Sebenarnya, cinta suamiku untuk siapa? Untuk aku, istri sahnya atau untuk wanita itu yang merupakan cinta pertamanya
-----
Jangan lupa tinggalkan like, komen dan juga vote, jika kalian suka ya.
dilarang plagiat!
happy reading, guys :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Rii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan bu Sinta
Setelah pulang dari piknik bersama, Aira mendadak terkena flu. Aryan yang basah karena hujan, Aira yang jatuh sakit. Bukan hanya flu saja, tapi Aira juga terkena demam ringan. Badannya hangat dan juga matanya berair, lalu sering bersin.
Aryan sudah membeli koolf*ver untuk meredakan panas Aira, ia juga membelikan obat untuk flu.
"Pakai koyok aja bisa gak sih, mas? Ini gak mempan," pinta Aira mengusap matanya yang berair. Ia sudah layaknya orang putus cinta, karena matanya memerah, seperti orang yang sudah lama menangis.
"Koyok cabe atau yang biasa aja?" tanya Aryan sembari mengoleskan minyak kayu putih, di hidung Aira.
"Yang biasa aja, kalau yang cabe panas banget, gak tahan."
"Oke, saya bilang ke bu imas dulu ya, soalnya saya gak beli itu tadi."
"Iya, mas."
Setelah itu, Aryan pun pergi ke luar kamar, untuk menemui bu Imas. Di luar masih hujan, padahal tadi sempat reda sekitar satu jam lebih.
Di dalam kamar, Aira mencoba duduk karena ia ingin minum. Fokusnya teralih saat mendengar notifikasi pesan dari ponsel suaminya yang ada di atas nakas, di dekatnya. Mungkin karena tadi di bawa ke luar, jadi Aryan meletakkan asal saja ponselnya.
Aira sedikit mengintip, penasaran dengan notifikasi pesan yang terus berbunyi. Itu pertanda ada beberapa pesan masuk.
Diana.
"Iyan, aku mohon kali ini aja, kita ketemu ya. Aku bener-bener gak bisa gini terus, aku gak sanggup---
Hanya itu yang dapat Aira baca, karena ia tak berani membuka pesan dan hanya melihat di notifikasi yang ada di layar kunci.
"Namanya udah di ganti ya, bukan Nana lagi," gumam Aira kembali membaringkan tubuhnya. Apa suaminya ini benar-benar akan berubah? Atau hanya sementara saja, karena kebetulan Diana berbuat salah, jadi hanya memberi efek jera saja gitu.
Entahlah, Aira tidak mau berburuk sangka.
Beberapa menit kemudian, Aryan datang dengan nampan berisikan bubur kacang hijau yang dibuatkan pelayan di sini. Tak lupa, Aryan juga membawa pesanan istrinya yang ternyata dimiliki bu Imas, jadi tidak perlu beli ke luar lagi.
"Dimakan bubur kacang hijaunya. Ini pakai jahe, jadi bagus buat badan kamu yang lemah," ujar Aryan mengaduk-ngaduk bubur kacang hijau yang ia bawa tadi. Bunyi notifikasi pesan kembali terdengar dan Aryan masih fokus mengaduk bubur yang masih panas.
"Mas, mungkin teman kerja mas ngirim pesan, buburnya biar aku makan sendiri aja," seru Aira hendak mengambil alih sendok di tangan Aryan, namun langsung dicegat oleh suaminya itu.
Aryan pun mengambil ponselnya, lalu menatap notifikasi pesan yang terlihat di layar kunci. Ia menghapus notifikasi pesan itu dan menyalakan mode pesawat.
"Kamu makan selalu di tiup, itu gak bagus. Biar saya aja yang nyuapin," ucap Aryan kembali meletakkan ponselnya di atas nakas.
"Tapi gak usah di tes pakai bibir juga kali!" Ingin rasanya Aira mengatakan itu, tapi ia pendam saja dan memperhatikan suaminya yang sedang mengecek bubur, seperti tadi mengecek suhu mie instan saat di saung.
Malam harinya.
Aira dikejutkan dengan kedatangan bu Sinta yang menangis dan juga ingin bersujud di kakinya. Ia ke bawah hanya ingin mengambil buah anggur, tapi malah dikejutkan dengan kehadiran bu Sinta.
"Tolong bangun, bu. Kita bicara baik-baik," pinta Aira membantu bu Sinta bangun. Aryan sedang tak ada di rumah, pergi membeli minyak telon yang ternyata tinggal satu botol lagi.
"Saya mohon, Aira. Saya minta maaf sebelumnya karena udah kasar sama kamu, tapi saya mohon kasihanilah anak saya. Diana udah kayak orang gila di sana, dia kemarin nyoba bunuh diri," ucap bu Sinta mengatupkan kedua tangannya, agar Aira mengasihaninya.
"Astagfirullah, kenapa bisa begitu, bu? Terus mbak Diana keadaannya gimana sekarang?" tanya Aira terkejut. Ternyata, Diana benar-benar nekat ya.
"Keadaan Diana makin parah, Aira. Dia stres, depresi, pengen mati katanya," jelas bu Sinta menangis pilu.
"Terus maksud ibu datang ke sini apa?" tanya bu Imas dengan mata yang memicing.
"Saya, saya mau kamu ikhlasin Aryan buat Diana, Aira. Saya bakalan kasih berapapun yang kamu minta dan saya bakalan cari laki-laki yang lebih baik dari Aryan. Aryan itu takdirnya Diana, Aira. Saya mohon kamu ikhlasin Aryan, saya mohon." Sontak mendengar itu membuat Aira syok, ia pun dengan segera mengatur emosinya kembali.
"Maaf sebelumnya, bu Sinta. Kalau saya butuh uang, uang suami saya banyak. Kalau memang ibu bisa nyari laki-laki yang lebih baik dari mas Aryan, kenapa gak ibu cari aja buat mbak Diana? Saya gak bisa ikhlasin suami saya, calon ayah dari anak saya, buat wanita lain, bu. Kami bukan sedang pacaran, kami ini suami-istri!" sahut Aira dengan nada tegas. Ada-ada saja permintaan wanita bergelar ibu, di depannya ini.
"Kamu gak ngerti, Aira! Diana sama Aryan itu,...
"Ada apa ini?" tanya Aryan yang baru saja masuk ke rumah, dengan menenteng tas belanjaan. Sontak melihat Aryan datang, bu Sinta langsung berdiri dan hendak memegang tangan Aryan, namun laki-laki itu langsung mundur.
"Kenapa anda datang malam-malam ke rumah saya, bu Sinta?" tanya Aryan membuat bu Sinta terbelalak kaget. Kenapa Aryan bicara baku padanya?
"Aryan, kenapa kamu ngomong gitu sama tante, nak? Kita ini kan bukan orang asing."
"Bu Imas, jelasin kenapa bu Sinta datang malam-malam ke sini!" seru Aryan menatap bu Imas yang terlihat geram.
"Bu Sinta mohon-mohon ke non Aira, buat lepasin pak Aryan. Dia mau non Aira ikhlasin bapak, untuk bu Diana. Bu Sinta janji akan memberikan berapapun yang diminta non Aira dan bakalan nyari pengganti bapak, yang lebih baik dari pak Aryan," jelas bu Imas membuat wajah bu Sinta langsung pucat.
"Terus, apa jawaban istri saya?" tanya Aryan menatap Aira yang sedari tadi tak menatapnya sama sekali.
"Non Aira gak mau, pak. Karena kalau masalah uang, uang bapak lebih banyak. Kalau masalah laki-laki yang lebih baik, kenapa gak bu Sinta kasih aja ke bu Diana. Gitu, pak!" Aryan menyeringai tipis, lalu menatap ibu dari mantan kekasihnya itu.
"Anda dengar sendiri jawabnya istri saya kan, bu Sinta. Istri saya tidak mau melepaskan saya, begitu juga dengan saya! Keluar dari rumah saya dan jangan pernah datang lagi!"
"Tapi, tapi,...
"Masalah Diana, saya tidak peduli, bu. Dia bukan tanggung jawab saya! Kalau sampai dia bunuh diri, itu tanggung jawab nya dengan Tuhan nanti. Tanggung jawab saya sekarang adalah istri dan calon anak saya! Anda paham kan?"
"A-Aryan,...
"Keluar atau saya panggilkan security!"
"I-iya, tante keluar."
"Bu Imas, bilang ke security untuk tidak menerima tamu, tanpa izin dari saya!"
"Baik, pak."
Bu Sinta yang mendengar itu, sontak mengepalkan kedua tangannya. Ia berjalan menuju mobil, dengan raut wajah marah.
"Awas aja kalian ya!"
Kembali ke Aryan yang meletakkan kantong belanjaannya di atas meja, lalu pergi meninggalkan Aira yang masih termenung.
Aira menatap kepergian suaminya dengan perasaan tak karuan. Suaminya ini, kadang peduli, kadang juga cuek. Rasanya ingin sekali Aira mendorong Aryan dari lantai 2, agar suaminya itu sadar kalau ia butuh di bujuk sekarang!
bahasanya jga enak di baca