Cerita ini menguak kisah tentang seseorang yang mempunyai masa lalu kelam di dalam hidupnya, sebut saja namanya Namira seorang gadis yang memiliki hubungan spesial bersama pria beristri, sebut saja nama pria itu Samudera, seorang pria yang mempunyai masalah berat dengan istrinya hingga membuatnya bermain api dengan seorang gadis yang bekerja sebagai waiters di salah satu restaurant.
“Mas, aku hamil,” ucap Namira, sedang pria itu hanya terdiam, dia tidak tahu harus bahagia atau berduka mendengar kabar ini.
“Mas, kenapa diam,” ucap Namira sekali lagi.
“Iya Mir, aku turut senang dengan kehamilanmu jaga baik-baik ya anak kita,” sahut Sam, yang aslinya di dalam pikirannya dihantui rasa bersalah yang teramat dalam terhadap istrinya.
Saksikan kelanjutan kisahnya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Namira begitu terharu dengan perhatian kecil yang diberikan oleh anak kecil itu kepada dirinya, perempuan itu langsung melangkahkan kakinya dan menghampiri bocah laki-laki tersebut sambil membawakan makanan untuknya.
"Sean, Sayang. Lihat nih Tante bawa apa?" tanya Namira yang membuat bocah itu menoleh.
"Ah, tahu saja, Tante kalau Sean sedang lapar," sahut anak tersebut.
"Ayo sayang kita makan dulu, maaf ya Tante hanya bisa masak ini, karena masih belum sempat belanja," ucap Namira.
"Tidak apa-apa Tante, begini saja, Sean sudah suka, apalagi ada telur ceplok kesukaan Sean," ungkap anak itu lalu mulai memakan nasi yang di bawa Namira tadi.
Namira pun mulai beralih menatap bayinya yang terlihat begitu anteng dalam tidurnya, sejenak hatinya begitu sedih karena melihat wajah sang anak yang begitu mirip dengan ayah biologisnya.
"Wajahmu begitu mirip dengan ayahmu Nak, semoga saja kedepannya kita bisa menjalani hari-hari kita, meskipun tanpa kehadirannya," gumam Namira.
Di saat Namira hendak mencium bayinya tiba-tiba saja, di depan ada yang datang dan memanggil namanya, segera Namira untuk melihat ke depan rumahnya, dan ternyata benar di depan rumah ada beberapa saudaranya yang mungkin hendak menengok anak Namira.
"Eh, ada tamu ya," ucap Namira begitu hangat menyapa saudaranya.
"Iya, kalau ada tamu mbok Yo segera di buka kan pintu, jangan buat tamu menunggu lama," ketus wanita yang biasa di panggil Bude sari itu.
"Maaf, Bude, tadi aku ada di kamar menunggu bayiku, jadi tidak kedengaran, maaf ya," ucap Namira.
"Mana bayimu, apa kau selamanya mau begini saja, setidaknya kamu itu menikah agar bayimu memiliki identitas," titah Sari dengan nada ketusnya.
"Maaf Bude, saya masih belum mempunyai keinginan untuk menikah, saya mau fokus dulu merawat anak saya hingga besar," sahut Namira.
"Kau nggak malu ya, punya anak tidak ada ayahnya seperti ini, Bude saja yang merasakan malu, kok kamu yang menjalani gak ada malu-malunya sama sekali, heran deh dengan tingkah anak jaman sekarang," cibir Sari dengan tatapan yang mengintimidasi.
"Bude, siapa sih perempuan yang tidak ingin menikah, semua perempuan pasti ingin menikah, dan memiliki pasangan hidup, tapi kembali lagi, kadang ada wanita yang memang masih belum di pertemukan jodohnya, kadang juga ada perempuan yang menunda karena ingin mempersiapkan mentalnya, karena pernikahan tidak segampang yang kita pikirkan," terang Namira.
"Halah, kebanyakan teori, bilang saja ayah dari anakmu itu tidak mau bertanggung jawab, mungkin dia mikir 10 kali untuk menikahimu," cetus Sari.
"Terserah Bude, mau menilai ku seperti apa, aku sudah tidak ambil pusing lagi, karena yang tahu kehidupan ku ya cuma aku sendiri," sahut Namira yang tidak kalah sengitnya.
"Masih bisa ya kamu berkata seperti ini, pantesan kata si Narti kamu ini tidak punya malu. kalau aku yang jadi kamu pasti aku sudah malu duluan," hina Sari, terhadap Namira.
"Apa salahnya seorang ibu yang ingin membesarkan anaknya, aku tidak akan pernah malu, sekalipun aku melahirkan anak yang kalian sebut sebagai anak haram itu, akan ku rawat dia dengan sepenuh hatiku," ungkap Namira yang begitu menggebu-gebu, dia tidak akan pernah terima kalau anaknya yang selalu menjadi bahan olok-olokan saudaranya sendiri.
"Kamu itu kalau di omongi orang tua jangan ngotot seperti itu, aku ini Bude mu jadi wajar memarahi mu, lagian di dalam kejadian ini kamu yang salah, dan wajar dong kalau kami marah, kalau kamu gak ingin kami marah ya jangan datang ke kampung ini, pindah saja ke tempat lain agar kami tidak tahu keberadaanmu," ungkap Sari.
"Aku memang salah, dan aku mohon jangan pernah menghakimi aku seperti ini, aku sudah cukup tahu kesalahanku, biarlah ini semua menjadi urusan ku dengan Allah," sahut Namira.
"Baiklah kalau memang maumu begitu, mulai sekarang saya dan juga yang lainnya tidak akan, peduli lagi dengan keadaanmu," jelas Sari.
"Silahkan Bude, aku juga tidak ingin meminta belas kasihan kepada siapapun, biarkan derita ini saya sendiri yang tanggung, dan saya minta, kepada kalian semua untuk tidak menghakimi kesalahanku," cetus Namira.
Sari pun pulang bersama ke dua saudara yang diajaknya tadi, saat ini Namira sedang duduk sambil menatap hamparan laut yang masih terlihat dari jendelanya, perempuan itu mencoba untuk menenangkan hatinya agar emosi yang ada di dalam dirinya tidak mudah tersulut begitu saja, karena itu bisa mempengaruhi bayinya juga.
Sejenak perempuan itu mulai berpikir, memang tidak mudah menjalani kehidupannya yang mempunyai anak di luar pernikahan seperti ini, apalagi hidupnya di kampung, pasti semua orang akan menganggapnya sebagai aib, semoga saja dia kuat menghadapi badai kehidupannya.
"Oek ... Oek ... Oek ..." Sejenak tangisan bayinya itu mulai menyadarkan lamunannya.
"Ah, anakku," ucapnya lalu beranjak ke kamarnya.
"Tante adik bayinya nangis," teriak Sean.
"Iya, Sayang, tunggu sebentar," sahut Namira, lalu mulai menggendong baby Nasa, dan mulai menyusuinya.
Nasa pun langsung melahap puting ibunya dengan rakus, Alhamdulillah bayi Namira tidak pernah mengalami kesusahan dalam mencari sumber makanannya, mungkin dia paham dengan kondisi ibunya yang sendiri dalam merawatnya, setelah cukup lama menyusui, akhirnya bayi tersebut mulai tidur kembali.
"Alhamdulillah akhirnya anak ibu tidur juga," ucap Namira sambil meletakkan kembali bayinya diatas kasur.
"Tante, Sean, pingin bermain di pantai apa boleh?" tanya anak tersebut.
"Jangan dulu ya Nak, Tante tidak ingin membiarkan Sean bermain seorang diri, karena Sean masih belum mengenal daerah sini," terang Namira yang merasa khawatir dengan Sean.
"Oh, gitu ya Tante," sahut anak itu dengan nada kecewanya.
"Begini saja, gimana kalau sekarang kita jalan-jalannya ke pasar dulu, kebetulan Tante mau belanja bahan-bahan makanan buat kebutuhan kita," tawar Namira karena tidak tega melihat anak itu kecewa.
"Asik! Aku mau Tante!" seru anak itu yang merasa bahagia di ajak jalan-jalan ke pasar.
Namira pun mulai menggendong bayinya, untuk sekarang ketiga ibu dan anak ini sudah siap menuju ke pasar dengan jalan kaki saja sambil menggunakan payung, karena cuaca di luar masih sedikit gerimis.
Sambil menahan rasa ngilu di bagian bawahnya, perempuan tersebut mencoba untuk berjalan karena lokasi pasar tidak terlalu jauh sehingga bisa di tempuh hanya sekedar berjalan kaki saja.
"Tante, tinggal di sini enak ya, dekat pasar dan juga laut," ucap Sean sambil melihat para pedagang yang sedang menjajal kan barang dagangannya.
"Alhamdulillah Tante senang, melihat Sean betah tinggal di sini," sahut Namira.
'Suatu saat nanti Sean pingin berjualan seperti para pedagang tadi,' ucap anak itu di dalam hatinya.
Namira pun mulai membeli bahan-bahan satu persatu dan di masukkan ke tas belanjaan nya, karena banyaknya bahan yang di beli sampai-sampai Namira menabrak seorang wanita paruh baya itu.
"Buuugh!" Wanita paruh baya itu hampir saja terjatuh.
"Ibu gak apa-apa?" tanya Namira.
"Kamu," ucap wanita paruh baya itu.
jauhkan jauhkan
ngesak bgt thor hasrat Sean dan Nara utk bertemu dgn ayah biologis mereka.
masih penasaran nih....