Dalam rumah tangga, CINTA saja tidak cukup, ... Masih diperlukan kesetiaan untuk membangun kokoh sebuah BIDUK.
Namun, tak dipungkiri TAKDIR ikut andil untuk segala alur yang tercipta di kehidupan FANA.
Seperti, Fasha misalnya; dia menjadi yang KEDUA tanpa adanya sebuah RENCANA. Dia menjadi yang KEDUA, walau suaminya amat sangat MENCINTAI dirinya. Dia menjadi yang KEDUA, meski statusnya ISTRI PERTAMA.
Satu tahun menikah, bukannya menimang bayi mungil hasil dari buah cinta. Fasha justru dihadapkan kepada pernikahan kedua suaminya.
Sebuah kondisi memaksa Samsul Bakhrie untuk menikah lagi. Azahra Khairunnisa adalah wanita titipan kakak Bakhrie yang telah wafat.
Tepatnya sebelum meninggal, almarhum Manaf memberikan wasiat agar Bakhrie menikahi kekasihnya yang telah hamil.
Wasiat terakhir almarhum Manaf, akhirnya disetujui oleh Bakhrie dan keluarganya tanpa melihat ada hati yang remuk menjadi ribuan keping.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAYM SEMBILAN
Fasha menguatkan diri, sejatinya meski sudah cukup sakit, Fasha masih berharap jika Bachrie kembali seperti semula. Bachrie yang sayang padanya, Bachrie yang dia cintai selama kurang- lebih sepuluh tahun terakhir.
Pagi ini, Fasha keluar kamarnya. Kamar di lantai atas yang sudah menjadi miliknya seorang, semalam dia tidur dengan nyenyak bersama Bachrie meski sempat beberapa kali suaminya keluar saat Azahra bilang Azalea rewel.
Yah, Azalea memang terbilang bayi yang sangat rewel, bahkan anak itu menangis di pagi hari yang tenang begini. Ah, meski anak itu datang membawa petaka bagi rumah tangganya bersama Bachrie, Fasha tak bisa terus membiarkan bayi dua bulan itu tantrum.
Makanya, dari anak tangga, Fasha menuju kamar utama yang ternyata sudah diisi dengan tempat tidur Azalea. Ini lucu sekali, setelah kemarin dia menghibahkan kamar tersebut, Azahra langsung memungutnya.
Namun, bukan itu masalahnya. Fasha datang ke kamar ini hanya untuk memeriksa Azalea yang menangis tak kunjung usai.
Fasha sudah punya tiga keponakan lucu dari Rayyan adik bungsunya. Tentu saja dia tahu cara menenangkan bayi mungil.
Fasha ambil Azalea, menimangnya, lalu membawanya keluar. Dia cari ibunya yang ternyata benar dugaannya, wanita itu sedang ada di dapur untuk memasak.
Entahlah, Fasha juga bingung, kenapa Azahra sampai tidak mendengar tangisan Azalea yang bisa dikatakan berisik. "Zahra, lihat, Azalea menangis terus!"
Segera, wanita berhijab coklat itu menoleh, kemudian berlari meraih Azalea dengan muka cemas, sebelum akhirnya menyeletuk-kan sebuah kalimat yang menyulut persepsi liar.
"Memangnya Kak Fasha apain Azalea?"
"Loh, kok Fasha apain?!"
Fasha tentu melotot, dia menolong Azalea, bahkan sengaja memberikan Azalea kepada Azahra agar diberikan susu atau apa pun yang bisa membuat bayi itu tenang.
Namun, lihatlah bagaimana Azahra menuduh dirinya dengan kalimat konyol. Bachrie turun dari anak tangga setelah rapi dengan pakaian kerjanya.
Segera, Lelaki itu meraih Azalea sambil melirik Azahra yang juga menangis seketika dia datang. "Di paha Azalea merah, seperti bekas dicubit, Mas. Pantas Azalea menangis sampai tidak bisa berhenti," adunya.
Fasha mendelik, lalu menatap paha Azalea yang memang merah menyala seperti bekas cubitan yang cukup keras. Ini, seperti sebuah ranjau untuknya, di mana Fasha datang demi menolong Azalea tapi justru terjebak sebagai tersangkanya.
Tak hanya Bachrie yang terlihat kesal, petaka Fasha baru dimulai saat mertuanya datang dan meraih Azalea dengan raut posesif.
"Fasha!" Fatima berteriak. "Kamu apakan anak bayi tidak berdosa ini, hah?!"
Fasha menatap Bachrie yang seolah menudingnya. Baiklah, Azahra boleh memfitnah dirinya, tapi Bachrie, seharusnya lelaki itu tidak pernah menatapnya dengan cara rendah seperti itu.
"Kalau Azahra menuduh ku, aku masih maklum, Mas. Tapi kalau sampai kamu ikut- ikutan tuduh aku, berarti kamu sama busuknya dengan wanita ular ini!"
Tamparan keras mendarat di pipi Fasha yang langsung memerah. "Jadi kamu bilang Ummi juga wanita ular, begitu?"
Pertama kalinya, Fasha menerima sebuah kekerasan di fisiknya. Sakit, dan itu tidak lebih sakit daripada hatinya yang remuk menjadi serpihan bubuk.
Sontak, Fasha menitihkan air mata dan disaat itu pula, Bachrie terjaga akan kekhilafan yang dilakukannya pagi ini. "M-maaf, Sayang..."
Fasha tak menjawab, wanita itu sudah mati hatinya, telah wafat harapannya, begitu rusak ketulusannya, dan amat sangat tercemar rasa cintanya, kini.
Fasha memang belum hamil, tapi tidak perlu juga Bachrie menuduhnya menyakiti Azalea yang bahkan tidak dia benci sama sekali.
Fasha berjalan pelan sekali menuju anak tangga, menaikinya dengan langkah yang juga sangat pelan. "Mas minta maaf."
Sepanjang jalan, Bachrie hanya menyuarakan kata maaf, maaf dan maaf. Fasha menuju kamar, berlanjut ke sebuah ruangan di mana koper besar dia tarik dan Bachrie menepis.
"Jangan pergi," larangnya seraya memeluk wanita yang tak bicara sepatah pun kata.
Bachrie menyesal. "Mas minta maaf. Kamu tahu, Azalea dan Ummi kelemahan ku. Jadi tolong jangan sakiti mereka hanya karena kamu tak suka dengan Zahra."
Fasha menjawab lirih. "Apa yang membuat mu percaya kalau Zahra terlalu baik dan aku jahat, Mas?"
Bachrie melerai pelukan, kemudian menatap Fasha penuh sesal.
"Apa yang membuat ku terlihat seperti monster di mata kalian hm?"
Bachrie menunduk lebih dalam.
"Apa karena aku dilahirkan menjadi seorang Nona muda? Atau karena, King Miller ayahku yang sangat arogan?"
Bachrie tercenung tak mampu menjawab semua pertanyaan itu. Karena sungguh, dia juga sempat berpikir, Fasha yang lebih berkemungkinan memiliki watak arogan dan picik dari pada Azahra yang bahkan dilahirkan miskin dan merasa rendah diri.
Namun, Bachrie lupa jika dia juga sangat amat menyayangi Fasha. Maka seburuk apa pun wanita itu, bukankah seharusnya Bachrie tidak menamparnya? "Mas minta maaf."
"Apa waktu hampir sepuluh tahun kita hanya akan berakhir menjadi orang asing, Mas? Apa waktu yang selama itu tidak cukup untuk bisa menyelami watak aku, Mas?"
"Maafkan, Mas." Bachrie menunduk. Hancur, semua masalah rumah tangga ini terjadi setelah kepergian kakaknya yang menitipkan Azahra dan Azalea. "Maaf," sesalnya.
"Sudah kubilang, aku ke sini untuk mu. Aku ke sini mengukuhkan langkah ku untuk mu. Aku bahkan membodohi King Miller, lelaki tulus yang rela masuk neraka demi aku, hanya untuk lelaki yang ingin meraih surga dengan cara menyakiti aku!!" Fasha berteriak.
"Aku khilaf, tadi."
"Kalau hanya hati yang sakit, Acha siap menanggung semuanya, Acha sudah terlanjur sangat bodoh karena terlalu sayang padamu, Mas, tapi kalau sudah fisik yang kamu sakiti, Acha tidak yakin akan bertahan."
"Mas minta maaf." Bachrie peluk wanita itu seraya menangis. "Ini yang terakhir, Mas melakukannya. Menyakiti mu, Mas juga ikut sakit, asal tahu saja."
...][∆°°°°^°°∆°°^°°°°∆][...
Yah, hari ini sempurna. Semua berlalu, seolah- olah detik dan waktu telah menjadi abu, bumi berporos, bergulir dengan masa depan yang tertarik ke masa lalu.
Bachrie dan penyesalannya, kini terbangun dari tidurnya. Pagi kemarin, Bachrie mendadak cuti satu hari demi menenangkan Fasha yang dia tampar atas nama khilaf.
Berharap, Fasha tak pergi darinya, dia peluk wanita itu seharian kemarin hingga tertidur, semalaman pun Bachrie tak membiarkan Fasha beranjak dari tubuhnya.
Namun, lihatlah, ketakutannya pagi ini pun terjadi pada akhirnya. "Acha," sebutnya seraya terlonjak dari selimutnya.
"Sayang, ... Cha!"
Bachrie berlari ke kamar mandi kamar tersebut, lalu berlari keluar setelah tak mendapati istri pertamanya. Bachrie menuruni anak tangga, menyisir seluruh sudut rumah sambil memanggil nama Acha.
Takut, dia takut Fasha pergi karena dia yakin Fasha sudah cukup memiliki alasan untuk tidak lagi bertahan di sisinya. "Sayang!"
Di luar, hanya ada Azahra, Azalea, dan Ummi saja, bahkan Abah pun tiada. "Ummi, Acha ke mana?"
"Ummi belum lihat." Wanita itu melongo karena memang belum sekalipun melihat kelebatan raga Fasha.
Azahra yang menimpali. "Zahra lihat, Kak Fasha keluar pagi- pagi sekali, tapi saat Zahra tegur, dia bentak Zahra, Mas."
Bachrie mengusap wajahnya, menyugar rambut hingga tengkuk. Sebelum, dia kembali menaiki anak tangga.
"Kamu mau ke mana?"
"Susul Acha!"