Dengan sebilah pedang di tangan, aku menantang takdir, bukan demi menjadi pahlawan tetapi agar terciptanya kedamaian.
Dengan sebilah pedang, aku menantang empat penjuru, langit dan bumi, menjadi tidak terkalahkan.
Dengan sebilah pedang, aku menjelma menjadi naga, menghabisi iblis, menyelamatkan kemanusiaan.
Dengan sebilah pedang, aku menemukan dunia dalam diri seseorang, menjaganya segenap kekuatanku, bersamanya selamanya.
Dengan sebilah pedang, kuukir sebuah legenda, tentang anak manusia menantang langit, legenda pendekar naga!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shujinkouron, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 15 – Rubah Tua
“Bertaruh? Tua Bangka, Kau sungguh ingin bertaruh menggunakan bocah ini?” Huang Dan menunjuk Xiao Chen yang kini memasang wajah kebingungan.
Jiang Kun tidak langsung menjawab melainkan mengeluarkan sebuah kotak kecil, ketika dibuka terlihat sebuah tanaman menyerupai ginseng tetapi berwarna merah darah.
“Ginseng Darah berusia 200 tahun, Tua Bangka Huang apa kau berani bertaruh?” tanya Jiang Kun dengan nada menantang.
Huang Dan mengerutkan dahinya, sementara Xiao Chen kaget karena keduanya sama-sama mengetahui Ginseng Darah yang dikeluarkan oleh Jiang Kun begitu berharga. Huang Dan memandangi Xiao Chen sejenak sebelum kembali menatap Jiang Kun.
“Tua Bangka, Kau yakin ingin bertaruh sebesar ini?” kali ini nada Huang Dan banyak berubah, dia sungguh berpikir bahwa kejiwaan Jiang Kun terganggu akibat kekalahannya barusan.
“Jika kau tidak berani bertarung maka anggap aku menang sekali, jadi kau hanya unggul dua kemenangan dariku.”
Alis Huang Dan bergetar ketika mendengar perkataan Jiang Kun, sekarang dia merasa bahwa Jiang Kun hanya ingin memanipulasi pikirannya.
“Baik! Jika kau berani bertaruh, Kenapa tidak denganku?” Huang Dan kemudian mengeluarkan sesuatu dari jubahnya, sebuah kotak kecil yang berisi bola kecil berwarna keperakan, “Pil Rumput Perak, nilainya tidak kalah dengan Ginseng Darahmu bukan?”
Jiang Kun mengangguk puas, jika Ginseng Darah memiliki khasiat memperkuat tulang dan darah seorang pendekar maka Pil Rumput Perak berkhasiat menyembuhkan 100 jenis racun kalau digunakan sebagai penawar atau dapat meningkatkan tenaga dalam seseorang tiga sampai lima lingkaran.
“Setuju!” Jiang Kun kemudian menarik Xiao Chen lalu berbisik padanya, “Chen’er, kau harus menangkan pertandingan ini, aku akan memberimu hadiah jika kau menang.”
Xiao Chen mengaruk pipinya, dia tidak menduga akan terlibat situasi seperti ini. Lagipula Jiang Kun merupakan Ketua Sekte tempat Xiao Chen bernaung sehingga menuruti perintahnya dalam kondisi ini bisa dibilang sebuah kewajiban.
“Aku tidak akan mempermainkan anak kecil sepertimu, kuberi kau lima poin.” Huang Dan merasa Xiao Chen tidak mungkin bisa menang darinya, sebenarnya bertanding dengan Xiao Chen sudah menurunkan harga dirinya karena itu Huang Dan merasa perlu mengalah lima poin.
Jiang Kun bersorak dalam hati, sebelumnya saat dia mengalah tiga poin saja, Xiao Chen berhasil membuatnya kalah tanpa perlawanan. Jiang Kun sudah bisa melihat Pil Rumput Perak dalam genggaman tangannya.
Benar saja dalam sepuluh menit, wajah tenang Huang Dan kini dipenuhi keringat dingin setelah melihat kemampuan permainan Xiao Chen. Huang Dan akhirnya hanya bisa memandang Jiang Kun dan mengumpat dalam hatinya.
“Rubah Tua ini menjebakku!” batin Huang Dan geram.
Huang Dan tidak bisa meletakan bidaknya selama dua menit, menunjukan dirinya sudah mati langkah. Jiang Kun dengan senyum lebar mengulurkan tangannya, meminta hasil taruhan mereka.
“Tunggu dulu!” Huang Dan mulai mencoba beralasan, dia sadar dirinya sudah kalah ditangan Xiao Chen.
“Apa? Jangan bilang kau ingin menarik kata-katamu?” Jiang Kun menaikan alisnya.
“Tua Bangka! Kau jelas-jelas menjebakku disini. Jika kau ingin memamerkan Lembah Seratus Pedang memiliki murid yang berbakat, tidak begini caranya.” Huang Dan berkata sambil merapatkan giginya.
Keduanya mulai berdebat sementara Xiao Chen membersihkan papan catur di hadapannya. Xiao Chen diam-diam melirik keduanya, dia sebenarnya sedikit takjub karena Huang Dan maupun Jiang Kun nyatanya begitu berbeda dengan kisah-kisah yang dia dengar pada kehidupan sebelumnya.
Satu yang pasti, Xiao Chen bisa melihat keduanya merupakan sahabat yang akrab dengan cara mereka sendiri.
“Tua Bangka mari bertaruh lagi!” Huang Dan kali ini mengeluarkan sebuah botol kecil, “Sepuluh gram Teh Galaksi!”
Mata Jiang Kun melebar, Xiao Chen juga langsung memandang botol di tangan Huang Dan. Teh Galaksi merupakan sejenis teh yang sangat berharga dan berkhasiat membuat pikiran peminumnya menjadi jauh lebih jernih sehingga dapat mempelajari ilmu apapun dengan lebih cepat.
Sepuluh gram cukup untuk sepuluh cangkir, mengingat harganya begitu mahal serta sangat langka, Jiang Kun harus bertaruh menggunakan Ginseng Darah berusia 200 tahun dan Pil Rumput Perak yang baru dia dapatkan.
Jiang Kun sedang menghadapi jalan buntu pada salah satu ilmu yang didalami olehnya, dia yakin jika mendapatkan khasiat dari teh ini maka dia akan mengalami kemajuan dalam ilmu tersebut.
Xiao Chen menghela nafasnya pelan, dia tidak menduga akan terlibat dengan pertaruhan yang seserius ini. Xiao Chen mendadak merasakan ada beban di pundaknya, mengingat menang ataupun kalah, akan ada pihak yang mungkin tersinggung dengan sikapnya.
Huang Dan tidak lagi meremehkan Xiao Chen, dia mengajaknya bermain adil serta menggunakan segenap keahlian sejak awal. Xiao Chen bisa merasakan tingkat konsentrasi Huang Dan dalam permainan kedua sungguh berbeda.
Tidak ada yang bersuara sepanjang permainan berlangsung bahkan ketika bernafaspun mereka melakukannya pelan-pelan. Jiang Kun yang menjadi satu-satunya penonton juga ikut tegang melihat langkah demi langkah yang diambil oleh Xiao Chen maupun Huang Dan.
Xiao Chen sadar meskipun Ginseng Darah berusia 200 tahun, Pil Rumput Perak maupun Teh Galaksi adalah barang yang berharga mahal tetapi ketiganya bukan sesuatu yang istimewa untuk sosok seperti Huang Dan maupun Jiang Kun. Sebenarnya yang menjadi masalah utama adalah harga diri yang dipertaruhkan.
Semakin lama permainan berlangsung, semakin lama juga Huang Dan melangkah terutama setelah satu jam, Huang Dan membutuhkan setidaknya tiga menit untuk meletakan bidaknya. Memasuki jam ketiga, Huang Dan menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengangkat tangannya.
Pada akhirnya meskipun menggunakan segenap kemampuannya, Huang Dan tidak bisa menang dari Xiao Chen namun bukan berarti Xiao Chen mendapatkan kemenangan dengan mudah.
Kepala Xiao Chen juga terasa sakit dan konsentrasinya begitu terkuras. Huang Dan pada dasarnya lebih menguasai seni bermain catur daripada Jiang Kun sehingga menjadi lawan yang lebih sulit dihadapi.
Jiang Kun tersenyum begitu lebar bahkan bisa dibilang sebagai salah satu senyum paling lebar yang pernah menghiasi wajahnya. Berbeda dengan Huang Dan yang raut wajahnya begitu kesal dan merasa harga dirinya terluka, apalagi setelah mendengar dari Jiang Kun bahwa Xiao Chen ternyata masih berusia 6 tahun.
“Senior, hari sudah mulai gelap. Aku mohon pamit.” Meskipun hanya bermain dua kali, tetapi permainan kedua dengan Huang Dan berlangsung begitu lama.
Jiang Kun menahan Xiao Chen karena belum memberikan hadiah kepada Xiao Chen yang telah membantu dirinya memenangkan dua taruhan. Hanya saja Xiao Chen menolak untuk menerima hadiah, dia bisa menebak Jiang Kun berniat menjadikannya sebagai murid tetapi di hati Xiao Chen hanya Fang An seoranglah Gurunya jadi dia tidak berminat berada dibawah bimbingan Jiang Kun.
Raut wajah Jiang Kun berubah menjadi kusut setelah mengetahui penolakan Xiao Chen sementara mata Huang Dan tiba-tiba bersinar saat memandang Xiao Chen.