik jadi artis?”
Chira: “……”
Baru bangun tidur, udah ditawarin jadi artis.
Oh ya, Fanxing Entertainment katanya perusahaan gede. Tapi Chira cuma jawab:
“Enggak, makasih.”
Waktu makanan yang Chira pesen akhirnya nyampe, udah setengah jam dari tadi dia nunggu.
Pesan-pesan dari Dara terus berdatangan, kayak spam nggak ada habisnya. Chira cuma bales sesekali doang. Toh, secara geografis, mereka lagi jauh banget—Dara di utara, Chira di selatan. Jadi nggak mungkin Dara tiba-tiba nongol di depannya.
Tapi, Chira lupa satu hal penting. Walaupun Dara nggak bisa datang, bukan berarti orang lain nggak bisa.
Dia buka daftar pesan di HP-nya, terus nge-klik kontak atas nama Shen Zul.
Shen Zul:
"Nona Chira, lo sekarang punya fans, lho."
"Seneng, kan?"
Chira cuma mendelik dalam hati sambil mikir, "Dasar orang aneh!" Lalu dia nutup jendela chat tanpa niat bales.
Dia pun buka Twitter, ngecek trending topic. Eh, malah bikin dia pening kepala. Ternyata, dia meremehkan banget dampak gede dari kompetisi yang baru dia ikutin itu.
Nggak lama, HP-nya bunyi lagi. Kali ini, telepon dari nomor yang udah disimpan.
Nama penelepon: Shen Zul.
“Halo?” jawab Chira cuek.
Suara di ujung sana berisik banget, kayak lagi di bar atau tempat rame gitu.
“Nona Chira, kenapa lo nggak bales pesan gue atau angkat telepon gue?”
“Tadi gue tidur,” jawab Chira singkat.
“Lo udah liat berita di internet?”
“Udah.”
“Selamat, ya, seleb baru kita!”
“Kalo lo cuma nelpon buat ngejek, gue rasa gue bisa langsung tutup telepon ini.”
Shen Zul ketawa kecil di ujung sana. “Kenapa? Nggak suka jadi terkenal?”
“Nggak suka,” tegas Chira. Dia jeda bentar sebelum nambahin, “Ada hal lain yang mau lo omongin?”
“...”
“Kalo nggak ada, gue tutup ya.”
Setelah telepon ditutup, Shen Zul cuma bisa senyum kecil sambil ngeliatin layar HP-nya yang udah gelap.
Di dalam bar yang penuh dentuman musik, dia duduk santai di meja bartender. Di belakangnya, orang-orang joget nggak karuan, ketularan semangat sama musik yang kenceng banget. Lampu kelap-kelip bikin suasana tambah pecah.
Tampang Shen Zul yang ganteng banget, ditambah auranya yang classy, bikin banyak mata nggak bisa berhenti ngelirik, bahkan saat dia cuma duduk santai sambil ngabisin waktu.
Seorang cewek muda dengan makeup on point bawa segelas wine, terus duduk di sebelahnya.
“Tuan Shen Zul, mau join ke meja kita?” tanyanya dengan suara lembut sambil nunjuk ke arah meja yang rame sama temen-temennya.
Kalau ini Shen Zul yang dulu, udah pasti dia angguk tanpa mikir dua kali. Tapi sekarang? Entah kenapa, hal kayak gitu udah nggak menarik lagi buat dia.
“Nggak, lo sama temen-temen lo aja. Have fun,” jawab Shen Zul santai, sambil ngejauh dari cewek itu.
Tapi cewek itu nggak nyerah. Dia makin deket, bisikin sesuatu di telinga Shen Zul, “Tuan Shen Zul, kita lagi main Truth or Dare, terus gue kalah. Lo mau kasih gue sedikit kehormatan?”
Shen Zul ngeliatin cewek itu selama beberapa detik. Jujur, dia akui cewek ini cakep. Tapi tetep aja, rasanya nggak ada apa-apanya dibanding seseorang yang lain.
“Lo nggak denger apa yang gue bilang tadi?” Shen Zul akhirnya senyum, tapi senyumnya dingin, kayak ngasih peringatan.
Ekspresi cewek itu langsung berubah. Soalnya, semua orang tahu, Shen Zul itu biasanya playboy abis. Sukanya cewek cakep, nggak pernah nolak kalau diajak nongkrong. Tapi sekarang? Dia kayak jadi orang yang beda banget.
Si penguasa kecil itu kayak udah nggak doyan cewek cakep lagi.
Shen Zul nggak peduli apa yang cewek itu pikirin. Dia habisin minumannya, terus keluar dari bar tanpa nengok ke belakang.
Berdiri di bawah lampu jalan, dia keluarin HP dari sakunya. Telepon seseorang.
Dia ngobrol sekitar lima menit, terus masukin lagi HP-nya, ambil kunci mobil, dan melangkah menuju rumahnya.