Hitam tak selamanya buruk dan kotor, putih tak selamanya bersih dan suci. Hidup seorang diri membuat Letnan Rilanggana menjadi pribadi yang keras, dingin dan tidak mudah di taklukkan. Banyak yang tidak paham atau mengerti akan jalan pikir serta 'caranya bekerja'.
Berawal dari pertemuan pertama yang tak terduga, dirinya bertemu dengan adik kesayangan seniornya yang membuatnya kesal. Namun menang taruhan dengan rekannya membuat takdirnya harus mendekati gadis itu kembali.
Niatnya yang hanya bermain-main akhirnya menimbulkan perkara dan harus berhadapan langsung dengan seniornya tersebut. Hingga waktu berganti, kisah masa lalu di antara mereka membuat prahara.
KONFLIK, silakan SKIP bagi yang tidak tahan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Berani mati.
"Bisa jemput Papa di Restoran Akasia???" Kata Papa Rama.
"Papa sudah di Indonesia?? Kenapa tidak bilang??"
"Mama pengen langsung jalan-jalan ke Mall." Jawab Papa Rama.
...
"Papa????" Mbak Niken tersenyum lebar melihat mertuanya datang.
"Sepi sekali, pada kemana semua??" Tanya Papa Rama.
"Anak-anak main. Lira belum pulang. Ayo masuk, Ma.. Pa..!!" Ajak Niken tentu senang sekali melihat mertuanya datang.
...
Lira menjerit ketakutan, namun Bang Rilo mampu mengendalikan situasi. Di dekapnya Lira hingga hilang dalam peluknya.
"Lira benci Mas Pri.. pergiii.. pergiiiiiii..!!!" Jeritnya lagi.
"Lira..!!!! Tenang, dek..!!! Lihat saya..!!!" Bang Rilo mengarahkan wajah Lira agar bisa menatapnya. Tubuh gadis cantik itu gemetaran. "Saya hanya minta kamu percaya sama saya..!! Semua akan baik-baik saja..!!!" Bujuk Bang Rilo hingga kemudian semakin mempererat pelukannya pada Lira.
"Lira takuuut.. takuuuutt..!!!" Lira berusaha berontak tapi jelas tenaganya tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan Bang Rilo. "Oomm Riiilll..!!"
Awalnya Bang Rilo hanya ingin melakukan 'pendekatan dan perkenalan' dengan Lira. Namun gertakannya malah menjadi senjata makan tuan bagi dirinya.
"Liraaa.. tolong..!!!! Percaya sama saya..!!!!!" Ujar Bang Rilo sekali lagi namun segalanya tidak sesuai dengan 'skenario' awal hingga hal tak terduga terjadi. "Astaghfirullah..!!"
Kaki Lira menendang kesana kemari dan akhirnya membuat 'pasak' terbenam dalam, jerit Lira semakin tak karuan. Bang Rilo pun kaget. Di antara sadar dan tidak, niatnya ingin beranjak namun ia tidak sanggup melakukannya dan terbawa arus membuat segala janji tinggalah janji.
Bang Rilo pasrah, ia mengecup kening Lira dengan sayang. Sudah kepalang tanggung, Bang Rilo menarik selimut ia pun melanjutkannya. Jerit Lira pun menghilang, gadis cantik itu hanya bisa menahan rasa.
...
Bang Rilo merokok di kamar kost nya, matanya memerah membendung air mata sedangkan Lira menangis sesenggukan di bawah selimut bersamanya. Tak perlu di jelaskan bagaimana keadaan mereka saat ini.
Bang Rilo pun tak bisa mengungkapkan dan menjabarkan perasaannya. Jelas ada rasa yang berbeda saat mengetahui dirinya yang pertama kali membuka barcode dan memvalidasi Lira.
"Kamu tidak usah teriak, marah dan ajari saya. Laki-laki berani berbuat, tentu sudah paham resiko. Kalau hamil ya sudah, memang saya yang buat, saya nggak akan lari." Kata Bang Rilo.
"Bohong.. Mas Pri meninggalkan kasus karena tidak mau tanggung jawab sama perempuan itu." Jawab Lira masih penuh dengan emosi.
"Itu kan, Priyadi. Saya tidak mungkin begitu. Fokus hidup saya hanya kamu, anak dan pekerjaan." Ujar Bang Rilo.
"Lira nggak percaya..!!"
Asap rokok masih mengepul memenuhi ruang kamarnya.
"Nggak percaya yo wes, ndhuk. Susah sekali buat kamu tenang. Saya sudah bilang, percaya sama saya...!!" Bang Rilo kembali menghisap batang rokoknya, tangan kirinya mengusap puncak kepala Lira.
"Sebenarnya Om suka sama Lira atau tidak??"
"Suka."
"Sayang atau tidak???" Tanya Lira.
"Sayang."
"Cinta atau tidak????" Tanya Lira semakin mendesak.
"Cinta."
"Bohong..!!! Kalau memang cinta kenapa Om melakukannya??? Seharusnya Om jaga Lira." Protes Lira tidak terima.
"Cinta tidak selalu ada pada standartmu. Saya punya keputusan dan ketegasan untuk melindungi kamu. Tidak ada standart cinta bisa di uraikan dalam kata. Saya berdiri di bawah janji dan sumpah profesi saya. Karena saya cinta, saya tidak mau ada laki-laki lain yang memandangmu tidak hormat. Entah cara saya salah atau tidak, kamu suka atau tidak.. saya sudah membuatmu terikat." Ucap tegas Bang Rilo.
Pikiran Lira sungguh kalut. Tidak ada satupun kata yang masuk di dalam akalnya. Yang ada dalam pikirannya saat ini hanya takut dan gelisah. Bagaimana ia harus menjelaskan pada Bang Ribas bahwa dirinya dan Bang Rilo sudah melakukan kesalahan.
"Janji dan sumpah apanya???? Ini saja sudah melanggar." Omel Lira.
Bang Rilo hanya tersenyum saja mendengarnya. "Jadi cari buku atau tidak??? Saya masih punya hasrat yang terpendam." Bang Rilo memberi kode mata, menunjuk arah selimut pada Lira.
"Ooooommm..!!!!"
Senyum pun menjadi tawa tapi kali ini Bang Rilo memilih menahan diri. Bagaimana pun juga dirinya juga memikirkan keselamatan Lira yang masih tinggal bersama Abangnya.
...
"Papaaaa..!!!" Lira berlari memeluk Lira saat melihat Papa Rama berada di rumah.
Bang Rilo pun memberi hormat pada seniornya dan juga seorang purnawirawan yang masih nampak bugar dalam usianya.
"Darimana saja kalian sampai malam begini????" Tegur Bang Ribas.
"Ijin.. cari buku, Bang."
"Sudah.. kita bicara di teras depan saja..!!" ajak Papa Rama tapi saat mengecup kening putrinya, ia menghirup aroma rokok bercampur parfum pria yang begitu pekat.
Papa Rama pun melirik Bang Rilo. Paham ada yang aneh, Bang Ribas pun sempat menghirup aroma berbeda dari Lira. Ia pun ikut melirik Bang Rilo.
"Lira.. masuk..!!!" Perintah Bang Ribas.
Namun sejenak langkah Lira terhenti kemudian berjalan perlahan.
"Kamu kenapa, dek?" Tanya Mbak Niken.
"Cepek jalan-jalan, Mbak." Jawab Lira.
...
Malam itu Papa Rama bersama Bang Ribas dan Bang Rilo hanya membahas seputar pekerjaan.
Papa Rama sesekali mengangguk dan terkesan dengan kepintaran Bang Rilo. Pria itu sungguh penuh wibawa, tegas dan lugas dalam sikap serta tutur kata.
"Kapan kamu naik pangkat, Ril?" Tanya Papa Rama.
"Tahun ini, Pak. Kurang beberapa bulan lagi." Jawab Bang Rilo.
"Kamu ambil job Danki mu di daerah Utara saja..!! Bukankah disana butuh Danki muda." Kata Bang Ribas seolah ingin 'menyingkirkan' Bang Rilo.
"Di daerah puncak putih juga masih butuh job Danki, Bas. Ada desa adat terisolasi dan butuh juga pengamanan. Atau bisa juga geser job di sekitar Muara Borneo. Kamu mau naik Wadan Markas, kan. Rilo, Bayu.. bisa ambil tempat satu-satu." Arahan Papa Rama karena sudah sempat membaca hasil laporan Bang Rudha.
"Iya, nanti di kondisikan." Jawab Bang Ribas malas.
***
"Kemarin kamu dari mana saja?" Tanya Bang Bayu karena hari ini dirinya tidak sengaja bertemu Lira di sekitar belakang mess perwira.
"Toko buku saja." Jawab Lira.
"Itu saja?" Tanya Bang Bayu lagi.
"Iya, Om."
Bang Bayu mengangguk tapi entah kenapa rasanya ia tidak bisa percaya begitu saja apalagi saat pandangannya tidak sengaja melihat tanda di balik kerah pakaian Lira. Bang Bayu pun mencekal tangan gadis itu dan menyudutkannya pada dinding.
"Lira.. sungguh tidak ada yang terjadi???"
Lira terkejut melihat tatap mata Bang Bayu.
"Kalau kamu di apa-apakan sama Rilo, bilang sama saya..!!" Ujar pria tersebut.
Sesaat kemudian Bang Rilo datang dan melepas cekalan tangan sahabatnya lalu mengarahkan Lira ke belakang punggungnya. Tatapan mata Bang Rilo sungguh nampak mematikan.
"Jangan menekan Lira..!! Ini urusanku dan kamu saja..!!" Ujar Bang Rilo.
.
.
.
.
.
apa Lira dan Sitha ga bisa lepas dr Priyadi??
semoga menjadi Keluarga yg samawa yah Bang Rilo dan Bang Bayu😇
bikin penasaran...
lagi rame ini,
ayo lanjuuut kak 💪💪💪♥️♥️♥️