"Hanya aku yang boleh menyiksa dan membuatmu menderita. Hanya aku yang boleh mencintai dan memilikimu."_Sean Aznand.
Sonia Elliezza, rumah tangga yang dia idam-idamkan selama ini menjadi mimpi buruk untuknya, walaupun Sonia menikah dengan pria yang sangat dia cintai dan juga mencintainya.
Hanya karena kesalahan di masa lalu, membuat rumah tangga Sonia bersama dengan Sean Aznand menjadi sangat dingin dan menegangkan serta penuh dendam dan amarah yang tak terbantahkan.
Sean memberikan pilihan pahit pada Sonia di awal pernikahan mereka yaitu pergi atau bertahan. Pilihan apakah yang Sonia ambil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emosi Kembali
Sean kembali ke ruang rawat istrinya, Sonia tampak tertidur dengan pulas dan terdengar dengkuran halus dari bibir cantiknya.
Tanpa malu lagi Sean mengecup kening Sonia, dia menyalurkan seluruh kerinduannya pada sang istri melalui ciuman tersebut. Tak terasa air mata Sean jatuh dan mengenai pipi Sonia, dia dengan cepat menghapus air mata itu di pipi Sonia sebelum istrinya bangun dan melihat dia menangis. Sean mencoba untuk tidur di kursi sambil terus menggenggam tangan Sonia, dia menyandarkan kepalanya di dekat bahu Sonia.
Pagi harinya, Sonia sudah diperbolehkan untuk pulang, dia tidak ingin untuk memeriksakan dirinya lebih dalam lagi karena bagi Sonia, hal itu akan membuat dirinya semakin was-was dan tidak tenang.
Saat di dalam mobil Sean mengutarakan kebingungannya kenapa Sonia tidak mau diperiksa lebih lanjut.
"Nggak mau aja."
"Ya nggak maunya kenapa? Apa salahnya kamu diperiksa lebih lanjut biar nanti kita bisa tau pengobatan yang cocok untuk kamu Son."
"Buat apa sih Sean? Aku nggak mau periksa-periksa begitu, bagiku menjalani kehidupan seperti ini sudah cukup tanpa ada rasa was-was. Coba deh kamu pikir, kalo nanti dokter vonis aku sakit ini, sakit itu, ya pasti aku bakalan kepikiran dan bakalan resah mikirin usia aku. Mending begini, aku akan lebih santai untuk menjalani hidup terutama untuk lima tahun ke depan, aku sangat berharap jika habis masa lima tahun ini, kita akan bahagia." Jelas Sonia yang membuat Sean terdiam, dia sendiri juga tidak mau Sonia kenapa-napa.
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit akhirnya mereka sampai di rumah.
"Sana masuk kamar, aku buatkan kamu sarapan dulu, nanti aku antar ke kamar." Kata Sean pada Sonia yang hanya dibalas anggukan.
"Tolong siapkan semua bahan masakannya ya, saya mau Sonia makan yang bergizi saat ini." Perintah Sean pada Rani, setelah semua bahan masakan lengkap, dengan sigap Sean memasak sarapan untuk Sonia.
"Maaf tuan, tadi saya dengar kalau nyonya Sonia menangis di dalam kamar. Saya ketuk pintunya tapi tidak dibuka, saya cemas kalau nyonya kenapa-napa karena tidak biasanya dia mengunci pintu seperti itu." Lapor salah satu pelayan Sean.
Sean yang sudah selesai membuatkan sarapan langsung berjalan menuju kamar Sonia, dia meninggalkan masakan dan juga perlengkapan dapur yang kotor begitu saja. Sean membuka pintu kamar Sonia namun pintu itu dikunci, Sean tidak mendengar suara tangisan dari dalam sana.
"Sonia, buka pintunya." Pinta Sean sambil mengetuk pintu kamar.
"Sebentar." Sonia berjalan menuju pintu dan membukanya, Sean dapat melihat dengan jelas kalau memang Sonia habis menangis.
"Sakit lagi?" Tanya Sean.
"Enggak kok."
"Pelayan bilang kalau dia mendengarmu menangis dan matamu juga merah, apa yang kamu tangiskan?"
"Aku nggak nangis kok, salah dengar kali dia."
"Jangan bohong Sonia, dari matamu saja sudah keliatan kalau kamu habis nangis."
"Memang apa pedulimu dengan tangisanku Sean? Toh setiap hari kamu juga melihat aku nangis."
"Iya tapi itu kan beda lagi, selama ini aku yang membuatmu menangis tapi sekarang aku tidak merasa membuatmu menangis. Ada apa?"
"Ya aku nangisin perlakuan kamu selama ini sama aku." Jawab Sonia.
"Bohong, jawab saja dengan jujur kamu itu kenapa, jangan bertele-tele denganku."
"Kenapa kamu bisa bilang aku bohong? Apa kamu bisa merasakan sebuah kebohongan dan kejujuran seseorang?"
"Ya jelas bisalah, kamu itu kenapa? Jangan mengalihkan pembicaraan seperti ini Sonia. Kalau kamu sakit ya ayo kita berobat."
"Saat aku bilang ingin pergi meninggalkan mu dulu, apa kau tidak bisa merasakan kebohongan atau kejujuran yang tersirat dalam ucapanku?" Pertanyaa Sonia membuat Sean mengerinyitkan dahinya.
"Sonia, tolong jangan membahas kemana-mana, yang aku tanyakan sekarang itu—"
"Aku sakit Sean, kepalaku sakit dan aku tidak bisa mengalihkan rasa sakit itu kecuali dengan menangis." Potong Sonia.
"Apa sekarang masih sakit?"
"Sudah tidak terlalu." Sean mendekati istrinya dan menyentuh wajah Sonia.
"Jangan bohong." Sonia tersenyum lalu meyakinkan Sean kalau dia baik-baik saja.
"Tunggu sebentar." Sean kembali ke dapur dan mengambil makanan yang dia masak tadi untuk Sonia, dia membawa makanan itu ke kamar istrinya dan menyuapi Sonia.
"Enak banget, baunya juga menggoda." Puji Sonia dengan masakan yang Sean buat, dia menyajikan roti bakar selai coklat, sop ayam dan juga coklat panas, tak lupa sebelum menyantap makanan itu Sonia meminum segelas air putih terlebih dahulu. Kemudian memakan sop ayam buatan Sean dengan lahap, sop itu habis lalu dia lanjut memakan roti bakar isi coklat dengan dicelupkan ke minuman cokelat panasnya.
"Hm enak banget." Puji Sonia, Sean merasa heran kenapa reaksi Sonia begitu menikmati seakan baru pertama makan sop ayam dan roti bakar.
"Jangan berlebihan Sonia, kamu kayak baru pertama makan begini saja, setiap hari juga menu makananmu enak semua kan, apa setiap kali sarapan reaksimu begini?"
"Ya enggak sih, pagi ini aku menikmati makanannya karena ini tuh buatan kamu, aku tadi turun ke bawah dan lihat kamu masak."
"Jangan mencoba untuk membuatku terkesan."
"Nggak kok, satu lagi kenapa aku begitu menikmati makanan ini karena pagi ini tubuhku sangat fresh, biasanya kan setiap bangun tidur seluruh badanku sakit semua, ya mana nafsu buat sarapan." Sean tertegun mendengar jawaban istrinya, ya memang benar, selama ini kan Sonia selalu didera oleh Sean, ya otomatis seluruh badannya sakit semua saat bangun tidur.
"Habiskan sarapannya, aku harus siap-siap ke kantor dulu." Ujar Sean merasa salah tingkah.
"Iya, makasih ya." Ucap Sonia sambil tersenyum pada Sean.
...🍂🍂🍂...
Sean memasuki kamarnya dan bersiap untuk berangkat ke kantor, sebelum pergi dia ingin pamitan dulu pada istrinya, walau dia selalu kejam pada Sonia namun setiap kali akan pergi bekerja pasti akan pamit dulu.
Sean mengetuk kamar Sonia dan membukanya, terlihat Sonia sudah terlelap di atas kasur. Sean memasuki kamar itu dan memberikan kecupan singkat pada sang istri.
"Kenapa berat sekali untuk meninggalkanmu? Aku jadi malas berangkat ke kantor." Sean berkata sambil memandangi wajah Sonia.
"Apa aku kerja dari rumah saja? Lagian tidak ada yang penting juga di kantor." Sean meletakkan kembali tas kantornya dan mengganti pakaian dengan pakaian yang lebih santai.
Dia mengerjakan kerjaannya di kamar Sonia sambil memantau keadaan istrinya itu. Sekarang sudah menunjukkan pukul 10 pagi, Sean selesai mengerjakan semua pekerjaan yang tertunda. Dia mengeliat yang menandakan tubuhnya begitu kaku saat bekerja tadi. Sean melihat istrinya dan masih dalam keadaan tertidur lelap, dia merebahkan tubuhnya di samping Sonia dan memeluk sang istri dengan hangat.
Hatinya begitu tenang berada di samping Sonia. Sean memejamkan matanya, dia juga bergabung dengan Sonia masuk ke alam mimpi.
...🍂🍂🍂...
"Vanno, kenapa semalam kamu tidak bisa dihubungi?" Tanya Laura kesal pada kekasihnya.
"Semalam aku sibuk banget Laura, tidak sempat malihat handphone, setelah selesai kerja aku langsung tidur. Maaf ya."
"Keterlaluan sekali, aku semalaman menunggu kabar dari kamu."
"Sorry honey, i'm really sorry."
"Ayo keluar cari makan, pasti kamu belum makan siang kan."
"Sebentar ya, aku selesaikan dulu pekerjaan ini, sedikit lagi selesai."
"Oke."
Laura menunggu Vanno menyelesaikan pekerjaannya dengan duduk santai di sofa sambil memainkan ponsel. Laura begitu aktif di sosial media, dia selalu memposting segala kegiatannya ke sosial media, tak terasa 25 menit sudah berlalu dan Vanno masih berkutat dengan laptopnya.
Perut Laura juga sudah sangat lapar, "masih lama ya Van? Aku sangat lapar."
"Iya sedikit lagi."
"Dari tadi sedikit terus sampai sekarang belum selesai juga." Gerutu Laura yang hanya dibalas dengan senyuman oleh Vanno.
Vanno mengeliat saat semua kerjaannya selesai, dia mengambil ponsel dan memeriksa apakah ada pesan penting atau tidak sebelum pergi keluar bersama Laura.
Vanno melihat ada pesan whatsapp dari Sean, Vanno membuka pesan itu.
[Aku ingin bertemu denganmu, tolong beri aku waktumu sebentar, beri tau jika kau bisa dan tentukan tempat yang nyaman untuk bicara]
Vanno segera membalas pesan itu.
[Datang saja ke cafe Saquilla jam 5 sore nanti] send.
Vanno memasukkan ponselnya dan pergi bersama Laura untuk makan siang, perutnya juga sangat lapar. Mereka makan di resto dekat kantor, beberapa makanan sudah terhidang di atas meja, Laura menyantap semua makanan dengan lahap, Vanno hanya bisa melihatnya dengan gemas.
"Gimana caranya kamu bisa mengontrol berat badanmu sedangkan makanmu saja sebanyak ini." Tanya Vanno karena dia sangat tau kalau Laura begitu sensitif terhadap berat badan.
"Badanku itu sudah ideal Van, jadi tidak perlu mengontrol apapun, sudah bawaan lahir." Vanno hanya tersenyum menanggapinya.
"Kapan mau balik ke Spanyol?" Tanya Vanno setelah selesai makan.
"Minggu depan mungkin."
"Semua kerjaanmu sudah selesai?"
"Tinggal beberapa lagi tapi tidak terlalu berat."
Entah kenapa Vanno merasa biasa saja dengan Laura sekarang, pikirannya masih berputar pada Sonia apalagi saat itu dia sempat berduaan dengan Sonia sambil makan martabak waktu itu.
"Kamu suka tidak dengan jajanan pasar? Seperti makanan yang dijual orang dipinggir jalan." Tanya Vanno pada Laura.
"Kalau itu aku tidak suka, makanan mereka sangat tidak higienis, lihat aja jualannya di pinggir jalan, banyak debu yang masuk ke dalam makanan itu pastinya." Laura mengeluarkan ekspresi jijik.
"Mungkin selera kita beda kali ya."
"Kamu suka makanan begitu?"
"Suka, menurutku itu makanan terenak yang tidak akan ditemukan di restoran mahal."
"Seleramu rendah sekali Vanno." Vanno kaget mendengar ucapan Laura, terdengar sedikit kasar di telinganya.
Vanno tidak ingin ambil pusing, dia memainkan ponselnya dan saat membuka terlihat ada pesan dari Sean yang membuat Vanno melongo. Vanno melihat Sean mengirimkan beberapa foto Sonia pada Vanno lebih tepatnya foto pipi, sudut bibir dan memar di leher.
[Aku ingin meminta penjelasan mengenai luka di tubuh istriku.]
[Kenapa bertanya padaku? Apa istrimu tidak cerita mengenai apa yang terjadi padanya?]
[Tidak] balas Sean singkat.
Vanno tidak lagi membalas pesan Sean dan mengajak Laura untuk kembali ke kantor.
"Mau nungguin di kantor atau pulang? " Tanya Vanno.
"Pulang saja, aku bawa mobil, tidak perlu di antar."
"Oke kalau begitu hati-hati ya." Mereka berpelukan dan berpisah di sana, Laura menuju mobilnya dan Vanno menuju ruangannya.
Di dalam ruangan Vanno jadi kepikiran dengan hubungan Sonia dan Sean.
"Sebenarnya apa yang terjadi antara mereka berdua? Apa mereka tidak saling komunikasi sampai harus bertanya padaku?" Kata Vanno heran.
"Aku juga yakin kalau Sonia tidak bahagia dengan Sean, buktinya saja dia terlihat begitu takut dan tertekan saat hendak ku antar pulang. Sudah benar Sonia kamu menikah denganku, tapi kamu malah memilih laki-laki itu."
...🍂🍂🍂...
Vanno dan Sean bertemu di Cafe Saquilla, mereka datang tepat waktu dan tidak ada drama tunggu menunggu, mereka memesan minuman untuk menemani obrolan mereka.
"Langsung saja, aku ingin tau apa yang terjadi pada Sonia?"
"Apa tidak ada komunikasi antara kau dengan Sonia? Kenapa harus bertanya padaku? Atau kau tidak mempercayai ucapan istrimu itu?" Tanya Vanno menyelidiki, Sean hanya tersenyum miring.
"Itu bukan urusanmu, jawab saja pertanyaanku."
"Waktu itu aku tidak sengaja bertemu dengan Sonia di jalan, dia dikejar-kejar oleh dua pria dan satu wanita paruh baya.... " Lalu Vanno menceritakan semuanya secara runtut, Sean mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah foto pada Vanno.
"Apa ini wanita itu?" Sean menunjukkan foto Nila.
"Iya, dia." Sean hanya mengangguk.
"Dia siapa? Kenapa berbuat begitu pada Sonia?" Tanya Vanno.
"Dia ibu tiriku."
"Haha dasar gila, ini memang gila, apa seluruh keluargamu begitu suka menganiaya Sonia?"
"Apa dia bicara begitu banyak padamu? Aku memang tidak mempercayainya dari awal, cih." Umpat Sean pada Sonia, seketika Vanno emosi dengan menarik kerah baju Sean.
"Kalau kau tidak mencintainya, biarkan dia bebas, jangan aniaya dia seperti ini, kau pikir dirimu hebat hah? Kalau kau laki-laki ya cari lawan seimbang jangan kasar pada perempuan, apalagi istrimu." Sean dengan kasar melepaskan genggaman tangan Vanno di kerah bajunya.
"Kalau kau tidak tau apa-apa dengan rumah tanggaku, jangan terlalu ikut campur. Aku curiga, apa jangan-jangan kau pernah tidur dengan Sonia?"
Bugh...Bugh...Bugh
Sean langsung mendapatkan pukulan dari Vanno, semua pengunjung cafe kaget melihat mereka, satpam segera melerai namun baku hantam tak bisa dielakkan, mereka berdua sama-sama babak belur.
"Jika kau berpikir istrimu serendah itu, kenapa kau menikahinya bajingan? Dasar banci." Umpat Vanno pada Sean.
"Sekali lagi aku melihat kau bersama istriku, aku akan membunuhmu." Kata Sean yang tak kalah emosinya, dia pergi meninggalkan Vanno yang masih ditahan oleh satpam.
"Jika kau menyakitinya lagi, aku akan pastikan dia menjadi milikku, kau tidak pantas mendapatkan wanita sesempurna Sonia." Teriak Vanno yang sangat terdengar jelas oleh Sean.
"Coba saja kalau kau bisa." Sean memandang remeh Vanno dan keluar dari cafe itu.
Sean memacu mobilnya kembali ke rumah dengan emosi yang sangat tidak stabil. Sesampainya di rumah, Sean langsung memasuki kamar Sonia dan dengan kasarnya dia menampar Sonia berulang kali.
"Katakan padaku, apa hubunganmu dengan Vanno?" Tanya Sean dengan menjambak kuat rambut Sonia.
"Aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Vanno." Jawab Sonia yang saat ini merasa kesakitan.
"Kau pernah tidur dengannya juga?"
"Ya Allah Sean, kenapa kau selalu berpikir kalau aku ini sering tidur dengan banyak laki-laki, memang aku serendah itu di matamu? Aku masih punya harga diri, kenapa kau selalu tidak mempercayaiku?"
"Karena kau tidak pantas untuk dipercaya, kau tidak layak untuk mendapat kepercayaan Sonia."
"Apa yang harus aku lakukan lagi agar kau mempercayaiku?"
"Ayo ikut aku!"
Sean menyeret Sonia dengan tangan yang masih menjambak rambut istrinya. Sonia di bawa ke dalam kamar mandi, Sean mengisi penuh bathub dengan air kemudian membenamkan kepala Sonia ke bathub.
"Mati saja kau Sonia, aku sudah muak denganmu, aku begitu jijik membayangkan kau berhubungan dengan pria lain." Sonia tidak melakukan perlawanan sama sekali, dia begitu pasrah dengan perlakuan Sean, melawan juga percuma ketika Sean sedang emosi seperti ini.
Sorry aku langsung emo... geram perangai perempuan mcm nie.