Hujan deras di tengah malam menyatukan langkah dua orang asing, Dasha dan Gavin di bawah payung yang sama. Keduanya terjebak di sebuah kafe kecil, berbagi cerita yang tak pernah mereka bayangkan akan mengubah hidup masing-masing.
Namun hubungan mereka diuji ketika masa lalu Gavin yang kelam kembali menghantui, dan rahasia besar yang disimpan Dasha mulai terkuak. Saat kepercayaan mulai retak, keduanya harus memilih menghadapi kenyataan bersama atau menyerah pada luka lama yang terus menghantui.
Mampukah Dasha dan Gavin melawan badai yang mengancam hubungan mereka? Ataukah hujan hanya akan menjadi saksi bisu sebuah perpisahan?
Sebuah kisah penuh emosi, pengorbanan, dan perjuangan cinta di tengah derasnya hujan. Jangan lewatkan perjalanan mereka yang menggetarkan hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Pagi itu, suasana di mansion terasa tenang. Dasha, yang kini sudah memasuki bulan terakhir kehamilannya, memilih untuk menghabiskan hari di rumah. Dengan perut yang semakin besar, ia merasa lebih nyaman beristirahat daripada mengikuti Nathan dan keluarga Gavin berlibur bersama. Hari itu, Nathan tengah bersenang-senang dengan sepupu-sepupunya di sebuah vila, sementara Gavin masih tertidur lelap setelah bekerja hingga larut malam.
Dasha duduk di ruang keluarga, menikmati secangkir teh herbal hangat yang disiapkan oleh salah satu asisten rumah tangga. Ia memandangi foto-foto keluarga yang terpajang di rak, tersenyum lembut sambil mengelus perutnya. "Kamu akan segera bertemu kami, sayang," bisiknya penuh kasih.
Namun, tak lama kemudian, Dasha merasakan sesuatu yang berbeda. Sebuah kontraksi kecil mulai terasa, diikuti dengan sensasi aneh di perutnya. Awalnya, ia mengira itu hanya kontraksi palsu, seperti yang sudah beberapa kali ia alami. Namun, ketika kontraksi itu semakin intens dan teratur, ia menyadari bahwa ini mungkin waktunya.
"Bu Yani!" panggil Dasha kepada asisten rumah tangga yang sedang membersihkan di dapur. Bu Yani segera datang dengan wajah khawatir. "Ada apa, Bu Dasha?"
"Aku rasa... ini saatnya. Tolong bangunkan Gavin," ujar Dasha sambil mencoba tetap tenang, meskipun wajahnya mulai menunjukkan rasa tidak nyaman.
Bu Yani segera berlari ke kamar untuk membangunkan Gavin. "Tuan Gavin! Tuan Gavin! Ibu Dasha sepertinya akan melahirkan!" katanya panik sambil mengguncang bahu Gavin.
Gavin yang awalnya masih setengah sadar, langsung terbangun sepenuhnya. "Apa? Sekarang?" tanyanya sambil buru-buru bangun dari tempat tidur. Ia segera mengenakan pakaian seadanya dan berlari ke ruang keluarga.
Melihat Dasha yang mencoba tetap tenang di sofa sambil mengatur napasnya, Gavin segera mengambil alih situasi. "Oke, oke, kita ke rumah sakit sekarang. Bu Yani, tolong siapkan tas perlengkapan bayi di kamar," perintahnya cepat.
Dalam waktu singkat, mereka sudah dalam perjalanan ke rumah sakit. Gavin menggenggam tangan Dasha erat-erat di kursi penumpang, mencoba menenangkan istrinya yang sesekali meringis menahan rasa sakit. "Aku di sini, sayang. Semuanya akan baik-baik saja," katanya lembut.
Setibanya di rumah sakit, tim medis segera membawa Dasha ke ruang persalinan. Gavin tidak pernah merasa setegang ini sebelumnya. Meski sudah melewati pengalaman ini saat Nathan lahir, perasaan cemas dan antusias itu tetap sama. Ia terus mendampingi Dasha, memberikan dukungan di setiap tahap persalinan.
Beberapa jam kemudian, tangisan bayi menggema di ruang persalinan. Dasha menangis haru, sementara Gavin tersenyum lebar meski matanya berkaca-kaca. "Kita punya bayi Laki – laki” kata dokter sambil menyerahkan bayi mungil itu ke pelukan Dasha.
Dasha memandang wajah bayi itu dengan penuh kasih. "Dia sempurna Vin" bisiknya sambil menatap Gavin yang kini duduk di sampingnya, juga tak bisa mengalihkan pandangan dari putra kecil mereka.
"Terima kasih sayang" kata Gavin sambil mencium kening istrinya. "Kamu luar biasa."
Hari itu menjadi momen penuh keajaiban bagi mereka berdua. Dengan kehadiran bayi perempuan yang sehat dan cantik, keluarga kecil mereka kini bertambah lengkap. Sementara itu, Nathan yang sedang berlibur bersama keluarga besar Gavin, tak sabar untuk segera pulang dan bertemu dengan adik barunya.
.
.
.
.
.
Hari-hari setelah kelahiran bayi laki-laki mereka dipenuhi dengan kebahagiaan yang meluap. Gavin dan Dasha memutuskan memberi nama bayi mereka Devandra Winanta.
Setelah mendengar kabar kelahiran adiknya, Nathan langsung meminta untuk segera pulang dari vila bersama kakek dan neneknya. Ketika ia tiba di rumah sakit bersama keluarga besar Gavin, ia tampak sangat antusias. "Mana adik bayiku, Papa?" tanyanya sambil melompat-lompat di samping Gavin.
Gavin tersenyum dan membawanya ke ruang perawatan Dasha. Di sana, Nathan dengan hati-hati memandangi Devan yang sedang tertidur di pelukan ibunya. "Dia kecil sekali," ujar Nathan dengan nada kagum.
"Iya, Nak. Tapi dia akan tumbuh besar seperti kamu suatu hari nanti," jawab Dasha sambil membelai kepala Nathan.
Nathan mendekatkan wajahnya ke Devan dan berbisik, "Hai, aku kakakmu Nathan. Aku akan menjagamu." Semua yang ada di ruangan itu tersenyum haru melihat momen manis itu.
Setelah Dasha dan Devan pulang dari rumah sakit, rumah mereka penuh dengan kunjungan dari keluarga besar. Orang tua Dasha, Bu Laras dan Pak Arman, datang dengan membawa banyak hadiah untuk cucu baru mereka. Bu Laras bahkan menyempatkan diri untuk membantu Dasha merawat Devan di minggu-minggu awal, memastikan Dasha mendapatkan istirahat yang cukup.
Di sisi lain, Gavin semakin terampil membagi waktu antara bekerja dan mengurus keluarga. Ia sering terlihat menggendong Devan sambil bekerja dari rumah, membangun kenangan baru bersama putranya. "Kamu sudah ahli sekarang," kata Dasha suatu kali, melihat Gavin dengan mahir menenangkan tangisan Devan. Gavin hanya tersenyum bangga.
Nathan, yang kini resmi menjadi seorang kakak, semakin menunjukkan sisi dewasanya. Ia dengan semangat membantu Dasha mengambilkan popok atau menggoyang-goyangkan boks bayi ketika Devan rewel. "Aku kakak hebat, kan, Mama?" tanyanya bangga.
"Hebat sekali, Nak. Devan beruntung punya kakak seperti kamu," jawab Dasha dengan penuh kasih.
Bulan-bulan pertama bersama Arka menjadi momen berharga bagi keluarga itu. Di tengah semua itu, Gavin dan Dasha semakin menyadari betapa kuat cinta dan ikatan keluarga mereka. Meski hari-hari terkadang melelahkan, kehadiran Arka membawa kebahagiaan baru yang melengkapi kebersamaan mereka.
Dalam suatu malam yang tenang, saat Dasha menyusui Davin di kamar Gavin mendekat dan memeluk mereka berdua. "Aku tidak pernah membayangkan hidupku bisa sesempurna ini" bisiknya.
Dasha tersenyum lembut. "Aku juga, Vin. Tapi aku tahu, dengan kamu di sisiku, semuanya mungkin."
Kini, keluarga mereka tidak hanya penuh dengan tawa, tetapi juga dengan harapan besar untuk masa depan yang indah. Nathan dan Devan dua buah hati mereka, menjadi pusat dunia mereka, dan Gavin serta Dasha tahu bahwa perjalanan cinta mereka baru saja dimulai.
.
.
.
.
Pagi itu, suasana di rumah Gavin dan Dasha terasa hangat. Arka yang baru berusia beberapa minggu tertidur pulas di boks bayi di ruang keluarga, sementara Nathan bermain dengan mainannya di sudut ruangan. Dasha sedang menyiapkan teh di dapur, ditemani Gavin yang sibuk mengatur kursi di ruang tamu.
“Mama dan Papa bilang mereka akan datang pagi ini,” ujar Gavin sambil melirik jam dinding.
“Semoga mereka suka dengan masakan yang aku siapkan,” sahut Dasha sambil tersenyum. Meski masih dalam masa pemulihan pasca melahirkan, Dasha tetap bersemangat menyambut mertuanya. Ia ingin memberikan sambutan hangat, apalagi ini adalah kunjungan pertama mereka sejak kelahiran Arka.
Tak lama kemudian, suara bel pintu berbunyi. Nathan yang paling bersemangat langsung berlari kecil ke arah pintu. “Aku yang buka, Papa!” katanya dengan antusias.
Begitu pintu terbuka, terlihat kedua orang tua Gavin, Tuan Aditya dan Ny. Linda berdiri dengan senyum lebar di wajah mereka. Ny. Meisya membawa tas besar berisi hadiah, sementara Tuan Richard memegang bunga segar yang baru saja ia beli.
“Nenek! Kakek!” teriak Nathan sambil memeluk mereka berdua. Ny. Meisya membalas pelukan cucunya dengan penuh kasih. “Halo, Nathan. Kamu tambah besar saja, ya,” katanya sambil mencubit pipi Nathan.
Mereka masuk ke dalam rumah dan langsung disambut oleh Dasha yang tersenyum ramah. “Selamat datang, Mama, Papa. Silakan duduk,” katanya. Ny. Linda menghampirinya dan memeluk Dasha dengan lembut. “Kamu terlihat cantik, meski baru saja melahirkan. Bagaimana kabarmu, Nak?”
“Baik, Ma. Terima kasih,” jawab Dasha sopan.
Setelah berbincang sejenak, Ny. Linda langsung mencari-cari cucunya yang baru lahir. “Mana si kecil Devan? Nenek tidak sabar ingin melihatnya,” ujarnya antusias. Dasha mengarahkan mereka ke boks bayi.
Devan yang tertidur dengan damai membuat Ny. Linda langsung tersenyum haru. “Oh, dia begitu tampan” katanya sambil menyentuh lembut pipi Devan. Tuan Richard pun ikut mendekat menatap bayi mungil itu dengan penuh kebanggaan. “Dia mirip Gavin waktu masih kecil,” komentarnya. Gavin yang berdiri di samping hanya tersenyum sambil mengangguk.
Nathan, yang tidak mau kalah, menunjuk ke arah adiknya dan berkata, “Itu adikku Devan. Aku yang bantu Mama ganti popoknya!” Semua orang tertawa mendengar pernyataan polos Nathan.
Hari itu dihabiskan dengan penuh kebahagiaan. Mereka berbagi cerita sambil menikmati makanan yang telah Dasha siapkan. Ny. Linda bahkan sempat menggendong Arka selama hampir satu jam, tak ingin melepaskannya. “Dia begitu tenang. Kamu pasti anak yang baik ya Devan” gumamnya.
Sebelum pulang, Tuan Richard memuji Gavin dan Dasha atas keharmonisan keluarga kecil mereka. “Kalian berdua telah menciptakan rumah yang penuh cinta. Kami bangga melihat bagaimana kalian mendidik Nathan dan kini merawat Devan.”
Malam harinya, setelah kedua orang tua Gavin pulang, Dasha duduk bersama Gavin di ruang keluarga sambil menyaksikan Nathan bermain dengan hadiah baru dari kakek-neneknya. “Hari ini sangat menyenangkan,” ujar Dasha.
Gavin mengangguk. “Aku senang melihat mereka begitu mencintai Arka dan Nathan. Aku bersyukur kita memiliki keluarga yang mendukung seperti mereka.”
Dasha tersenyum dan menggenggam tangan Gavin. “Aku juga. Dan aku bersyukur memiliki kamu di sisiku.” Mereka saling menatap penuh cinta, menyadari bahwa kebahagiaan yang mereka rasakan hari ini adalah hasil dari cinta yang mereka bangun bersama.