Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 1
"Cherss!!"
Ailen dengan penuh semangat mengangkat gelas ke atas saat teman-temannya mengajak untuk cherss. Mereka tertawa bersama kemudian meneguk habis minuman di gelas masing-masing.
"Teman-teman, mari kita rayakan keberhasilan ini dengan menyapu habis semua makanan dan minuman yang ada di sini. Setuju?"
"Setuju!"
"Tapi aku tidak." Ailen sengaja memberi jawaban yang berbeda. Bukannya apa. Besok pagi dia memiliki jadwal operasi. Kalau malam ini mereka mabuk, bisa kacau pekerjaan di rumah sakit besok. "Sorry. Kalian tahu sendiri bukan kalau jadwalku sangat padat? Apa kata ketua pemimpin rumah sakit nanti kalau tahu dokternya absen ke ruang operasi karena tak bisa bangun setelah mabuk-mabukan?"
"Ya ampun, Ailen. Bisa tidak sehari saja jangan memikirkan pekerjaan dulu?" protes Juria seraya mencebikkan bibir.
"Sayangnya aku tidak bisa, Nona. Menjadi dokter bedah adalah impianku sejak lama. Jadi maaf maaf saja ya. Bergelut dengan gunting dan kain kasa jauh lebih menarik ketimbang hura-hura di sini bersamamu. Hehehe,"
"Ck, kau tidak asik. Sungguh menyebalkan."
Juria membuang muka ke arah lain karena kecewa dengan sikap Ailen. Padahal jarang sekali rekannya ini mau diajak keluar, apalagi pergi ke klub. Dan sekalinya datang masih saja membahas pekerjaan. Siapa yang tidak kesal coba.
Ailen Forgan. Berusia dua puluh sembilan tahun dan bekerja sebagai dokter bedah di salah satu rumah sakit di kota tempatnya tinggal, telah mengambil sumpah akan mendedikasikan seluruh hidupnya untuk menolong mereka yang membutuhkan. Sejak kecil Ailen telah bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Walau terlahir dari keluarga sederhana, itu tak menjadi penghalang untuknya bisa meraih gelar yang sangat memuaskan sehingga mendapat tawaran untuk bekerja di salah satu rumah sakit ternama.
Selain dikenal sebagai mantan mahasiswa yang cerdas, Ailen juga dikenal sebagai wanita yang gila kerja. Diusianya yang hampir menginjak ke tiga puluh tahun, belum sekali pun dia pernah menjalin hubungan dengan lawan jenis. Bukan karena tak normal, tapi karena waktunya habis untuk berkecimpung dalam dunia medis. Ailen sangat mencintai pekerjaannya. Dan terkadang hal ini sampai membuat sahabatnya mengeluh dan merajuk.
(Apa aku kerjai Ailen saja ya? Salah sendiri susah diajak bersenang-senang. Lagipula harusnya besok dia itukan libur. Dasar manusianya saja yang gila kerja. Jadi maafkan temanmu ini ya, sayang. Sesekali kau perlu dipaksa merasakan kalau dunia malam itu sangatlah menyenangkan. Hehe)
"Sudah tidak merajuk lagi, eh?" ledek Ailen saat Juria tiba-tiba berpindah duduk di sampingnya. Mood wanita ini mudah sekali berubah. Mirip bunglon.
"Merajuk pun tiada guna, percuma. Karena pada akhirnya kau akan tetap memilih ruangan menyebalkan itu daripada bersenang-senang denganku. Iyakan?" sahut Juria sembari meracik sesuatu ke dalam gelas. Ailen memang cerdas dalam pekerjaan, tapi bodoh dalam pergaulan. Sekali pun mencampurkan racun ke dalam minumannya, wanita ini tidak akan curiga karena mengira itu hanya minuman biasa.
"Ya mau bagaimana lagi. Menjadi dokter adalah impianku sejak dulu. Ku harap kau bisa maklum."
"Oh tentu saja. Memangnya kapan aku pernah tidak memaklumi kegilaanmu yang satu itu? Selalu, Ailen. Dan aku rasa semua orang juga telah mengetahui betapa kau sangat tergila-gila berada di ruang operasi."
Ailen tak kuasa menahan tawa mendengar gerutuan Juria yang memang sangat sesuai dengan kenyataan. Mungkin sebagian orang menganggap kalau meja operasi adalah tempat yang sangat mengerikan. Tetapi bagi Ailen pribadi, ruangan tersebut selalu berhasil memberikan kesan mendalam di dalam hatinya. Dan itu membuatnya merasa ketagihan.
"Minumlah," Juria menyodorkan gelas pada Ailen. Senyumnya tampak misterius sekali.
"Apa ini?"
"Racun."
"Oya? Wahhh, aku baru tahu ternyata kau mempunyai kehebatan lain selain menjadi dokter," ejek Ailen sembari menatap minuman pemberian Juria. "Tapi Juria, kenapa aku merasa ada yang tidak beres dengan minuman ini ya? Kau tidak mencampurkan sesuatu ke dalamnya 'kan?"
Ditanya seperti itu jelas membuat Juria menjadi salah tingkah. Tak mau rencananya gagal, dengan gerakan yang sangat cepat dia membuat Ailen meneguk minuman tersebut. Setelah itu Juria tersenyum lebar menampilkan deretan giginya yang terpasang behel. Misi berhasil. Tinggal menunggu obatnya mulai bereaksi.
"Ughhh, kenapa rasanya aneh sekali," keluh Ailen sambil menyeka bibir.
"Namanya juga alkohol. Rasanya jelas berbeda dengan air putih. Begitu saja tidak tahu."
"Haih kau ini. Yang aku maksud bukan seperti itu. Minuman ini .... "
"Sudahlah jangan mengeluh terus. Lebih baik sekarang kita turun ke lantai dansa saja. Katamu besok ada operasi, bukan? Jadi mari kita gunakan waktu yang tersisa untuk bersenang-senang. Oke?"
Ailen tak bisa menolak ajakan Juria saat memaksanya agar turun ke lantai dansa. Dentuman musik yang sangat keras tak membuat sahabatnya ini merasa kebisingan. Melihat hal itu Ailen hanya bisa menggelengkan kepala kemudian larut mengikuti alunan musik yang sedang diputar. Entah karena terpengaruh alkohol atau karena suasana yang mendukung, Ailen tanpa sadar mulai meliukkan tubuhnya dengan santai. Gerakannya sedikit erotis, yang mana membuat beberapa orang di sekelilingnya berhenti berjoget kemudian menatapnya tak berkedip.
"Woaahhh, goyanganmu oke juga, Ailen. Lihat, para pria sampai tak bisa mengalihkan pandangan mereka. Semuanya terpana padamu!" teriak Juria bangga melihat keliaran sahabatnya. Sungguh sesuatu yang sangat langka sekali. Ternyata keputusan untuk mengerjai Ailen sangatlah benar. Kapan lagi coba dirinya bisa melihat dokter yang gila kerja ini meliuk erotis mengikuti alunan musik? Juria sangat takjub.
"Juria, kenapa tubuhku tidak mau berhenti bergoyang? Rasanya seperti melayang. Aneh, bukan?" Ailen bicara sambil mengibaskan rambut. Tampak keringat mulai membanjir membasahi wajah serta tubuhnya.
"Abaikan. Cukup nikmati saja apa yang ada sekarang. Ayo bergoyang!"
"Minuman yang tadi, kau .... "
Cepat-cepat Juria menarik tangan Ailen kemudian membantunya untuk berputar. Tak akan dia biarkan wanita gila kerja ini mengetahui kalau ada sesuatu yang telah dia campurkan ke dalam minuman. Perkara Ailen akan marah atau tidak biar besok saja mengurusnya. Yang paling penting sekarang mereka harus happy menikmati kesenangan yang jarang sekali terjadi.
Melihat tarian Ailen yang semakin panas, beberapa rekannya tampak bersorak dan bertepuk tangan. Alih-alih merasa malu, Ailen malah semakin terpacu untuk membuat gerakan yang jauh lebih panas lagi. Sebelum melakukan, dia terlebih dahulu mengedipkan mata pada Juria. Entahlah, malam ini rasanya ingin sekali dia mengeluarkan segala gelora yang terpendam. Ailan seperti kedatangan sosok lain di dalam tubuhnya.
"Juria, sebenarnya apa yang salah dengan Ailen? Aku berani bertaruh kalau yang sedang ku lihat sekarang bukanlah sosok Ailen yang selama ini kita kenal. Ada apa? Jangan bilang kau telah mencampurkan sesuatu ke dalam minumannya. Benar?"
"Syutt, jangan keras-keras. Nanti orangnya dengar," bisik Juria. Dia lalu menyeringai sebelum akhirnya menyodorkan tangan untuk melakukan highfive. "Dugaanmu tak meleset. Aku memang mencampurkan sedikit obat perangsang ke dalam minuman Ailen. Dan hasilnya kau bisa lihat sendiri. Menakjubkan, bukan?"
"Apa? Obat perangsang? Juria, kau sudah gila ya. Obat itu tidak boleh sembarangan digunakan. Efeknya bisa fatal. Tahu?!"
"Be-benarkah?"
"Ya Tuhan, kau ini dokter. Bagaimana bisa tidak mengetahui kalau obat perangsang itu bisa membuat orang mati tersiksa karena kepanasan? Astaga, Juria. Kali ini kau sedikit kelewatan. Malang sekali Ailen karena memiliki rekan yang bodoh sepertimu. Huh!"
Juria hanya bisa menggigit bibir bawah setelah ditegur oleh temannya. Sungguh, dia sama sekali tak menyangka kalau keputusannya akan sedemikian fatal. Dengan tatapan nanar, dia memperhatikan Ailen yang kini tengah berdansa dengan seorang pria. Wanita ini ....
(Huhuhu, bagaimana ini. Aku tidak mau Ailen mati karena obat itu. Apa yang harus ku lakukan sekarang?)
***
semangat up-nya😚🥰