Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 1
Arya mengemasi barang-barang di mejanya. Dilihatnya jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 5 sore.
"Waduh, telat. Jangan-jangan kehabisan nih", ucapnya pada diri sendiri.
Segera dipakainya jaket kulit ala geng motor, warisan dari abangnya yang kini sudah memiliki penata gaya pribadi, isterinya.
"Zack, gue duluan ya. Gambar detail fasadnya gue kirim ntar malam aja. Gue ada urusan penting nih, menyangkut ketahanan negara",
Yang ditegur hanya mencibir dengan mata yang masih setia menatap layar komputer di depannya.
"Halah, lagaknya kayak anggota badan intelejen aja lo", itu Zaki, teman satu ruangannya.
Seperti menyadari sesuatu, Zaki kemudian menatap Arya tajam.
"Beneran ya! Awas kalo gak. Sudah dikejar-kejar Bang Irwan dari kemarin nih. Capek gue!"
"Ajakin ngopi aja kali, biar istirahat dulu. Entar kalo sudah gak capek lagi, lo berdua bisa lanjutin kejar-kejarannya", Arya menyahut asal sambil tertawa.
"Somplak lo! Gue serius nih. Awas kalo sampai lo PHP", kali ini Zaki menatap tajam sambil mengarahkan telunjuknya ke Arya.
"Siap bos! Don't worry. Kapan sih gue pernah PHP ke elo?!", Arya mengambil helmnya yang terlihat mengkilap tanpa lecet.
"Pertanyaan lo salah. Harusnya, kapan sih gue pernah gak PHP ke elo"
"Udah, lo cepetan pergi sana. Malah gangguin gue kerja lagi", Zaki mulai jengah dengan kelakuan Arya dan memilih kembali menatap layar di depannya.
"Sori.. sori.. Iya deh, gue cabut dulu. Assalamualaikum.."
"Wa'alaikumussalam", sahut Zaki sambil mengibaskan tangannya seolah mengusir Arya supaya secepatnya pergi dari situ.
Arya yang melihatnya hanya tersenyum kemudian keluar dari ruang kerjanya.
Di lobi kantor dia berpapasan dengan Irwan. Most wanted bujangan yang merupakan salah satu manajer proyek di perusahaan konsultan arsitektur tempatnya bekerja sekarang. Pria usia 31 tahun itu masih betah melajang karena terlalu sibuk mengurusi urusan orang lain. Maksudnya, urusan proyek pimpinan di kantor ini.
Sementara Arya sendiri, sarjana arsitektur yang telah memasuki tahun ketiganya bekerja selaku staf arsitektural di bawah Irwan.
"Zaki masih ada Ar?"
"Ada bang, ada. Kayaknya dia lagi nungguin abang tuh", Arya masih tak puas mengerjai Zaki.
"Oh ya? Bagus kalau begitu", Irwan kemudian menaiki tangga menuju ke ruang kerja mereka.
Arya sontak berlari keluar menuju parkiran dan segera menyalakan motornya.
Tiba-tiba..
"Arya... Somplak lo!", terdengar teriakan Zaki dari jendela di lantai dua yang memang sudah diperkirakan Arya.
Arya hanya tertawa puas, lalu melajukan motornya menuju ke warung pecel lele beberapa ratus meter dari kantornya.
"Aduh... Sudah tutup. Habis deh gue, bakal kena setrap nih", panik ia menatap warung yang cuma tinggal spanduknya yang masih membentang.
Dengan lesu akhirnya dia kembali melajukan motornya.
Saat berhenti di lampu merah, motor Arya bersebelahan dengan sebuah mobil sport keren keluaran Perancis yang kalau ditengok bagian depannya mengingatkan dia dengan moncong ikan.
Arya yang tengah mengagumi keindahan mobil itu tersentak ketika kaca mobil itu turun dan menampilkan keindahan lain di dalamnya. Arya seketika meluruskan pandangannya, takut memandang yang tidak layak untuk dipandang.
"Boleh kenalan gak?", tanya salah seorang gadis di mobil itu. Ya, ternyata bukan hanya satu, tapi ada dua.
Arya hanya melirik dan mengangguk sopan tanpa kata-kata.
"Aku Nola, dan ini Yuna"
Arya kembali mengulang gerakannya. Kedua gadis itu mengerutkan dahinya.
"Nama kamu siapa?"
Arya kembali hanya mengulang gerakannya.
"Eh, lu gagu ya? Manggut-manggut gitu aja dari tadi", gadis itu kini sudah kesal.
Dan Arya pun sekali lagi mengulang gerakannya beberapa saat sebelum lampu merah berganti warna.
Arya memacu motornya segera menjauh dari mobil itu.
"Ya Allah.. tolong lindungi mata dan hati hamba. Tuh mobil keren banget! Bisa-bisa malah jadi gak bersyukur sama ni motor", ucapnya lirih.
Hampir tiga puluh menit lamanya ia berkendara sampai akhirnya tiba di rumah. Rumah dua lantai bergaya arsitektur tropis, dengan pekarangan rumput yang luas dan pepohonan yang lumayan rimbun. Di depannya terparkir dua buah mobil. Sebuah SUV hitam dan sebuah city car abu-abu yang tengah di lap-lap dengan cermat oleh seseorang.
"Assalamualaikum mang, betah banget ngelapnya?", Arya menyapa orang itu yang merupakan sopir ayahnya.
"Wa'alaikumussalam mas. Baru pulang?", balas Sapta ramah dengan senyum khasnya yang berhias kumis tipis.
"Gak kok, baru mau berangkat", Arya menjawab asal.
Sapta mengernyit.
"Ya Mang Sapta gimana sih?! Orang jelas-jelas Arya baru pulang"
Sapta jengah.
"Saya ini orang Indonesia mas. Jadi nyapanya ya gitu. Kalo mas gak suka, silahkan keluar dari Indonesia", Sapta kemudian kembali ke kegiatannya semula.
"Cie.. gitu aja ngambek. Tapi rasanya pernah denger kalimat kayak gitu deh. Tapi dimana ya?"
"Loh, kok malah ngelamun. Gak masuk mas? Ditungguin ibu tuh dari tadi...", Sapta akhirnya harus menyadarkan Arya dari lamunan tak perlu.
"Eh, iya mang. Maaf, soalnya ucapan mamang tadi sangat inspiratif. Saya jadi terinspirasi",
Sapta memandang Arya dengan tatapan bingung. Anak majikannya yang satu ini memang agak lain.
Arya kemudian turun dari motor lalu melangkah masuk ke dalam rumah. Sampai di dalam, Arya langsung menuju dapur dan mengambil air minum di kulkas.
"Mas, Mas Arya. Sini deh, coba lihat ini", Ratih, asisten rumah tangga ibunya yang merangkap pasangan jiwa Sapta tergopoh-gopoh menghampiri Arya sambil membawa ponselnya.
"Apaan sih bik?", Arya mengernyit.
Di layar ponsel Ratih terpampang foto Arya tengah tersenyum lebar, duduk di atas motor lengkap dengan segala atribut wajibnya saat berangkat kerja.
"Kok ada foto saya bik? Dapat darimana? Atau... Jangan-jangan bibik nguntit Arya ya?! Diam-diam naksir kan.. awas lho, Arya bocorin ke Mang Sapta baru tahu", ancam Arya.
Telapak tangan Ratih mendarat dengan cepat dan cermat di lengan Arya demi mendengar ucapan itu.
"Mas Arya ini ngomong apa toh? Lagian kalo benar bibik nguntit Mas Arya, fotonya kan candid gitu. Lah, ini fotonya menghadap kamera gini kok", Ratih protes tak terima dengan tuduhan Arya yang mengada-ada.
"Terus dapat darimana?", Arya bingung sambil mengingat-ingat sendiri kapan dia mengambil foto itu.
"Itu dikirimin sama Monik, itu lho.. ART nya Bu Dwi. Dia dapat dari novel online"
"Hah? Novel online? Ngapain saya ke situ bik? Eh, maksudnya kenapa foto saya sampai ada di situ?", Arya jadi tambah bingung.
"Foto mas dipakai authornya jadi ilustrasi tokoh novelnya. Pasti dia dapat dari medsos lalu semaunya nyomot buat dipasang di novel", tuduh Ratih yang sepertinya memang benar adanya.
"Tapi kayaknya saya gak pernah pasang foto beginian di medsos bik. Siapa yang posting ya?"
Ia lalu mengambil ponsel Ratih dan mengamati latar foto itu. Kemudian ia seperti teringat sesuatu.
"Oo... Saya ingat bik. Ini waktu saya singgah ke warungnya Pak Yayan mau beli koyo gara-gara malam sebelumnya keseleo habis main futsal. Terus, Pak Yayan bilang kalo hari itu saya bisa dapat koyo gratis sebagai pelanggan yang ke 100. Dan dia minta foto saya buat dokumentasi"
Ratih menanggapi dengan raut muka yang seolah berkata, masa sih?
"Iya bik.. Arya juga tahu itu gak masuk akal. Tapi lumayan kan dapat koyo gratis cuma modal difoto doang, ya gak?", ujarnya seraya tersenyum sambil menaikkan alisnya.
"Halah.. paling itu akal-akalan si Echa anaknya, yang dari jaman dia masih orok sudah naksir Mas Arya"
"Eh, berarti tu bocah dong yang posting foto saya ke medsos? Aduh.. gak ijin lagi", Arya menggaruk kepalanya.
"Tapi bik, novel apaan sih. Kok sampai saya jadi modelnya. Kalo yang dipasang foto begitu, pasti tentang anak geng motor atau bad boy gitu kan?", ucapnya dengan percaya diri.
"Sebentar", ucap Ratih lalu menggeser-geser tampilan layar ponselnya.
"Ini nih, judulnya Petualangan Gadis Tangguh dan Pemuda Manja" Ratih menunjukkan layar ponselnya ke Arya yang menampilkan novel yang dimaksudnya.
"Hah? Pemuda manja? Keterlaluan banget sih! Gimana ceritanya tampilan sangar begitu malah dibilang manja?!", Arya tak terima, harga dirinya terasa diinjak-injak.
"Ya suka-suka authornya lah mas. Mungkin karakternya dianggap sesuai dengan tampilan mas"
"Enak aja.. sesuai dari Hongkong", Arya mengumpat kesal.
"Terus yang jadi gadis tangguhnya memangnya benar-benar terlihat tangguh?", Arya masih tak terima dan berharap penulis itu benar-benar tak becus dalam memilih foto.
"Ini yang jadi ceweknya mas", ucap Ratih seraya menunjukkan foto seorang gadis.
Arya terdiam sebentar melihat foto itu. Seorang gadis berhijab biru, dengan kulit cerah dan mata yang tajam.
"Cuantik bener ya mas? Mukanya juga mirip lho sama Mas Arya"
Ucapan Ratih menyadarkan Arya dari lamunannya yang entah memikirkan apa.
"Hadeuh.. kenapa saya sampai bisa jadi obyek halu para pembaca novel online sih bik"
Arya lalu seraya menyerahkan ponsel Ratih. Tapi dalam hatinya tak bisa memungkiri perkataan Ratih tadi.
"Udah deh bik, gak penting gitu juga. Arya mau ke kamar dulu"
Ia kemudian berlalu menuju tangga ke lantai atas.
"Arya... Mana pecel lele bunda?", tiba-tiba terdengar suara dari arah kamar tidur di lantai satu.
Langkah Arya seketika terhenti dan wajahnya meringis.
Dilihatnya seseorang tengah berjalan keluar dari situ. Itu adalah Aisyah Muthmainnah, ibunya.
"A.. anu bunda, warungnya tutup. Mungkin lelenya masih pada cuti, jadinya gak bisa digoreng..", jawab Arya asal sambil tersenyum memelas, takut akan tanggapan ibunya.
"Kamu lagi sibuk banget ya? Ya udah, besok-besok juga gak papa"
Aisyah kemudian berlalu menuju halaman belakang.
Arya jadi bingung, kemudian menatap Ratih minta penjelasan atas kejadian di luar nalar barusan.
"Ibu lagi sedih, bapak mau pergi satu minggu ke Jambi ngisi seminar di sana", ucap Ratih.
"Ya ampun.. kaya ABG baru jadian aja. Satu minggu aja kali"
"Bukan masalah satu minggunya Ar...", teriak Aisyah dari halaman belakang.
"Ayah perginya rombongan, terus Viona juga ikut" suaranya terdengar sedih.
Arya terkekeh, mendengar ibunya keberatan kalau ayahnya harus pergi bersama dengan mantan pacarnya waktu SMA.
"Cemburu nih ceritanya? Ya udah, bunda ikut aja", usul Arya seraya menyusul ibunya ke halaman belakang.
"Gak ah, nanti ayahmu ge er kalau tahu bunda ikut karena cemburu"
Arya hanya melengos. Ya sudah lah, terserah. Perempuan memang gak pernah ada yang pas, apalagi kalau perempuan itu adalah ibunya.
Bagus...