Sebuah kecelakaan merenggut pengelihatannya. Dia merupakan dokter berbakat yang memiliki kecerdasan tinggi, tampan dan ramah menjadi pemarah.
Beberapa perawat yang dipekerjakan selalu menyerah setiap satu pekan bekerja.
Gistara, gadis yang baru lulus dari akademi keperawatan melamar, dengan gaji tinggi yang ditawarkan dia begitu bersemangat. Hampir menyerah karena tempramen si dokter, namun Gista maju terus pantang mundur.
" Pergi, adanya kamu nggak akan buatku bisa melihat lagi!"
" Haah, ya ya ya terserah saja. Yang penting saya kerja dapet gaji. Jadi terserah Anda mau bilang apa."
Bagaimna sabarnya Gista menghadapi pasien pertamanya ini?
Apakah si dokter akan bisa kembali melihat?
Lalu, sebenarnya teka-teki apa dibalik kecelakaan yang dialami si dokter?
Baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter dan Perawat 04
" Eomma, siapa yang baru saja datang?"
" Aah itu sayang, ada seorang gadis yang ngelamar buat jadi perawat. Kayaknya dia anak yang periang dan sangat bersemangat."
" Ya? Eomma, apa masih belum kapok ya buat nyari perawat buat Abang?"
Hyejin tersenyum simpul. Ucapan dari anak gadisnya tentu saja adalah hal yang wajar. Yoona pasti merasa kasihan dengan beberapa perawat yang dibuat tidak betah oleh Haneul akan tetapi Hyejin tidak bisa menyerah begitu saja.
Bagi Hyejin saat ini Haneul butuh seorang teman. Anak sulungnya itu sekarang menjadi tertutup dengan keluarganya. Bicara seperlunya, menjadi dingin, dan sangat acuh.
Hal tersebut membuat Hyejin khawatir. Dan baik dia, Sai, maupun Yoona juga tidak bisa di sisi Haneul terus menerus mengingat mereka memiliki pekerjaan. Sehingga perawat menjadi salah satu alternatifnya. Bukan mengabaikan tapi Hyejin merasa Haneul membutuhkan orang lain yang bukan dari keluarga untuk mengungkapkan hatinya.
" Sayang, Abang butuh teman nak. Dan Eomma saat ini tidak mengharapkan perawat yang seperti sebelumnya. Eomma membutuhkan orang yang bisa membuat Abangmu merasa nyaman berbicara. Kamu tahu kan semenjak kecelakaan itu semuanya berubah."
Yoona menganggukkan kepalanya kecil. Dia tentu tahu akan hal itu. Kakak lelakinya yang dulu periang dan begitu sayang padanya kini seolah berubah menjadi orang lain. Haneul menjadi sangat menutup diri. Dan Yoona sangat sedih akan hal tersebut.
Namun, ia pun paham. Di sini, pada kondisi yang seperti ini itu kakaknya lah yang paling sedih dan mungkin menderita. Kakaknya lah yang paling sakit dan terluka baik secara fisik dan mental.
Yoona mengakui dirinya kesulitan mendekati sang kakak. Setiap diajak bicara jawaban Haneul hanya sepatah dua patah kata. Tidak jarang pria itu menjawab hanya denan kata 'hem' saja.
" Ya Eomma, aku tahu dan paham kok. Semoga yang kali ini awet."
" Semoga. Bismillah aja ya, biar Mbak Gista nya nggak lari nanti."
Sreeek
Braak
Haaaah
Sebuah hembusan nafas kasar terdengar jelas. Seolah beban yang begitu besar dalam dada itu menjadi tidak lagi bisa diuraikan.
Pria yang duduk di kursi roda itu berdiri, dan berjalan ke arah jendela. Ia mengetuk-ngetuk kaca jendela dengan jemarinya sambil memikirkan sesuatu.
" Siapa lagi yang bakalan Eomma pekerjakan. Aku udah susah-susah ngusir mereka satu persatu tapi malah Eomma lagi-lagi nyari. Padahal aku udah bikin rumor kayak gitu. Gista, apa dia nggak denger dengan apa yang terjadi sama perawat-perawat sebelumnya?"
Haneul mengusap wajahnya kasar. Dia tidak bisa mengetahui tentang perawat barunya karena belum bertemu sama sekali. Tapi dari sekarang dia sudah berpikir mengenai bagaimana cara untuk membuat perawat itu tidak betah.
Dugh!
" Auchhh, mata sialan. Kapan sih baliknya. Dah berapa bulan harus kayak gini terus. Sampai sekarang juga belum ada clue tentang kecelakaan itu. Haah, bener-bener deh."
Merasa lelah berdiri, Haneul mulai bergerak. Dia berjalan sambil menggunakan tangannya untuk meraba-raba. Rasanya benar-benar sangat menyesakkan sekaligus menjengkelkan. Dengan kondisinya saat ini ia tidak bisa bergerak dengan bebas. Semuanya serba terbatas, dan dia pun kesulitan hanya untuk sekedar melakukan hal yang sederhana.
Brukk
" Jalan segitu aja capeknya luar biasa. Padahal dulu aku bisa wira-wiri dari ruangan ke UGD. Bolak-balik ke ruang operasi juga berasa enteng banget. Sepedaan dari rumah ke rumah sakit juga hal yang wajar. Kecelakaan itu, aku beneran ngerasa bukan sesuatu yang wajar."
Haneul memejamkan matanya, dia mencoba mengingat saat sebelum kecelakaan itu terjadi.
Waktu itu masih jelas dalam ingatannya bahwa dia mengemudikan mobilnya dengan sangat baik. Outing yang diadakan departemen bedah di puncak Cisarua Bogor mengharuskan Haneul harus ikut serta bergabung juga. Terlebih dia menjadi kepala bagian.
Meskipun hari sudah malam, Haneul tetap datang. Dia tidak ingin membuat orang-orang yang berada di bawah pimpinannya menunggu. Namun terlebih dulu dia dan 2 orang asistennya harus menyelesaikan operasi. Maka dari itu Haneul sedikit terlambat.
Namun malang tidak dapat ditolak, Haneul yang mengemudi sendiri malam itu mengalami kecelakaan. Dalam ingatan yang masih terngiang, dia hendak menghindari seekor kucing yang melintas. Tapi rem pada mobilnya tidak berfungsi sehingga dia membanting setirnya ke arah kiri, dimana terdapat sebuah tebing di sana.
Mobil Haneul yang termasuk cepat itu rusak parah bagian depan. Bahkan Haneul bisa sampai keluar melewati kaca depannya. Kepalanya terbentur begitu keras dan saat itu juga dia tidak sadarkan diri.
" Aku yakin mobilku baru aja di service pas waktu itu. Sekitar semingguan lah, jadi kayaknya agak aneh tiba-tiba rem nya blong. Dan aku juga nggak bisa cek cctv di basement dalam kondisi ku sekarang."
Mata Haneul yang saat ini tidak bisa melihat apapun menjadi kendala baginya untuk menyelidiki apa yang terjadi di balik kecelakaan yang ia alami. Dan ia pun juga tidak bisa memberitahu keluarganya untuk saat ini.
Dirinya yang dalam kondisi saat ini pun saja sudah membuat keluarganya kesusahan. Haneul tidak ingin beban pikiran mereka. Ya, dia memang sejak dulu seperti itu. Sedari kecil dirinya lebih suka menyimpan semuanya sendiri ketimbang membaginya dengan ayah dan ibunya.
Tapi sebenarnya saat ini Haneul membutuhkan bantuan. Dia harus menceritakan semuanya kepada keluarganya tentang keyakinannya atas kerusakan rem mobilnya di malam itu.
" Apa aku cerita aja ya?" gumam Haneul lirih.
Tok! Tok! Tok!
" Sayang, apa Eomma boleh masuk."
" Ya."
Seperti memang ditakdirkan untuk bercerita, Hyejin masuk ke dalam kamar Haneul. Ekspresi wajah wanita paruh baya itu selalu terlihat sendu ketika melihat kondisi putra sulungnya. Beruntung Haneul tidak bisa melihat raut wajah Hyejin saat ini. Tapi bukan berarti Hyejin suka dengan kondisi Haneul. Bahkan jika boleh memilih, dia ingin menggantikan posisi putranya.
" Sayaang, Eomma ada sedikit kabar."
" Perawat baru, tadi aku udah dengar pas Eomma ngobrol sama Yoona."
Hyejin tersenyum kecut, Haneul ternyata sudah tahu. Sebenarnya ia sangat merasa bersalah karena tidak bisa selalu ada di sisi putranya.
" Eomma, ada yang ingin Han tanyain. Soal mobil yang aku pakai waktu kejadian itu. Apa kira-kira ada yang nggak beres?"
" Oh itu, dari bengkel yang biasa kita langganan, mereka bilang mobilnya baik-baik aja. Nggak ada yang aneh, nggak ada yang rusak."
" Ya?"
Haneul tentu terkejut, ia tidak menyangka bahwa ternyata mobilnya baik-baik saja. Kecelakan itu memang sudah lewat 2 bulan yang lalu, dan dia tidak pernah menerima laporan dari pihak bengkel ataupun polisi.
" Kapan laporannya diberikan Eomma, kok Eomma nggak cerita ke aku."
" 2 minggu setelah kecelakaan itu pihak bengkel memberitahu kondisi mobil kamu secara menyeluruh. Dan polisi akhirnya mengatakan bahwa itu kecelakaan tunggal karena kelalaian pengemudi. Karena memang tidak ada jejak kendaraan lain serta hal yang mencurigakan."
Degh!
Haneul semakin yakin kalau ada sesuatu dibalik kecelakaannya. Hal yang disampaikan oleh sang ibu sangat jauh berbeda dari apa yang dialaminya. Tapi untuk saat ini dia akan memilih diam, dan dirinya harus menyusun sebuah rencana untuk mengungkap kebenarannya.
" Ya udah kalau gitu Eomma, aku ingin tidur. Dan untuk perawat itu terserah Eomma."
TBC
Lanjuut