seorang wanita tangguh, yang dikenal sebagai "Quenn," pemimpin sebuah organisasi mafia besar. Setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai akibat pengkhianatan dalam kelompoknya, Quenn bersumpah untuk membalas dendam. Dia meluncurkan serangan tanpa ampun terhadap mereka yang bertanggung jawab, berhadapan dengan dunia kejahatan yang penuh dengan pengkhianatan, konflik antar-geng, dan pertempuran sengit.
Dengan kecerdikan, kekuatan, dan keterampilan tempur yang tak tertandingi, Quenn berusaha menggulingkan musuh-musuhnya satu per satu, sambil mempertanyakan batasan moral dan loyalitas dalam hidupnya. Setiap langkahnya dipenuhi dengan intrik dan ketegangan, tetapi ia bertekad untuk membawa kehormatan dan keadilan bagi orang yang telah ia hilangkan. Namun, dalam perjalanan tersebut, Quenn harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal bisa berubah, dan balas dendam terkadang memiliki harga yang lebih mahal dari yang ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14: Tersudutkan
Keputusan sudah dibuat, dan Quenn merasakan ketegangan yang menyelubungi setiap langkah mereka. Mereka kini memiliki data yang bisa menghancurkan Marco, tetapi hal itu juga menambah tekanan yang semakin besar. Setiap detik yang berlalu, mereka semakin dekat dengan titik tak bisa mundur. Marco pasti sudah mengetahui bahwa mereka sedang bergerak—bahkan tanpa mereka mengetahui seberapa dalam cengkeramannya.
Mobil melaju kencang malam itu, membawa mereka kembali menuju markas Thor. Di dalam mobil, suasana sunyi. Rina menatap jendela, wajahnya terbayang kelelahan, namun ada juga kegelisahan yang tersirat di matanya. Vincent duduk di kursi depan dengan wajah penuh perhitungan, matanya tak lepas dari layar ponsel yang menampilkan peta dan data yang baru saja mereka peroleh. Quenn duduk di kursi belakang, memegang flash drive yang baru saja mereka ambil dari Luca. Di satu sisi, mereka memiliki keunggulan. Di sisi lain, mereka masih harus menghitung setiap gerakan dengan hati-hati, karena risiko yang ada begitu besar.
“Kalau Marco sudah tahu kita bergerak, dia pasti sudah mempersiapkan sesuatu,” kata Vincent, akhirnya memecah keheningan. Suaranya rendah, namun penuh ketegangan.
"Dan dia tidak akan membiarkan kita menyerangnya begitu saja," lanjut Quenn, menatap Vincent di kursi depan. “Kita harus hati-hati, jangan sampai terperangkap dalam jebakannya.”
Vincent menoleh ke belakang dan menatap Quenn dengan tatapan tajam. “Kita tidak punya banyak waktu. Kalau kita tidak bergerak cepat, Marco akan lebih dulu mengepung kita. Itu artinya, kita akan terpojok.”
Rina mengerutkan kening, tampaknya mulai merasa khawatir. “Tapi bagaimana caranya kita menyerang tanpa memberi tahu dia sebelumnya? Kita sudah terlalu sering terperangkap dalam permainannya.”
“Maksudmu... kita harus menemukan cara untuk mengejutkan dia?” tanya Erik, yang sebelumnya hanya diam.
Vincent mengangguk, terlihat semakin serius. “Kita perlu rencana yang sempurna. Kita harus mengalahkan Marco dengan cara yang dia tidak duga.”
Namun, Quenn merasa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang mengancam mereka. Tidak hanya Marco yang mereka hadapi—ada bayang-bayang lebih gelap, lebih licik yang mengintai di balik setiap langkah mereka.
---
Beberapa jam kemudian, mereka tiba kembali di markas Thor. Thor dan anggota kelompok lainnya sedang berkumpul di ruang utama, menunggu kedatangan mereka. Begitu mereka masuk, suasana terasa tegang. Semua orang tahu bahwa mereka sudah berada di ambang pertempuran besar. Setiap orang di ruangan itu merasakan kegelisahan yang sama, mengetahui bahwa rencana ini bisa berakhir dengan tragis.
Vincent segera mendekati Thor, lalu meletakkan flash drive di meja besar yang ada di tengah ruangan. "Ini dia. Semua data yang kita butuhkan untuk menghancurkan Marco."
Thor memeriksa flash drive itu sejenak, lalu memasukkannya ke dalam laptop. Layar di depannya menyala, menampilkan berbagai informasi yang begitu rumit. Setelah beberapa saat, Thor mengangkat wajahnya dan menatap mereka dengan mata yang lebih serius dari sebelumnya.
“Informasi ini berisi rencana Marco. Dia sudah mulai menggerakkan pasukan terbesarnya. Mereka akan menyerang dalam beberapa hari ke depan. Ini waktunya untuk kita bergerak.”
Quenn merasakan perutnya mengencang. Meskipun mereka sudah mendapatkan informasi penting, kenyataan bahwa Marco memiliki begitu banyak sumber daya dan kekuatan membuat pertempuran ini semakin berbahaya.
“Lalu, apa langkah pertama kita?” tanya Rina, suaranya penuh dengan kekhawatiran.
“Kita harus menghancurkan jaringan distribusi utama mereka,” jawab Thor dengan tegas. “Ini adalah pusat operasi terbesar mereka, dan di sinilah semua keputusan penting dibuat. Kalau kita bisa menyerang pusat ini dan mengacaukan rencananya, kita punya kesempatan untuk menghentikan Marco.”
Vincent mengangguk, lalu beralih menatap layar. “Kita akan mengirimkan tim kecil untuk menyerang. Fokus pada hancurkan data dan segala informasi yang bisa membantu Marco bergerak lebih jauh.”
Quenn tahu betul bahwa ini bukanlah rencana yang mudah. Mereka akan memasuki sarang musuh dengan hanya beberapa orang. Itu artinya, risiko tinggi. Mereka harus bertaruh pada setiap langkah mereka.
“Siapa yang akan memimpin tim ini?” tanya Erik dengan tegas. “Siapa yang akan memimpin serangan?”
Vincent menatapnya, kemudian mengalihkan pandangannya ke Quenn. “Quenn, kamu yang akan memimpin. Kamu sudah cukup mengerti situasi dan cara bertindak di medan perang.”
Mata Quenn membulat seketika. “Apa? Kenapa aku?”
Thor menjawab dengan tegas, “Kamu punya intuisi yang lebih tajam daripada yang kamu kira, Quenn. Kamu tahu apa yang harus dilakukan, dan kita mempercayakan rencana ini padamu.”
Quenn merasa terpojok, namun tidak bisa menyangkal kenyataan bahwa dia adalah orang yang tepat untuk memimpin. Meskipun keraguan masih menggelayuti hatinya, Quenn tahu bahwa inilah waktunya. Waktu untuk bertindak.
“Baiklah,” katanya akhirnya, menyatukan tekad. “Kita akan menghancurkan mereka.”
---
Persiapan untuk misi itu dimulai segera. Mereka merencanakan segalanya dengan cermat, memastikan setiap langkah diperhitungkan dengan teliti. Tim yang dipilih hanya terdiri dari beberapa orang terpercaya—Vincent, Quenn, Rina, Erik, dan beberapa anggota terlatih dari kelompok Thor yang akan menyusup ke dalam markas Marco.
Quenn memeriksa perlengkapan yang mereka bawa—senjata, alat pemecah kode, dan berbagai perangkat teknologi yang akan membantu mereka melewati penghalang dan sistem keamanan yang ketat. Tapi meskipun segala sesuatunya sudah dipersiapkan, Quenn merasakan ketegangan yang semakin mencekam. Dia tahu bahwa ini adalah pertaruhan hidup mati, dan setiap kesalahan kecil bisa berujung pada kehancuran.
Malam tiba, dan mereka mulai bergerak. Markas Marco terletak di area yang dilindungi ketat, dengan pasukan keamanan yang siap menghadapi setiap ancaman. Mereka harus bergerak cepat dan diam-diam, masuk tanpa diketahui, dan keluar tanpa meninggalkan jejak.
Setelah beberapa jam perjalanan, mereka tiba di sekitar area markas Marco. Mereka melangkah dengan hati-hati, setiap langkah penuh kewaspadaan. Angin malam berhembus dingin, menambah ketegangan yang terasa di udara. Quenn memimpin di depan, langkahnya mantap meski detak jantungnya berdetak semakin kencang.
Mereka berhasil melewati beberapa titik pengamanan pertama dengan mudah, namun saat mereka mendekati pintu utama markas, suasana mulai berubah. Tiba-tiba, alarm berbunyi, memecah keheningan malam. Terlambat. Marco sudah tahu mereka datang.
"Ini jebakan!" teriak Vincent, suaranya penuh amarah.
Serangan datang dari segala arah. Quenn menatap dengan tajam ke segala arah, menyadari bahwa pertempuran yang tidak bisa dihindari sudah dimulai.