Sebuah kecelakaan merenggut pengelihatannya. Dia merupakan dokter berbakat yang memiliki kecerdasan tinggi, tampan dan ramah menjadi pemarah.
Beberapa perawat yang dipekerjakan selalu menyerah setiap satu pekan bekerja.
Gistara, gadis yang baru lulus dari akademi keperawatan melamar, dengan gaji tinggi yang ditawarkan dia begitu bersemangat. Hampir menyerah karena tempramen si dokter, namun Gista maju terus pantang mundur.
" Pergi, adanya kamu nggak akan buatku bisa melihat lagi!"
" Haah, ya ya ya terserah saja. Yang penting saya kerja dapet gaji. Jadi terserah Anda mau bilang apa."
Bagaimna sabarnya Gista menghadapi pasien pertamanya ini?
Apakah si dokter akan bisa kembali melihat?
Lalu, sebenarnya teka-teki apa dibalik kecelakaan yang dialami si dokter?
Baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter dan Perawat 12
" Aku masih nggak ngerti apa maksud tu orang," gumam Gista lirih. Otak minimalis Gista kesulitan mencerna semua hal yang tuannya lakukan.
Hari ini adalah akhir pekan, dimana Gista juga mendapatkan waktu liburnya. Ya setiap minggu, Gista mendapatkan libur. Jadi Gista bekerja selama 6 hari dalam seminggu. Dan itu sebenarnya sudah lebih dari cukup.
Dari apa yang ia tahu biasanya menjadi perawat pribadi begitu akan jarang mendapatkan libur di setiap pekannya.
" Woii, buset deh pagi-pagi dah ngelamun."
Suara Victor membuyarkan semua pikiran gadis itu. Gista juga langsung mengalihkan pandangannya kepada sang sahabat.
" Bawa apa lagi sih Vic. Perasaan setiap lo datang pasti bebawaan bae."
" Ini bikang ambon, Mami yang buat sendiri. Dan ini yang nyuruh Mami buat dikasih ke Ibu. Aku kasih ini ke Ibu dulu ya. Setelah ini baru kita ngobrol. Gue harus tahu apa yang lo pikirin."
Gista mengibaskan tangannya, tanda ia meminta Victor segera masuk ke dalam rumah. Ya keduanya yang sudah berhubungan dengan sangat dekat itu tentu sudah saling terbiasa jika di rumah. Baik Victor maupun Gista sudah beranggapan bahwa rumah mereka adalah tempat yang tidak asing.
Tidak lama Victor sudah keluar sambil membawa sebuah nampan yang berisi dua cangkir kopi hitam dan sebuah piring kecil berisi potongan kue yang dibawanya tadi.
Mata Gista berbinar, ia selalu suka dengan Victor yang sangat peka dan juga tahu seleranya.
" Lo emang sahabat terbaik gue Vic. Tau aja gue lagi butuh kopi."
" Yoi lah, eh bukannya lo emang cuma punya gua ya. Makanya gue adalah sahabat terbaik lo."
Tawa lepas dari mulut mereka. Baik Victor maupun Gista memang tidak terlalu banyak punya teman dekat. Kalau teman yang hanya sekedar kenal memang banyak tapi yang sangat dekat seperti ini ya hanya mereka saja.
" Oke, sekarang cerita, apa yang lagi lo pikirin."
" Soal pasien gue. Dokter Haneul, gue sampai sekarang nggak ngerti tentang dia. Udah seminggu ngerawat dia tapi gue tetep belum bisa ngerti perihal apa yang dia pikirin. Dan emang dai temperamennya masyaallah banget."
" Kalau soal tempramen, ya gue udah denger dari anak-anak. Tapi gue nggak ngerti maksud lo soal lo yang nggak ngerti tentang dia."
Victor nampak sedikit kebingungan dengan perkataan Gista. Dia belum bisa sepenuhnya mencerna maksud dari ucapan sang teman itu. Karena semenjak Gista bekerja mereka jadi jarang bertemu.
Yang Victor tangkap dari ungkapan Gista soal tidak mengerti tentang Haneul pasti memiliki makna lain.
" Gini Vic, kemarin ada orang dateng ke rumah. Orang itu ... ."
Gista menjelaskan tentang kedatangan Alex. Dia juga bercerita soal Haneul yang tiba-tiba menyuruhnya untuk membuka ponsel dan membacanya. Hal tersebut membuat Victor menjadi berpikir juga. Dia juga meraba-raba apa maksud dari Haneul yang meminta Gista membuka ponsel.
Dan, yang lebih aneh soal Gista yang di suruh membalas setiap pesan yang masuk. Dalam kepala Victor muncul sebuah pertanyaan.
" Kok dia nggak minta tolong ke keluarganya?"
" Nah itu yang nggak gue ngerti. Dan gue mau tanya juga udah ogah duluan. Buset deh die ngomongnya ketus, galak, dan nyeremin. Lagi pula cuma sebatas ngebalesin chat, masih oke lah. Dan gue bales sesuai apa yang dia omongin juga."
Tapi sebenarnya bukan itu poin pentingnya. Baik Gista maupun Victor merasa ada yang aneh dengan semua ini. Pasalnya semua pesan yang masuk itu benar-benar baru di buka atau dengan kata lain Gista adalah orang pertama yang membuka pesannya.
Bagaimanapun memikirkannya Gista sama sekali tidak mengerti maksud dan tujuan dari pasiennya kali ini. Dan untuk Alex, Gista sangat tidak menyukai pria itu. Pria yang sangat angkuh dan memiliki tatapan yang merendahkan terhadap orang lain itu bagi Gista sungguh bukanlah orang yang baik.
Gista juga merasa bahwa Haneul pun merasa demikian. Terlihat dari cara bicara dan gesture Haneul saat berhadapan dengan pria itu.
" Vic, gue boleh minta tolong nggak? Cari tahu soal pria yang bernama Alex. Dia kayaknya orang penting di rumah sakit. Gue penasaran dia orang baik atau bukan. Soalnya setiap ucapannya beneran kerasa ambigu. Dia bukan dokter Vic, kayaknya bagian staf gitu, tapi posisinya udah tinggi."
" Oke Alex, tapi gue nggak janji bakalan dapet info banyak ya?"
Gista mengangguk, apa yang saat ini Haneul lakukan sedikit aneh baginya. Dan membuat Gista penasaran. Terlebih perihal chat yang kemarin dia balas, beberapa diantaranya membuat dirinya merasa ada yang aneh.
Sama dengan Gista yang merasa aneh terhadap Alex, Haneul pun merasa demikian. Saat ini dia yang tengah berada di kamarnya tengah memilah beberapa pesan yang kemarin di bacakan oleh Gista. Ya, Haneul memiliki daya ingat yang sangat bagus sehingga dia mampu mengingat siapa pengirim pesan dan apa saja isinya.
Tapi ada satu hal yang aneh, Alex malah sama sekali tidak mengiriminya pesan. Baik di whatsapp maupun di instagram. Berbeda dengan yang lain, yang mengirim pesan double.
" Alex, apa dia yang buat aku kayak gini. Dia emang sering banget crash sama aku, bahkan terang-terangan ngelawan. Tapi dia juga yang pertama nekat datang ke rumah meskipun aku terang-terangan nolak kunjungan. Haah, ini beneran bikin pusing. Ughhh."
Kepala Han tiba-tiba berdenyut. Rasa sakit yang luar biasa itu benar-benar membuatnya kali ini tidak tahan.
Haneul meraba nakas, ia hendak mengambil air minum juga obat pereda sakit. Tapi lagi-lagi matanya menjadi penghalang. Dia juga tidak tahu mana obat pereda sakit yang harus diminumnya.
Krompyang
Drap drap drap
Suara gelas pecah membuat Hyejin dan Yoona langsung berlari menuju ke lantai atas. Mereka berdua yang sedang menikmati makan malam, langsung meletakkan sendok mereka.
" Astagfirullah Abang!" pekik Hyejin dan Yoona secara bersamaan.
Tubuh Hyejin bergetar dan sejenak terpaku ketika melihat kondisi putra sulungnya.
Sedangkan Yoona, dia masih bisa berpikir jernih. Gadis itu menghampiri sang kakak. Dia mengangkat tubuh Haneul untuk segera dipindahkan ke sisi lain. Pasalnya bagian kepala Haneul dan pipi sebagian kiri terkena pecahan gelas. Tentu saja itu berdarah. Saat ini kondisi Haneul tengah tidak sadarkan diri.
" Eomma! Panggil ambulance dan hubungi Appa juga."
" Aah Ya Allah, iya."
Hyejin berlari ke bawah untuk mengambil ponsel. Ia melakukan apa yang diminta oleh anak keduanya. Hati dan pikirannya yang tadi kalut kini sudah bisa kembali normal. Namun tetap saja suara Hyejin bergetar ketika menghubungi suaminya.
" Han pingsan Mas. Aku udah telfon ambulance."
" Oke, kamu yang tenang ya. Aku akan datang bareng ambulance. Semuanya akan baik-baik aja oke."
" Iya Mas. Aku berharap seperti itu juga."
TBC
Lanjuut