Sahira Gadis cantik ramah dan murah senyum, namun tak banyak yang tahu di balik senyum manisnya, dia banyak menyimpan luka.
Terlahir dari keluarga kaya raya tidak membuat Sahira hidup bahagia, dia di abaikan oleh ke dua orang tuanya.
Sahira selalu di suruh mengalah dari adik perempuannya.
Kekasih yang sangat dia cintai ternyata sudah berselingkuh dangan adik kandungnya sendiri, dan itu di dukung oleh orang tuanya, tanpa melihat perasaan Sahira yang hancur
Dan lebih sakit lagi, Sahira di paksa menikah dengan laki laki yang tidak di ketahui asal usulnya.
Bagaimana kelanjutan kisah sahira, yuk.... Ikuti ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Para karyawan mulai meniggalkan perusahaan, karena waktu pulang sudah tiba, termasuk Sahira dan ke dua sahabatnya.
Mereka berjalan dengan bersenda gurau.
"Ra, lu tinggal dimana sekarang?" tanya Arumi, yang kepo dengan tempat tinggal Sahira, klau tempat tinggal Sahira dekat dengannya, mungkin Arum bisa mengantarkan Sahira lansung ke rumahnya, itung itung hemat ongkos pikir Arum.
Walau penampilan Sahira sekang sangat berbeda dan memakai pakaian yang lumayan mahal, bisa jadi kini tabungan Sahira sudah habis untuk membeli pakaiannya, dan waktu gajian pun tinggal beberapa hari lagi.
Apa lagi tadi Sahira bilang suaminya tidak bisa menjemputnya, mungkin sedang bekerja untuk menyambung hidup mereka.
Dengan penampilan Galang yang urakan seperti itu, Arum berfikir suami sahabatnya itu hanya orang biasa.
"Rumah suamiku ada di kawasan xx." jujur Sahira.
"APA!! " pekik ke dua sahabatnya itu.
"Ra, lu ngak bercanda kan? apa kalian tinggal di perkampungan sebelah kawasan xx? " tanya Wawan syok.
Sahira hanya tersenyum dia tau temannya pasti mikir klau suaminya orang biasa, sama seperti dirinya waktu itu, ternyata suaminya adalah laki kaya raya, dengan rumah paling bagus di komplek itu.
"Tidak, suami ku memang mempunyai rumah di sana." ujar Sahira.
"Haa.... lu serius Ra, bukanlah itu perumahan elit, dan penghuni di sana rata rata pengusaha kaya." kaget Arum.
"Aku ngak tau, katanya itu rumah peninggalan ke dua orang tua suami ku." santai Sahira yang memang tidak pernah perduli akan harta, karena dia pikir dia bisa kerja dan menghasilkan uang, yang dia butuh kenyamanan dan kasih sayang, dan itu dia dapat dari suaminya.
Walau Sahira melihat suaminya memang suka fokus dengan laptop dan bicara di telpon dengan serius, tapi Sahira biarkan saja dan tidak pernah bertanya.
Dan Sahira tidak pernah tau isi kartu ATM yang di berikan suaminya untuknya, andai Sahira wanita kepo dan mengetahui isi saldonya mungkin Sahira bisa pingsan melihat deretan angka nol di kartu itu.
"Astaga, gue punya teman kenapa gini amat ya." keluh Arum melihat tingkah Sahira itu.
"Non." panggil Satrio anak bi Siti.
"Eh... Satrio, sudah sampai? " tanya Sahira, Satrio berusia 21th masih kuliah sambil kerja di rumah Galang.
"Sudah Non." sopan Satrio.
"Aku pulang duluan ya." ucap Sahira kepada kedua sahabatnya yang masih terbengong melihat kepergian sahabatnya itu.
Mereka makin melotot saat melihat Sahira menaiki mobil mewah dan pintunya di bukakan oleh Satrio.
"Astaga, apa Sahira menikah dengan orang kaya?" gumam Arum.
"Sepertinya begitu, lihat kendaraan yang di tungganginya, apa itu kendaraan kalangan bawah." kekeh Wawan.
"Syukurlah, biar makin menyesal keluarganya." ucap Arum.
"Sahira mana? " tiba tiba Bima sudah berdiri di belakang Wawan dan Arum.
Membuat ke dua orang itu terlonjak kaget.
"Astaga, bapak! bisa ngak sih ngak bikin kaget orang." kesal Arum.
"Saya tanya, Sahira mana." ujar Bima lagi tanpa memperdulikan ocehan Arum tadi.
"Mana kami tau." acuh Arum, sudi amat dia memberi tahu dimana Sahira.
"Biasanya kan kalian selalu bertiga." ujar Bima.
"Kan biasanya, sekarang luar biasa." acuh Arum.
"Yuk Wan, kita pulang, malah di sini, bikin emosi aja." Arum menarik tangan Wawan dan meninggalkan Bima yang meradang melihat tingkah ke dua teman mantan kekasihnya itu.
"Haiii.... Tidak sopan kalian! saya ini atas kalian ya, mau di pecat kalian! " marah Bima.
"Atasan kami pak Ridwan, bukan anda pak." cuek Wawan.
"Aggkkk.... Sial siap, awas kalian." kesal Bima.
"Ini lagi si Sahira, kenapa ngak mau menemui gue, masih marah karena gue selingkuh sama adiknya, klau ngak mau putus sama gue, ya udah sih jadi yang kedua, gue sih ngak akan menolak juga kali." pede Bima.
"Astaga, gimana ini, kerjaan gue belum kelar, mana waktunya sudah mepet." frustasi Bima.
"Ah, mending minta tolong sama Alina saja lah, semoga kesayangan gue itu bisa bantu, dan idenya lebih cemerlang dari Sahira." monolog Bima bergegas menuju parkiran.
"Satrio, kita mampir di minimarket depan ya." ucap Sahira.
"Siap Non." sahut Satrio sopan.
Setalah sampai di minimarket, Sahira turun dan membeli pembalut dan beberapa snack dan minum segar.
Namun tiba tiba dari belakang ada yang menabraknya.
"Jalan pakai mata dong!" marah wanita itu.
"Dih, mbak yang nabrak, mbak yang marah, dasar aneh, situ yang ngak punya mata." sahut Sahira.
"Apa kamu bilang! " pekik wanita itu yang tidak lain adalah Dini.
"Sudah buta budek juga ya mbak." santai Sahira, ya Sahira yang dulu selalu minta maaf walau dia tidak salah, namun sekarang dia tidak mau lagi seperti itu.
Galang yang mengajarkannya kepada Sahira, "baik boleh bodoh tidak, dan jangan selalu mengalah Kalau kamu tidak salah, kamu akan di manfaatkan orang klau selalu terlihat lemah, jangan takut untuk melawan." begitulah yang Galang selalu tekankan kepada sang istri.
"Ya!!! perempuan sint*ng! beraninya loe ngatain gue, loe ngak tau siapa gue! " pekik perempuan itu.
"Emang ngak kenal." acuh Sahira.
Sahira berjalan ke arah kasir dan membayar belanjaannya, tanpa memperdulikan Dini yang masih mencak mencak di sana.
"Sudah Non? " tanya Satrio.
"Sudah." sahut Sahira.
"Tadi ada apa Non, kenapa perempuan itu marah marah?." tanya Satrio.
"Ngak tau, orang aneh, dia yang nabrak dia yang marah, kan aneh." kekeh Sahira.
"Mabuk kali Non." kekeh Satrio.
"Bisa jadi." sahut Sahira.
Bersambung....
Haiii... Jangan lupa like komen dan vote ya... 😘😘😘