6 tahun tidak bertemu banyak sekali hal yang berubah dalam pertemanan Adrian dan Ansara. Dulu mereka adalah sahabat baik namun kini berubah jadi seperti asing.
Dulu Ansara sangat mencintai Adrian, namun kini dia ingin menghapus semua rasa itu. Karena ternyata Adrian kembali dengan membawa seorang anak kecil.
"Hidup miskin tidak enak kan? karena itu jadilah sekretarisku," tawar Adrian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SYM Bab 22 - Sebuah Kado
"Duduk di sini," ucap Adrian, memerintahkan Ansara untuk duduk di sampingnya. Adrian bahkan menepuk sisi kosong tersebut memastikan Ansara duduk di sini, bukan di tempat lain.
Ansara menurut, entah sebagai sang sekretaris, atau kekasih. Tapi sepertinya dia menurut karena masih merasa ini jam kerja.
"Bukankah ini terlalu dekat?" tanya Ansara, sebab tubuh mereka langsung saling menyentuh saat dia duduk.
"Jadi bagaimana? Ingin duduk di pangkuanku?"
"Adrian!" Ansara reflek memanggil dengan suara tinggi. Sungguh, Ansara belum terbiasa dengan status mereka yang baru. "Ini masih terasa canggung untuk ku," ucap Ansara keceplosan.
"Canggung bagaimana? Kita yang sebagai kekasih?"
"Tentu saja, dulu ... Kamu pergi tanpa kabar, bahkan tak satupun teman yang mengetahui kemana kamu pergi. Dan sekarang kamu kembali lalu tiba-tiba kita seperti ini."
"Jadi apa yang kamu pikirkan?"
"Semuanya seperti tidak nyata, seperti mimpi." balas Ansara, secara alami pembicaraan ini terjadi begitu saja. Ansara jadi banyak bicara dan bertanya sebab butuh penjelasan lebih, "Apa ini hanya main-main untuk mu Ad?" tanya Ansara lagi.
Bahkan pertanyaan seperti ini sampai lolos dari mulutnya. Tapi Adrian sedikit pun tidak merasa terganggu dengan banyaknya pertanyaan tersebut.
Adrian justru seperti melihat Ansara yang dulu, yang banyak sekali bicara sampai membuatnya tak konsentrasi belajar.
Ansara tidak pernah berubah.
Sore ini di ujung sana matahari mulai perlahan turun, tapi pembicaraan diantara keduanya seperti baru saja dimulai.
"Main-main? kenapa bisa menilai ku seperti itu? Bahkan sekarang aku sudah menyerahkan semua hidupku padamu," jawab Adrian.
Ansara mengerutkan dahi.
"Dari pagi sampai siang kamu yang memegang jadwalku, tidur sampai bangun kamu yang pertama kali aku lihat. Tidak ada wanita lain selain kamu Ans," jelas Adrian pula dan membuat Ansara terenyuh sendiri.
Membenarkan penjelasan tersebut.
"Malam ini aku harus pulang ke rumah kedua orang tuaku, apa kamu mau ikut?" tawar Adrian kemudian, namun Ansara langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat.
Baginya terlalu buru-buru jika sekarang sudah bertemu, dengan Adrian menawarkannya saja sudah membuat Ansara merasa senang dan lega.
"Jangan berpikir yang macam-macam, aku tidak pernah mengambil keputusan main-main, termasuk tentang kita ... Aku sangat serius," ucap Adrian.
"Apa ... Apa kamu menyukai aku?" tanya Ansara.
Adrian tersenyum kecil saat mendengar pertanyaan itu, namun senyumnya kecil sekali sampai Ansara tak menyadarinya.
Adrian kemudian mengangguk, "Aku sangat menyukai kamu, bahkan mungkin cinta ... Jika tidak, aku tak akan cemburu saat Steven mendekatimu," jelas Adrian apa adanya.
Namun sungguh, kalimat manis itu masih belum mampu membuat Ansara percaya. Rasanya kata-kata itu hanya terdengar seperti bualan.
"Kamu tidak percaya?" tanya Adrian, sebab melihat raut wajah Ansara yang masih murung. "Carilah buktinya di kamarku."
"Bukti apa?" tanya Ansara, kini bibirnya malah mencebik.
"Cari saja sendiri, sekarang aku akan langsung pergi. Tadi ibuku sudah menelpon," ucap Adrian, di mencium kening Ansara lalu berdiri, sebelum pergi mengusap kasar puncak kepala sang gadis sampai rambut Ansara sedikit berantakan.
Kemudian pergi dengan bibir tersenyum lebar.
Sementara Ansara yang ditinggal sendirian masih mencebik bibirnya, meski sudah mendapatkan kecupan di kening dan elusan di puncak kepala masih belum membuatnya puas.
Ansara justru langsung menuju kamar Adrian untuk mencari apa yang diucapkan oleh pria itu.
"Bukti apa? Kenapa main tebak-tebakan? seperti anak kecil saja!" gerutu Ansara.
Masuk ke dalam kamar ini Ansara menatap sekeliling dengan bingung, sebab dia tidak memiliki satupun petunjuk.
Ansara justru langsung duduk di tepi ranjang Adrian, reflek membuka laci nakas sebab laci inilah yang paling dekat untuk dia jangkau.
Dan alangkah terkejutnya Ansara ketika melihat sebuah kotak yang tak asing.
Deg! kotak kecil berwarna hitam yang membuat ingatannya berlari ke masa lalu.
Sebelum kelulusan Adrian ulangtahun dan Ansara memberi sebuah kado. Dasi yang dia beli setelah menabung selama 1 bulan.
Rasanya tak mungkin jika Adrian masih menyimpan kado tersebut. Jadi dengan perasaan yang tak menentu Ansara megambil kotak tersebut dan membuka isinya.
Luruh sudah hati keras Ansara, kini mendadak sendu saat melihat isi kotak tersebut. Ternyata benar, ini adalah kado yang dia beri, bahkan kartu ucapan yang dia tulis masih tersimpan di sana.
Sedikit malu Ansara kembali membuka surat tersebut. 'Adrian, semoga kamu suka kadonya. Semoga dengan dasi ini kamu jadi orang yang sangat sukses.' tulis Ansara dalam surat tersebut.
Setelah membacanya kini bibir Ansara kembali mencebik, tapi bukan karena kesal melainkan menahan diri agar tidak menangis.
"Jadi ini buktinya? Kamu benar-benar mencintai aku Ad?"
Jadi adik ipar aja serakah sama warisan😏
Kerja yg rajin dan jujur gitu loh biar gak iri terus sama kehidupan dan perusahaan milik Gio😏
Gio lebih pinter dari km dan juga Hendra 😏
jangan sampai mau jadi sekutu om2 lucnat
yg berkepentingan siapa
seenaknya jidat ngatur2 orang
anak bukan