Update Sebulan Sekali (Opsional)
*Author Sedang Melakukan Remake Pada Karya Ini
Local Galactic Group, dimensi yang menjadi ajang panggung pertarungan para dewa dalam siklus pengulangan abadi. Noah, Raja Iblis pertama harus menghadapi rivalitas abadinya, Arata, Dewa Kegilaan akan tetapi ia perlahan menemukan dirinya terjebak dalam kepingan-kepingan ingatan yang hilang bagaikan serpihan kaca.
The LN dewa pembangkang yang telah terusir dari hierarki dewa. Mendapatkan kekuatan [Exchange the Dead] setelah mengalahkan dewa Absurd, memperoleh kitab ilahi Geyna sebagai sumber kekuatan utama.'Exchange the Dead' kemampuan untuk menukar eksistensi dan mencabut jiwa sesuka hati, mampu menukar kematian ribuan kali, menjadikannya praktis tak terkalahkan menguasai kitab ilahi Dathlem sebagai sumber kekuatan tambahan menciptakan makhluk-makhluk rendah dengan satu bakat sihir sebagai perpanjangan kekuasaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewa Leluhur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 1. Buried Memory Key: Awal Pengingatan
Dalam kegelapan mataku, aku melihat manusia-manusia berhamburan mencoba menyelamatkan diri mereka dalam ancaman langit, —tanah yang retak membuka jalan bagi bara api untuk menjilati para manusia yang mencoba mendekat.
Tubuh fana manusia-manusia terombang-ambing di atas udara dengan bara api menjilati tubuh fana mereka, bukanlah lagi disebut manusia, mereka layaknya boneka-boneka yang bisa dimainkan sesukanya. Tak luput dalam pandanganku, sesosok makhluk besar dengan jubah hitam menyelimuti tubuh itu berdiri tegap di antara manusia fana dengan tatapan mata merah tajamnya, seolah api yang ada disana berasal dari mata merah itu. Aku tahu, makhluk jubah hitam ini menikmati setiap jeritan pesakitan dari manusia-manusia itu.
"Apa yang kau lakukan?" aku mendekati makhluk berjubah hitam itu. Rasa penasaranku semakin membuncah kala mahkluk itu menggelegarkan tawanya yang mampu memekikkan telinga. "Kau ini apa?" Dia berbeda dengan mahkluk lainnya?
Dia membungkuk ke tanah, dengan satu kaki menopang tubuhnya. Dan dalam hitungan detik, retakan kembali terbuka menyemburkan cairan panas dengan bara api yang semakin menggila, "Kau bukanlah tandinganku, mahkluk rendahan."
Hening. Aku terdiam mendengar bagaimana kesombongan yang ia suarakan, "Apa yang membuatmu merasa kau bukanlah tandinganku? Kau pikir, kau sepadan denganku?"
Geraman amarah terdengar dari sela bibirnya, "Aku adalah Dewa LN, mahkluk sombong. Kau akan binasa seperti apa yang terjadi pada istrimu."
Mendengar dia mengatakan tentang 'istriku' dengan mulut kotor itu, membuat dadaku bergemuruh penuh amarah. Aku tak tahu apa yang dia maksud dengan kematian istriku. Yang aku sadari, amarahku menjalar ke seluruh tubuh. Rasa haus ingin membinasakan makhluk berjubah hitam itu semakin menjadi dalam diriku.
Dalam sekejap, pemandangan mengerikan itu lenyap seperti lampu seluruh kota yang dipadamkan serentak. Aku tersentak bangun, keringat dingin membasahi dahi. Hanya mimpi.
"Shin! Bangun, sayang! Sudah pagi!" Suara cempreng ibuku menggema dari lantai bawah. Belum sempat aku menjawab, pintu kamarku sudah dibuka dengan semangat.
"Lihat apa yang Ayah bawa!" Ayahku muncul dengan wajah berbinar, mengacungkan sebuah amplop dengan cap merah. "Undangan turnamen masuk Akademi! Kesempatan emas untukmu, Nak!"
Aku mengucek mata, masih berusaha mengumpulkan kesadaran ketika Ibu ikut menerobos masuk dengan nampan berisi sarapan. "Astaga, kalian ini! Biarkan aku cuci muka dulu!"
"Tidak bisa menunggu! Ayah harus segera ke bawah tanah akan kubuatkan pedang terbaik untuk putraku!" Ayah mengepalkan tangan dengan mata berapi-api. "Pedang yang akan membawamu masuk Akademi!"
"Tapi sarapannya..." Ibu cemberut.
"Nanti saja! Yang penting sekarang ukur dulu tangan Shin untuk gagang pedangnya!" Ayah menarik tanganku.
"Makan dulu!"
"Pedang dulu!"
Aku tertawa melihat perdebatan kecil mereka. Meski kadang melelahkan, perhatian berlebihan kedua orangtuaku selalu menghangatkan hati.
"Baiklah, baiklah. Aku akan sarapan sambil Ayah mengukur tanganku." Aku menengahi, membuat keduanya tersenyum puas.
"Anak pintar!" kata mereka bersamaan, lalu saling melirik dan tertawa.
Sambil mengunyah roti hangat buatan Ibu, aku masih memikirkan mimpi tadi. Aneh, mimpi itu terasa begitu nyata - seperti kenangan yang dirahasiakan di sudut paling gelap pikiranku.
"Shin, kamu melamun" kata Ayah yang sedang mengukur pergelangan tanganku dengan tali ukur kayunya. "Kau baik-baik saja?"
"Ya, hanya mimpi buruk." Aku tersenyum tipis, menghirup aroma roti yang menghangatkan jiwa.
Kilasan-kilasan terus bermunculan - sosok berjubah hitam, dengan aura kehancuran, dan nama "Noah" yang terngiang-ngiang. Semuanya bercampur dengan bau besi dari bengkel Ayah dan aroma roti dari toko Ibu yang begitu familiar.
"Kau tahu," Ayah memulai sambil mencatat ukuran di secarik kertas, "pedang yang akan kubuat ini spesial. Bukan hanya karena untuk turnamen, tapi karena... entahlah, tanganmu memiliki bekas luka yang aneh." Dia menunjuk tanda samar di telapak tanganku.
Bekas luka itu. Aku tidak pernah tahu asalnya, tapi setiap melihatnya, ada desir aneh di dadaku. Seperti ada kekuatan yang tertidur, menunggu untuk bangkit.
"Mungkin waktu kecil tergores pisau roti?" Ibu tertawa, mengusap kepalaku dengan sayang. "Kau dulu suka sekali main-main di dapurku."
Namun hatiku berbisik berbeda. Tanda ini bukan dari pisau roti. Tetapi seperti ada hubungannya dengan mimpi-mimpi itu, seperti ada kejanggalan seolah sesuatu mencoba memberikan pemahaman padaku tentang diriku sebagai Noah.
"Yang penting sekarang," Ayah menepuk bahuku, "kau fokus pada turnamen. Kau ini masih anak kami dan kami selalu menganggap kamu anak kecil, jangan terlalu dipikirkan."
Aku mengangguk, meski dalam hati bertanya-tanya - akankah masa lalu itu membiarkanku begitu saja? Atau suatu hari nanti, sosok Noah dalam diriku akan bangkit kembali?
Untuk saat ini, aroma roti dan denting besi dari bengkel Ayah adalah duniaku. Tapi entah mengapa, aku merasa ini hanyalah ketenangan sebelum badai yang sebenarnya.
"Shin, tolong antarkan roti-roti ini ke asrama timur ya," kata Ibu sambil menata roti hangat ke dalam keranjang rotan. "Ibu dengar anak-anak bangsawan suka sarapan lebih siang."
Aku mengambil keranjang yang dipenuhi setumpuk roti yang masih mengepulkan aroma manis. Seragam tuaku yang sudah agak pudar kupasang rapi - setidaknya aku berusaha terlihat sesopan mungkin meski bahan kainnya jauh dari mewah.
Sepanjang jalan menuju asrama, tatapan sinis mengikuti langkahku. Para siswa berseragam mewah berbisik-bisik sambil melirik keranjang rotiku dengan pandangan merendahkan.
"Lihat si penjual roti itu," bisik seorang laki-laki tinggi pada temannya. "Berani sekali dia masuk area asrama dengan pakaian seperti itu," lanjut laki-laki gendut disampingnya.
Biarkan, berpura-pura tidak mendengar. Yang penting rotiku habis terjual - setidaknya itu yang selalu kukatakan pada diriku sendiri.
"Hei, si miskin!" Sebuah suara mengejutkanku. Ketiga pemuda itu dengan pakaian seragam mewah berdiri menghadang. "Shin.. Aku yakin kau tidak bisa masuk akademi hasil menjual roti."
Dia tertawa mengejek. "Iya, harga roti dia murah. Kemampuan apa yang dia punya aku ragu." Tangannya yang kotor meraih keranjangku kasar. "Biar kubeli semuanya. Mungkin bisa untuk makanan anjingku."
Dadaku terasa panas mendengar hinaannya, tapi kucoba tetap tenang. "Maaf, tapi roti ini pesanan beberapa siswa lain."
"Hei kalian! Pergi atau kalian aku keluarkan dari akademi atas tindakan rendah kalian."
Sebelum situasi memburuk, sebuah suara lembut menyela. Seorang gadis berambut panjang kuning keemasan mengikal tiara berjalan mendekat. Seragamnya sama mewahnya, dengan sorot matanya sebiru diamond - lebih ramah dan bijaksana.
"Putri Lera..." Ketiga laki-laki asing mundur sedikit.
"Aku yang memesan roti-roti itu," katanya tenang. "Dan kuharap kau tidak mengganggu penjual yang sudah kuundang sendiri."
Mereka mendecih pelan sebelum berlalu. Lera tersenyum padaku.
"Maaf atas kelakuannya," dia mengambil beberapa roti dari keranjang. "Hmm, aromanya enak sekali. Pantas Ibu kepala asrama merekomendasikan toko kalian."
Aku terpaku sejenak. Tidak menyangka ada bangsawan yang mau bicara seramah ini padaku.
"Te-terima kasih, tuan putri."
"Panggil Lera saja," dia mengeluarkan beberapa keping perak. "Ini untuk semuanya. Kak Noah aku dengar kau ikut turnamen?"
Shin terkejut dengan nada panggilan itu- "hah! Noah, kau tahu sesuatu tentang Noah," Shin ingin lebih tahu lebih lanjut.
"Ironis sekali kak, kamu dijatuhkan menjadi seperti ini. Setidaknya aku kenal kaka lebih 17.000 tahun lalu."
Aku mulai merasa bingung dan tidak mengerti, "Apa itu? Mengenal aku sejak 17.000 tahun," lanjut Shin menatap Lera sekilas tampak gadis berusia 19 tahun.
"Aku yakin kak Noah akan masuk akademi sihir tapi perjalanan ke depannya akan sulit dan tidak mudah. Aku adikmu akan selalu mengikuti kaka."
"Apa hubungan kamu dengan aku, kenapa menyebut dirimu sebagai adikku?"
"Tentu saja aku adikmu yang paling kau sayangi. Aku akan membantu mengingat kembali masa lalu kaka—"
"—aku bermimpi semalam" Shin memotong "aku melihat manusia-manusia berhamburan mencoba menyelamatkan diri dari tanah retak yang menyemburkan larva panas, sosok itu apakah aku yang kejam?" Lanjutnya.
"Bukan. Dia adalah The LN dia berpura-pura menjadi pilar kedua dewa kutub."
"Ceritakan lebih lanjut siapa The LN,"
Lera mengangkat tangan kanan menempatkan ke dahi Shin, cahaya kebiruan berpendar lembut "Kaka harus segara mengingatkan semuanya, Buried Memory Key [Yirdola]."
Shin merasakan sebuah sensasi aneh, seperti ada sesuatu yang terbuka di dalam otaknya. Ia kemudian mulai mengingat fragmen-fragmen memori yang terlupakan, termasuk kejadian-kejadian yang terkait dengan kehancuran dunia.
Kilas balik ingatan Noah...
Pikiran Noah dipusatkan perlahan tapi pasti otaknya seperti melihat hamparan gambar yang cemerlang, dengan keindahan yang luar biasa.
Dalam pengulangan sistem awal...
Noah berada di aula silver agung, ingatannya seolah menuntun langkah kakinya menuju singgasana perairan perak agung.
"Aku adalah sesosok agung dewa kutub kedua yang mendiami wilayah dimensi abyss," Noah tersenyum, "— LERA! Kau akan aku bunuh Arata," senyuman berubah menjadi kesedihan yang amat mendalam saat menyaksikan Lera mati dibunuh meninggalkan luka paling dalam saat itu. Kali ini Noah meneteskan air mata, masih teringat betapa buruknya dia dalam melindungi adiknya.
Dalam pengulangan sistem kedua..
Langkah terakhir di dalam ingatannya Noah menjentikkan jarinya.
*Ctik*
Kali ini Noah mengerutkan alisnya, disaat tubuhnya sekarat untuk apa dirinya melepaskan sihir. Pedang penghancur dalam genggamannya mulai kehilangan struktur realitas nya, seperti kehilangan warna.
"Aku tidak ingin kaka pergi, jangan tinggalkan adik. Tolong, adik tidak mau sendiri adik merasa kesepian tanpa adanya kaka itu sangat menyakitkan."
Air matanya menetes deras sampai membanjiri jubah hitam di dada Noah, Lera terdiam sangat lama memeluk Noah matanya berderai air mata tanpa henti.
17.000 tahun lamanya Lera merasa kesepian tanpa ada dirinya, Noah merasa lebih bersalah dan lebih berat pada Lera.
"Maaf telah meninggalkan adik begitu lama, 17.000 tahun. Adik, kaka selalu ingin bertemu dengan kamu," pelukan Noah begitu hangat pada Lera keduanya merasa tentram sampai berderai air mata yang penuh haru.
"Kaka jahat benar-benar jahat tapi aku bersyukur bisa bertemu kaka lagi," Lera semakin erat memeluk Noah.
Air mata yang terlihat dipipi Lera diusap Noah lembut, "kali ini tidak akan terpisahkan lagi," kata Noah tersenyum.
"17.000 tahun lalu aku melepaskan sihir penghancur, ingatan aku hilang sebagian kenapa?" Ada yang janggal menurut Noah.
"aku juga tidak mengingat hal itu kak. Seperti ada yang sengaja menghapus sebagian ingatan kita, aku— berusaha sangat keras untuk mengingat semuanya tapi tetap saja ada yang salah dalam ingatan aku," Lera menghela napas kesulitannya dalam kehilangan ingatan membuat rasa jengkel yang berlebih.
"Bagaimana mungkin, apa kamu mengingat siapa saja pilar dewa kutub?"
"Tidak. Hanya mengingatkan kak Noah, diriku dan dewa utama Arata yang selalu menjadi rivalitas kaka."
"Apa dia yang membunuh aku?" Tanya Noah ekspresinya penuh kewaspadaan.
"Tidak. Kematian kaka seolah-olah merupakan keputusan yang kaka Noah sendiri inginkan—"
"Jawaban itu terlalu mudah untuk ditebak, mungkin kamu benar aku yang terkuat— mengingat di pengulangan sistem pertama The creator menemui aku untuk mengatakan sesuatu," Noah terdiam sejenak, "kali ini, aku merasa seperti yang terlemah di antara dewa-dewa. Esensi dewataku telah terkikis setengahnya," lanjut Noah.
"Kita harus memiliki rencana yang matang. Mari kita berjuang bersama-sama untuk kembali ke dimensi Abyss dan mengalahkan musuh-musuh yang menghalangi jalan kita. Tolong, jangan biarkan rivalitasmu dengan dewa Arata memperburuk keadaan kita. Kita sudah kehilangan terlalu banyak, dan sekarang saatnya kita membalas dendam dan merebut kembali semuanya."
Noah menyeringai pada tekad Lera, "aku tidak bisa membiarkan kamu ikut dalam peperangan pengulangan sistem kedua tapi adikku adalah adikku yang terkuat- kandidat keempat dewa kutub,"
"Apa kak Noah mulai percaya disetiap perjalanan, kaka akan menemukan serpihan ingatan lainnya?"
"Tidak. Aku sendiri yang akan mengembalikan ingatanku ke keadaan semula, secara utuh. Aku tidak akan menunggu dalam mengungkapkan nya."
"Ah benar itu seperti ciri khas kaka. Kak Noah masih tidak lupa bahwa kekuatan sejati adalah kekuatan tentang keseimbangan dan keteraturan alam," tawa Lera yang renyah menarik perhatian orang lain.
"Oh tidak, rakyat miskin itu bercanda dengan tuan putri negeri ini. Malang sekali nyawa dia," kedekatan keduanya membuat kesalahpahaman terhadap orang-orang disekitarnya yang melihat tetapi mereka tertawa riang.
Noah membelai paras adiknya dengan penuh kasih sayang saat Lera tertawa renyah.
Siapapun, bahkan di seluruh alam semesta, seorang kakak laki-laki pasti tidak mungkin membiarkan kesedihan sang adik berlarut-larut selama 17.000 tahun. Bagi Noah, kesedihan adiknya sudah cukup. Kini, keberadaannya harus membawa kedamaian dan ketentraman hati Lera.
"Apa rencanamu hari ini kak?" Tanya Lera saat tawanya berubah menjadi senyuman lebar yang lucu.
"Ikutlah denganku, ke rumah."
"Iya aku ikut, aku ingin sekali bertemu orang tua kaka"
Mendengar kata-kata Noah dia langsung berdiri penuh semangat dari kursi taman.
"Baiklah,"
Di kediaman keluarga Bulan Faris..
"Halo, selamat siang" Lera melambaikan tangannya ke Irasbella dengan penuh perasaan riang dan senyuman yang lebar membuat matanya tertutup. "Shin! Apa yang kamu bawa ibu menyuruhmu berjualan bukan mencari istri" teriak ibu penuh kehebohan suaranya yang melengking sampai terdengar ke bengkel bawah tanah milik ayah. Faris mendobrak pintu seperti penari, menyebut namaku dengan suara melengking, "kamu bisa menaklukkan hati seorang gadis yang terlihat seperti putri ini, bahkan ayahmu tidak mungkin melakukannya di usia muda sepertimu," "Keluarga kaka benar-benar heboh. Bahkan ibu tidak menyadari aku seorang putri dari negeri ini hanya dengan menatap penampilan aku yang familiar semua tidak bisa disembunyikan," Lera merasa kagum pada kedua langkah kaki mereka seperti penari semangat. Aku mengerti, memiliki orang tua di dunia seperti ini tidaklah buruk tapi sebaliknya dunia ini sangat tidak manusiawi. "Sudah hentikan,"
"Benar, mari berdiskusi masalah pernikahan kalian," kata ibu dengan wajah serius. "Bukan itu," bantah aku. "Ibu perkenalkan dia adalah putri negeri ini Putri Lera," kataku menunjuk Lera memperlihatkan pose yang anggun dan elegan, seperti seorang bangsawan yang mengangkat roknya dengan kedua tangan dan membungkuk dengan hormat, menunjukkan kesopanan dan keanggunan yang luar biasa. "Putri, negeri ini? Astaga rumah ini benar-benar diisi penuh bunga yang bermekaran," Kalimat itu merupakan penyambutan yang tulus dan penuh keberkahan, sebagai bentuk ungkapan syukur dan rasa hormat atas kedatangan tamu yang terhormat. "Kita harus makan-makan ini, sayang kita siapkan makan siang" kata ayah.
"Tidak perlu berlebihan, maaf kedatangan aku disini membuat kalian repot." "Tentu saja tidak," "Tolong, jangan biarkan ketakutan menguasaimu setelah kamu mengenalku," kata Lera dengan senyum yang menenangkan. Ratusan tahun lalu hidup pemuda yang keluarganya dibunuh oleh bangsawan, kabur dari negerinya dari tempat ke tempat lain menjadi seorang penyair mencekokan stigma buruk kemasyarakatan terhadap kelakuan bangsawan, kekejaman bangsawan, sifat serakah bangsawan benar-benar digambarkan buruk olehnya. "Ehm, apakah prajurit akan mendobrak atau meruntuhkan rumah kita" kekhawatiran mereka mulai diperlihatkan pada kedatangan Lera. "Tidak perlu khawatir." Jamuan dihidangkan.. "Apa ini, Kak?" tanya Lera dengan penasaran saat melihat hidangan daging ikan beserta kuahnya yang dihidangkan di depan Noah.
"Ini makanan favorit Shin apa kamu ingin mencobanya?" tanya Irasbella sambil menuangkan kuah dan daging ikan ke mangkuk Lera, "cicipi terlebih dulu" lanjutnya.
Perpaduan kaldu ikan asin dan kuahnya sangat tidak cocok untuk Lera, dia membuat mimik wajah yang lucu, "asin sekali" "Tentu saja, coba celupkan roti kering ke kuahnya pasti akan terasa enak" saran Noah memberikan roti padanya.
Lera tidak bisa menelan makanan seperti ini, jamuan yang lain dihidangkan kali ini sop krim dan salad segar di hidangkan di hadapannya.
Bangku pendaftaran turnamen...
"Catat anak muda ini, dia akan ikut turnamen," kata Lera menunjuk Noah didepan pengurus pendaftaran. "Baik tuan putri," kedua pengurus membungkuk penuh hormat.
Noah mendapat hak eksklusif dia tidak perlu berdebat dengan status atau pengecekan kekuatan sihir sebagai persyaratan ikut turnamen.
"Kak Noah akan semakin dekat dengan aku di akademi sihir ini, semua yang menghalangi bunuh!" "Haha, kita akan melakukannya sesuka hati untuk mengetahui semuanya."
"Siapa yang harus dibunuh?" Suara yang familiar terdengar beberapa mater dari tempat berdirinya Lera. "Ah Rikka, temanku" saat menoleh dia adalah Rikka Amaniashita dari keluarga indu bangsawan, sifatnya yang kompeten dan patuh pada ketertiban membuat orang-orang disekitarnya sangat kesulitan. "Siapa namamu?" Noah menyeringai pada Rikka yang berada dihadapannya.
"Rikka Amaniashita," Meski kepribadiannya sangat kaku dan tegas dia sangat baik pada seseorang yang lemah dan terlihat kumuh seperti pakaian Noah. "Jawab pertanyaan aku?" Rikka memaksa menjelaskan.
"Aku dengannya mendaftar turnamen, dia telah menolong aku jadi aku mencoba untuk balas budi dengan ini. Ngomong-ngomong bagaimana persoalan tugas kamu,"
"Iya aku akan segara kesana menghabisi orang itu" kata Rikka dingin langsung meninggalkan Lera tanpa penghormatan. "Lera perempuan itu sangat tidak asing bagiku dia pasti memiliki ingatan 17.000 tahun di alam para dewa."
"Hah maksudmu, dia berhubungan dengan ingatan kaka pantas saat aku di dekatnya seperti aroma kak Noah selalu melekat pada Rikka."
"Aku tidak bisa mengatakan jika dia berhubungan dengan semua ingatan aku tapi dia seperti ibu dari seluruh umat."
"Astaga dia pencipta kehidupan dunia ini?" tanya Lera semakin penasaran dengan kesimpulannya yang nyaris tepat. "Tidak. Dia dikendalikan oleh sesuatu yang besar seperti The LN sosok yang berada di mimpiku."
Keesokan hari turnamen kualifikasi...
"Ya Noah, apa kau yakin tidak ingin membunuhnya? 17.000 tahun lalu dialah yang membunuhmu." Ucapan itu membuat Noah terdiam, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Berapa banyak dewa yang telah bereinkarnasi di kehidupan ini? Noah mulai bertanya-tanya tentang banyak hal, tragedi apa yang membuat mereka memilih untuk bereinkarnasi, dan apakah mereka berhubungan dengan aku.
Penonton meledak dalam sorak-sorai dan bisikan kagum. Noah menunjukkan kemampuan luar biasa dengan menguasai dua jenis sihir sekaligus—prestasi langka di dunia ini, dimana kebanyakan orang hanya mampu menguasai satu.
"Sebelum kutanyakan siapa dalang di balik semua ini, apa tujuanmu bereinkarnasi ke dunia ini?" tanya Noah, berdiri tegap menghalangi sinar matahari dari wajah lawannya.
"Dalang di balik kematianmu adalah Enah, bukankah dia kekasihmu? Dia juga bereinkarnasi di sini, tapi tujuannya bukan mencarimu melainkan melenyapkan penciptanya."
Noah terdiam. Bukan karena mencerna kata-kata Ukhyu, tapi karena otaknya dihantam serpihan-serpihan ingatan yang terpendam.
"Kematianku atas keinginanku sendiri untuk menolongnya melawan penciptanya. Mengapa aku tidak bisa mengingatnya? Kita akan lanjutkan pembicaraan ini nanti."
Lonceng kemenangan bergema di seluruh arena. "Pemenang, Noah Shin Faris!" Sorak penghormatan terus membahana.
Noah mengangkat tangannya layaknya pemenang sejati, namun matanya tertuju pada Rikka dengan pandangan sendu. "Maafkan aku," bisiknya dalam hati, "karena telah melupakan janji kita 17.000 tahun lalu." Tatapannya tak lepas dari Rikka, hatinya yakin bahwa gadis itu adalah Enah yang telah lama hilang.
Noah menemui Ukhyu ke sudut sepi, jauh dari area turnamen.
"Ceritakan padaku tentang yang kau ketahui" Noah memulai pembicaraan dengan nada dingin. Matanya tajam mengintimidasi.
Ukhyu tersenyum tipis. "LN adalah arsitek kehidupan dunia Enesbelva ini. Dia adalah musuh para dewa sejak 17.000 tahun yang lalu, sejak kematianmu. Dia berpura-pura menjadi pilar kedua dewa kutub, menggantikanmu, Noah. Dan kini, semua para dewa mulai melupakan sosok raja iblis dan pilar dewa kutub kedua yang asli. Itu yang aku ketahui, tanyakan langsung pada istrimu Enah jika tidak aku bisa membunuhnya kapan saja" Ukhyu tertawa dengan sosoknya yang berjalan perlahan menjauhi Noah.
Noah mengepalkan tangannya, marah menjalari tubuh Noah.
Noah memiliki keyakinan yang sangat kuat bahwa Rikka adalah Enah yang telah bereinkarnasi. Dia ingin mendengar langsung dari Enah tentang semua rencana LN yang mengancam kehidupan
Di kejauhan, dengan wajah berbinar Lera mendekati Noah untuk mengucapkan selamat dan kekaguman pada kakaknya.
Amarah Noah terusik oleh suara langkah riang yang mendekat. Dia berbalik, "Kak Noah!" Lera berteriak dengan wajah berseri.
"Kerja bagus, yeay!" seru Lera sambil menepuk tangannya bersemangat. "Dua sihir sekaligus! Bahkan guru-guru tidak percaya!"
Noah berusaha menyingkirkan bayang-bayang Rikka dan Enah sejenak. Dia tersenyum tipis melihat kegembiraan adiknya yang meluap-luap.
"Kamu pikir kakamu ini siapa identitasnya? Baik itu 17.000 tahun lalu identitas aku tidak akan pernah pudar."
"Haha iya sangat!" Lera berseru dengan mata melebar. "Para senior bahkan mencatat semua gerakanmu!"
Ketulusan Lera menarik Noah kembali ke masa kini, mengingatkannya pada ikatan yang nyata di kehidupan sekarang ini.
"Terima kasih, Lera," jawab Noah, mengusap lembut kepala adiknya "Lera bisakah kau mengajak Rikka untuk datang ke rumah Faris, merayakan kemenangan ini bersama dengannya," lanjutnya.
"Owh, Kaka jatuh cinta padanya." Lera menyimpulkan hal seperti itu Noah hanya bisa tersenyum karena ada rencana besar dibalik undangan ini yang tidak bisa dibicarakan bersama adiknya namun lain kali setelah rencananya berhasil.
Lera bergegas menaiki tangbangga menuju balkon atas arena turnamen, tempat khusus bagi para bangsawan untuk menyaksikan pertandingan. "Rikka, kamu tidak ada di sini," ucap Lera sambil menelusuri area tersebut. Namun, ia tidak menemukan Rikka di tempat biasanya dia menonton pertandingan. "Aneh sekali," gumam Lera, "biasanya dia selalu ada di sini."
Di tengah malam...
Rikka menyelinap masuk lewat jendela kamar Noah. Jubah hitamnya menyatu dengan malam tudungnya menutupi wajah hingga hanya matanya yang terlihat.
Kamar Noah tampak gelap. Shin tidur lelap di ranjangnya. Rikka mengendap-endap mendekati, lalu menarik sabit hitam pekat dari bilik sesuatu. Sabit Rikka bukan sesuatu yang biasa Elhernoa Sabit bisa membakar dan merobek Esensial orang sampai hancur.
Rikka mengangkat sabitnya tinggi-tinggi, siap menebas.
"Ini akhirmu," bisiknya penuh dendam. "Berterima kasihlah, kau hanya sesuatu yang dibuat dari buku usang."
Tapi sebelum sabit mengenai Noah, tangannya tiba-tiba bergerak cepat menangkap pergelangan Rikka. Matanya langsung terbuka.
"Siapa yang kau sebut buku usang," kata Shin tenang.
Dalam sekejap, Shin membalik keadaan. Dia mendorong Rikka ke lantai dan menendang sabit hitam dari tangannya. Rikka berusaha melawan, tapi Shin terlalu kuat.
"Kau siapa sebenarnya, menyentuh sabitku saja bisa membunuh siapa saja bahkan hanya dengan goresan," kata Rikka terbelalak sebelum tudung yang menutupi sosoknya dibuka oleh Noah.
"Akhirnya kau datang juga Enah?" Noah tersenyum ringan padanya.
"Siapa Enah?"
"Tidak perlu berpura-pura seperti itu," kata Noah dengan suara tenang. "Apa yang terjadi? Sudah 17.000 tahun kita berpisah, dan aku masih ingat saat kau membunuhku." Kata-katanya membuat Rikka terdiam, pemahamannya tentang masa lalu mereka mulai terkuak, dan ekspresi sedih mulai terlihat di wajahnya yang mungkin saja sangat mengharukan untuk dikatakan.
reunian...
"Kamu Noah" Rikka meraba wajah Noah yang kemudian memeluknya penuh hangat. Tidak ada dendam dalam diri Noah meski dia telah membunuhnya di kehidupan sebelumnya.
Sekarang, bisakah kamu ceritakan apa yang terjadi?" tanya Noah dengan mata yang menatap serius Rikka. "Ukhyu mengatakan bahwa dunia ini hanya kepalsuan belaka. Mengapa ingatan aku sebagian telah hilang? Dan mengapa kekuatan aku sebagai Dewata hampir kehilangan delapan puluh persen?"
"Sebelumnya aku sungguh minta maaf karena telah membunuhmu, apa kau dendam pada aku?" suara rikka penuh rasa penyesalan, "Penyebab utama kekuatan kamu yang telah hilang mungkin karena sabit ini, terbuat dari esensial energi Dewata kau sendiri 17.000 tahun lalu aku mengambilnya setelah kau Aku bunuh, karena itu kau tidak berefek pada ini."
"Sebelumnya, aku sungguh minta maaf karena telah membunuhmu," kata Rikka dengan suara yang penuh rasa penyesalan. "Apakah kau dendam pada aku?" Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan. "Penyebab utama kekuatanmu yang telah hilang mungkin karena sabit ini. Sabit ini terbuat dari esensial energi Dewata milikmu sendiri, yang aku ambil 17.000 tahun lalu setelah aku membunuhmu. Karena itu, kau tidak bereaksi terhadapnya."
"Bisa kau kembalikan?" pinta Noah. "Iya. Dan aku minta maaf," katanya menunduk. Noah mengelus rambut Rikka dengan tangan kanannya kemudian membisikkan sesuatu yang lembut, "aku masih mencintaimu" kemurungan Rikka berubah menjadi senyum manis.
Noah menarik sabit yang tergeletak di lantai. Saat digenggam olehnya, sabit itu beresonansi dan merespon kekuatan cahaya keemasan dewata dan energi hitam kehancuran. Kekuatan itu semakin cepat melebur, meninggalkan bentuk sabit. "Art Returns [Aighit]!" kini kekuatan Noah kembali seperti semula dengan kekuatan seratus persen nya bisa dengan mudah mengguncang dunia Enesbelva.
"Noah, penyebab kehilangan ingatanmu mungkin adalah dia - pembunuh anak kita 17.000 tahun lalu. Dia juga sosok yang mengendalikan diriku."
"Siapa yang kau maksud, Rikka?" tanya Noah. Matanya menyiratkan kemarahan yang tertahan.
Rikka berubah ekspresinya, wajahnya penuh dengan kebencian. "Navael," katanya dengan suara penuh kemarahan. "Dia adalah orang yang berpura-pura menjadi pilar kedua dewa kutub, dalang di balik semua kehidupan palsu ini. Navael adalah arsitek utama yang merancang kehidupan ini sebagai contoh pemberontakan terhadap Sang Pencipta."
"Apakah dia disebut The LN?" Noah berbisik, berusaha meraih ingatan yang masih samar. Dalam benaknya muncul bayangan sosok bertopeng perak.
"Dia yang telah memaksa aku untuk membagi semua esensial buku Dathlem, sehingga aku terpaksa menciptakan manusia-manusia ini. Bisa dikatakan, akulah ibu dari seluruh umat. Namun, aku juga telah menjadi pembunuh bagi siapa saja yang memiliki dua kekuatan, karena aku khawatir mereka akan menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi Navael,"
"kamu masih ingat, 17.000 tahun lalu, aku pernah mengatakan bahwa aku adalah makhluk yang dibentuk dari buku Dathlem, buku maha rahasia. Mereka ini adalah makhluk yang diciptakan hanya dengan satu kata sihir, sehingga menjadikan mereka sangat rendahan. Berbeda dengan aku, yang tercipta dari esensial kitab Dathlem secara utuh."
"Bagaimana cara terciptanya?"
"Navael dengan paksa menyuruhku untuk membagi semua sihir, pengetahuan dan segala unsur esensial, layaknya dirobek dengan sangat paksa."
Noah mengusap dahinya, "Lalu kenapa kau bereinkarnasi, Rikka? Apa kau berhasil menjadi sesuatu mahkluk utuh dari bantuan sabit Elhernoa,"
Mata Rikka menyipit. Suaranya dingin seperti es. "Balas dendam. Navael membunuh anak kita dalam kandungan 17.000 tahun lalu."
"Ya. Dia takut anak aku akan mewarisi kekuatan penuh Dathlem dan dendam terbunuh ayahnya," Rikka mengepalkan tangannya. "Itulah mengapa aku kembali—untuk membalas apa yang telah dia renggut dariku. Seandainya aku tidak punya sabit Elhernoa mungkin aku tidak ada sini. Aku bersyukur bisa mencintaimu lagi,"
"Dan, aku selalu beruntung bisa merayakan kasih sayangmu Enah," Noah menenangkan batin istrinya yang selama ini bergemuruh cukup lama ribuan tahun.
"Bersama kita akan membunuh para mahkluk rendahan ini sampai mengusik LN keluar dari persembunyiannya untuk membunuhnya," Rikka menatapnya lekat, meski sabit Elhernoa tidak dia miliki tapi bertemu dengan Noah kembali menghilangkan beban masa lalu yang panjang.
apa maksudnya begini,
Mengapa Dia hanya memikirkan hiburan untuk dirinya hingga membuat kita mati mempertahankan sebuah 'nyawa'.
mungkin bagus jika kalimatnya begitu. coba dipertimbangkan.