Hamdan seorang siswa SMA kelas dua. Sedari kecil sudah tinggal di Panti sehingga dia tidak pernah tahu akan keberadaan orang tuanya.
Hamdan sangat suka silat tapi dia tidak punya bakat.
Setiap kali latihan, dia hanya jadi bahan ledekan teman-temannya serta omelin Kakak pelatihnya.
Suatu hari Hamdan dijebak oleh Dewi, gadis pujaan hatinya sehingga nyawanya hampir melayang.
Tak disangka ternyata hal itu menjadi asbab berubahnya takdir Hamdan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertolongan
Dewi tersenyum sinis melihat Fitri yang kebingungan. Tadi dia tidak berusaha untuk menganggunya karena takut menimbulkan kecurigaan yang tidak perlu.
"Hari ini tidak masuk, semalam dia malah bolos saat jam istirahat. Bagai mana dia bisa masuk ke dalam 10 besar ya? Seharusnya nilainya jadi anjlok."
"Namanya juga anak tanpa asuhan orang tua, jadi dia merasa bebas."
"Kita tunggu saja pihak sekolah mengeluarkan dia, biar tahu rasa."
Telinga Fitri menangkap obrolan ringan dua orang siswa yang berjarak tiga kursi di belakangnya.
'Siapa lagi yang dibicarakan oleh mereka selain Hamdan? Hanya Hamdan siswa yang tidak mempunyai orang tua di kelas ini.
Saat Fitri menoleh ke belakang, kedua orang gadis itu langsung terdiam. Mereka menunduk, pura-pura membuat kesibukan lain.
Mereka tahu, Fitri dekat dengan sosok siswa yang sedang mereka bincangkan tadi sehingga mereka tidak lagi bersuara.
'Jadi semalam Hamdan masuk. Tapi kenapa dia bolos? Fitri tidak ada mendengar jika semalam ada perkelahian. Jika dia sakit seharusnya dia langsung pulang. Tapi nyatanya dia tidak ada di rumah semalam.'
Fitri mengerutkan keningnya. Dia tampak berpikir keras.
Saat pulang sekolah, Fitri langsung menuju hutan tempat di mana Hamdan biasa nongkrong.
Hamdan pernah berkata, hutan memberikannya sedikit ketenangan, jadi siapa tahu dia ada di sana.
Namun Fitri hanya bisa menghela nafas kecewa. Hamdan tidak ada di sana.
Fitri duduk termenung. Entah apa yang dipikirkannya, hanya dialah yang tahu.
Sepuluh menit berlalu, Fitri berdiri, dengan langkah gontai berbalik dan berjalan pulang.
Saat itulah matanya melihat tanda beberapa jejak kaki, walau pun samar tapi dia masih bisa melihatnya.
Sebenarnya pemandangan seperti itu merupakan hal biasa, beberapa siswa yang lain juga senang berkunjung ke sini, namun entah mengapa, Fitri merasa ada sesuatu yang agak ganjil yang membuat dia penasaran.
Oleh karena itu, Fitri memutuskan untuk maju sedikit lagi ke kedalaman hutan itu.
Beberapa ratus meter kemudian, Fitri melihat banyak semak belukar setinggi lutut yang tampak rebah seperti telah dipijak oleh banyak orang.
Di Selat Panjang tidak ada binatang yang namanya Harimau, karena pulau ini bukan lah 'Tanah Raya.' jadi mustahil semak belukar itu rebah disebabkan oleh Harimau.
Saat itulah pandangan matanya melihat sesuatu yang bersinar, Fitri langsung mendekatinya.
Fitri terkejut, "Eh, sebuah kalung Siapa yang telah membuang kalung emasnya di hutan ini?"
Fitri mencari pertanda yang bisa dia jadikan petunjuk, tapi dia tidak menemukan apa pun.
Setelah ragu sejenak, Fitri mengantongi kalung itu.
"Mana tahu nanti diperlukan." Gumamnya pelan.
Fitri berjalan beberapa depa lagi ke depan.
"Eh, ada sepatu?"
Fitri memeriksanya dengan penuh minat.
"Ini seperti sepatu sekolah. Tapi dilihat dari bentuk dan ukurannya, ini bukan sepatu Hamdan."
Fitri berbicara sendiri. Dia bernafas lega.
Lima depa selanjutnya Fitri kembali menemukan dua buah sepatu yang berserakan.
Wajah Fitri langsung berubah!
"Apa kah mereka dikejar binatang buas? Tapi bagai mana mungkin?" Dia tampak bingung.
Di kejauhan, Fitri melihat ada sebuah gundukan tanah dan dua buah cangkul yang malang melintang.
Dengan rasa penasaran bercampur takut, Fitri mendekat dengan perlahan.
Satu langkah...dua langkah...tiga langkah...sembilan langkah.
Fitri terbelalak. "A-dd-a ma-yat."
Untung dia mampu menahan suaranya agar tidak menjerit.
Dengan nafas memburu dan tangan gemetar, Fitri menyibak tanah yang menutupi sebagian wajah 'mayat' itu.
Tangannya mendadak berhenti menggali. "Hamdan!!!" Wajah Fitri pucat pasi.
Dia sedikit pun tidak menyangka bahwa 'mayat' ini adalah si Hamdan.
Tubuh Fitri lemes. Dia langsung terduduk di tanah tanpa memperdulikan roknya langsung kotor terkena tanah lembek.
Dua bulir air matanya jatuh menimpa pipinya yang bening.
"Uf, ternyata kamu, Fit."
Suara itu seperti guruh sehingga Fitri tergegau dan langsung terjengkang ke belakang.
Jantungnya terasa akan copot.
"Kamu ke mana, Fit? Jika mau pergi setidaknya tolong keluarkan aku dulu dari sini."
Rupanya Hamdan baru bangun tidur.
Selain tulangnya yang patah, kondisi tubuhnya sudah membaik. Cuma dia tak mampu menggerakkan tangan dan kakinya sehingga Hamdan belum bisa keluar dari timbunan tanah itu.
Untuk menahan perutnya yang perih akibat lapar, Hamdan memutuskan untuk tidur sambil mengharapkan keajaiban yang terjadi.
Siapa sangka ternyata keajaiban itu benar-benar datang. Entah bagai mana, Fitri bisa menemukannya di sini.
Fitri mengusap boko*gnya yang sakit akibat jatuh menimpa kayu tumbang.
"Apa kah itu benar-benar kamu, Hamdan? Bagai mana kamu bisa hidup kembali." Fitri bertanya dari jauh.
Dia tidak berani mendekati Hamdan.
Jelas-jelas Hamdan sudah dikubur, bagai mana dia bisa bicara.
"Hidup kembali bagai mana, Fit? Orang dari awal memang hidup. Kamu bercandanya kelewatan, Fit."
"Tolong keluarkan aku, Fit! Tubuh aku pegal semua karena tidak bisa bergerak."
Setelah benar-benar yakin bahwa Hamdan memang hidup dan ini bukan lah han*u jejadian, Fitri mendekat dengan perlahan.
"Apa sebenarnya yang terjadi, Hamdan?"
"Panjang ceritanya, Fit. Tolong keluarkan aku dulu! Gali dengan perlahan."
Tulang kedua tangan dan tulang kaki kiri aku patah, jadi jangan sampai tersentuh, Fit."
Hamdan mengatakan dengan nada santai. Seolah-olah prihal patahnya tulang tangan dan kakinya bukan lah perkara terlalu penting.
Perlu waktu yang lumayan lama bagi Fitri untuk mengeluarkan Hamdan.
"Terima kasih banyak, Fit. Apa kah kamu punya makanan?"
Fitri menggeleng. "Sebenarnya apa yang telah terjadi, Hamdan? Mari kita keluar. Aku akan antarkan kamu ke Rumah Sakit."
"Ada orang yang ingin melenyapkan aku, Fit. Beruntung, Yang Maha Kuasa masih berkenan menolong aku."
"Jika kamu berkenan, tolong antarkan aku ke tempat tinggal aku saja, Fit. Saat ini terlalu beresiko jika aku dilihat oleh mereka yang ingin membinasakan aku."
Dengan tubuh yang bertumpu pada Fitri, Hamdan berjalan menggunakan kaki kirinya keluar dari hutan dengan langkah perlahan.
Jam enam sore baru lah mereka sampai di tepi hutan.
Setelah memperhatikan tidak ada seorang pun di sana. Fitri berkata.
"Kamu tunggu sebentar, Hamdan! Aku ambil motor dulu."
Keringat bercucuran di wajah Fitri. Nafasnya sesak tapi dia berusaha untuk menyembunyikan dari Hamdan.
Dengan sangat hati-hati, setelah yakin tidak ada yang melihat mereka, Fitri melarikan motornya melalui jalan yang tidak biasa.
Kegelapan malam telah membantu menyembunyikan pergerakan mereka.
Setelah mengantar Hamdan di tempat tinggalnya, Fitri juga menyempatkan diri untuk membeli beberapa macam makanan untuk Hamdan.
"Siapa yang telah melakukan semua ini kepadamu, Hamdan? Mari kita laporkan ke pihak yang berwajib."
Hamdan menggeleng.
"Terima kasih atas bantuan kamu, Fit. Tanpa kamu, aku akan mat*i benaran di sana."
"Suatu saat nanti aku akan mengatakan siapa dalangnya. Dengan kekuatan keluarganya, tidak ada gunanya kita melaporkan ke pihak yang berwajib."