Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 - Bukan Salah Takdir
"Tidak?" Sekali lagi Faaz pastikan, khawatir salah dengar dan berharap bahwa Ganeeta akan meralat ucapannya.
"Iya," jawab Ganeeta dengan begitu mantap. "Tidak salah lagi maksudnya," tambahnya kemudian.
Tak ketinggalan senyum hangat yang membuat Faaz berdesir dalam waktu singkat. Sedikit pun Faaz tidak menduga bahwa bocil satu ini mampu membuatnya salah tingkah, sungguh.
Entah Ganeeta tengah berbohong atau sungguh-sungguh, tapi yang pasti jawaban Ganeeta cukup melegakan hati Faaz sebagai suaminya.
"Kecil-kecil jago gombal ternyata, belajar dari mana?" tanya Faaz seraya merangkul pundak sang istri dengan begitu santainya.
Tanpa menjawab, Ganeeta hanya menghela napas panjang seraya perlahan menyandarkan kepala di pundak sang suami.
Sebuah perkembangan yang cukup signifikan, keduanya seolah sadar bahwa memang saling membutuhkan.
Beberapa saat terdiam, Ganeeta benar-benar terlihat sangat amat tenang. Padahal, yang terjadi justru sebaliknya.
Kepalanya seperti akan pecah, begitu banyak hal yang Ganeeta pikirkan dalam waktu bersamaan, termasuk ucapan Alifah.
Terutama, poin yang menegaskan bahwa dirinya harus sadar diri sebagai istri Faaz.
"Mas ...."
"Iya, kenapa? Apa sudah bosan?"
Ganeeta menggeleng. "Bukan."
"Lalu apa? Ada yang ingin kamu tanyakan?"
"Aku pernah dengar bahwa jodoh adalah cerminan diri."
"Ehm terus?"
"Kalau benar begitu, lalu bagaimana dengan kita?"
Faaz terdiam, dia tidak mengerti kenapa sang istri tiba-tiba melontarkan pertanyaan semacam itu padanya.
Padahal, belum lama ini Ganeeta terlihat santai, bahkan bisa menggombal.
"Seperti yang pernah Mas katakan ... jodoh itu tidak selalu merupakan cerminan diri, tapi saling melengkapi, kamu pasti masih ingat, 'kan?"
"Masih, aku masih ingat kok."
"Iya, kurang lebih begitu."
"Tapi kalau dipikir-pikir kasihan ya."
Faaz mengerutkan dahi, tentu saja ucapan Ganeeta terdengar aneh di telinganya. "Kasihan? Kasihan gimana?"
"Ya kasihan sama yang baik ... susah payah mereka menjaga dan memperbaiki diri, eh malah dapat yang buruk. Itu masuk kategori si-al tidak sih?" Ganeeta mendongak, pertanyaan itu seakan-akan mendefinisikan tentang mereka.
Tentu Faaz bisa menangkap makna tersirat di balik ucapan istrinya. Meski dulu dia juga sempat berpikir sama, tapi Faaz tidak mungkin sampai melontarkan jawaban yang sesuai dengan isi hati sewaktu pertama kali menerima fakta bahwa dirinya harus menikahi Ganeeta.
"Tidak ada yang begitu, Ganeeta ... Allah tidak pernah salah dalam menentukan takdir hamba-Nya."
"Begitukah?"
Faaz mengangguk, jujur saja dia sedikit bingung kenapa Ganeeta secara tiba-tiba membahas hal yang begitu serius padahal selama ini dia biasa saja.
Bahkan ingat statusnya sebagai istri saja mungkin tidak, tapi sekarang pembahasan Ganeeta justru terkesan begitu dalam dan menggambarkan keadaan mereka sekarang.
"Tapi, kalau misal Allah tidak pernah salah dalam menentukan takdir hamba-Nya, kenapa banyak orang yang dipertemukan dengan orang yang salah?"
"Soal itu tidak bisa Mas jawab secara pasti ... ada beberapa hal yang membuat seseorang berakhir dengan orang yang salah. Salah-satunya keras kepala menentang semesta hanya demi seseorang yang dia inginkan, tapi ada juga yang memang Allah uji lewat pasangan."
"Tidak sedikit yang pernikahannya diawali dengan baik dan dipertemukan dengan pria yang dikira baik, tapi setelah menikah justru bernasib buruk ... kita juga tidak bisa menyalahkan Tuhan, tidak pula orangnya karena sebagai manusia kita tidak bisa memastikan takdir di masa depan bagaimana."
"Tapi, satu hal yang bisa diambil dari sini adalah sebagai wanita ... ada baiknya hati-hati dalam memilih pasangan. Karena kamu tahu sendiri, sekalipun sudah dipilih, masih banyak yang salah pilih, apalagi kalau asal. Ganteng dikit diterima, padahal jelas-jelas membawa pengaruh buruk, baru pacaran sudah diajak tidur bareng, diajak minum alko-hol parahnya lagi sampai dicekoki eks_"
Bugh
.
.
Faaz tergelak sembari menyentuh dada yang tadi sempat mendapat pukulan dari Ganeeta. Sementara itu, Ganeeta yang tadi mendengarnya begitu seksama kini berdecak sebal lantaran Faaz justru terang-terangan menjadikannya contoh dalam topik pembicaraan mereka.
Tak ayal, suasana hati Ganeeta mendadak buruk seketika. Dia yang tadi sempat tenang karena Faaz menggunakan kata-kata yang menyejukkan jiwa, secara tiba-tiba justru membahas masa lalunya.
"Itu sekadar contoh, biar kamu paham."
"Kenapa harus aku? Lagian itu 'kan belum termasuk yang salah-salah banget ... masih pacaran, udah putus juga sekarang."
"Itu karena kita menikah, bayangkan kalau tidak ... cepat atau lambat, kamu pasti berakhir jadi istri anak itu, Ganeeta."
"Tahu dari mana? Ngaco banget punya mulut," ketus Ganeeta mendadak risih pasca mendengar ucapan Faaz.
Padahal, sebelum ini dia memang berharap sebegitu besar pada Zion. Meski Ganeeta akui kehadiran Zion tidak dapat menggantikan sosok Pras, tapi di beberapa momen tidak jarang Ganeeta menginginkan Zion lebih dari sekadar pacar.
Mendapat reaksi Ganeeta, Faaz jelas tidak diam dan masih ingin membahas lebih lanjut demi memanfaatkan momen ini.
"Kok marah, secara logikanya wajar saja."
"Dari mana wajarnya?"
"Sekarang gini deh, coba kamu ingat malam itu apa yang Zion berikan padamu?" tanya Faaz menatap mata istrinya lekat-lekat. "Coba, masih ingat tidak?"
"Eks-tasi," jawab Ganeeta terdengar agak lesu.
"Nah, sekarang Mas tanya tahu tidak efeknya apa?"
Ganeeta mengatupkan bibir, jelas dia enggan menjelaskan sekalipun tahu hingga berakhir menggelengkan kepala.
"Bagus, tidak tahu efeknya apa tapi mau disuruh coba-coba ... kalau saja Mas terlambat, bisa dipastikan kamu berakhir di tangan badjingan itu, Ganeeta."
"Seyakin itu?"
"Tentu saja, salah-satu alasan laki-laki mencekoki pasangannya dengan obat itu menginginkan tubuh mereka ... pengaruh obat itu luar biasa bahkan bisa membuat pengonsumsinya lupa daratan, Ganeeta."
"Tidak sedikit laki-laki brengshek yang menggunakan cara itu untuk menjebak pasangan agar tidak terkesan memaksa. Andai suatu saat ada yang marah, dia bisa dengan santainya membela diri 'kami melakukannya atas dasar suka sama suka.' padahal dijebak."
Panjang lebar Faaz bicara dan Ganeeta menelaah kata demi kata yang Faaz utarakan. Meski sebelum ini dia juga tahu, tapi tidak ada salahnya untuk mendengar penjelasan dari sudut pandang yang berbeda.
Penjelasan itu cukup membuat Ganeeta mengerti, sekaligus menciptakan tanya di benaknya.
"Bentar, Mas kok bisa tahu sejauh itu? Jangan bilang pengalaman pribadi?"
.
.
- To Be Continued -
Papa Evan : Jumi... kurang romantis apa hahhh Aku selama ini... Aku penggal kepala Pass klo km macam² ma Pass
Password : Uncle.,, Aku lo gak ngapa²in ma Onty Jum...
Kornet : Onty sadar diri lh udah tua jg pun...
Otor : sokoriiinnnn
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
punya istri dianggurin aja....😁😁🤭